Wajib Militer, Untuk Kepentingan Apa?

Dewan Perwakilan Rakyat kembali menyusun produk legislasi yang sangat kontroversial. Saat ini, DPR sedang menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komando Cadangan. Nah, di dalam ketentuan RUU tersebut, ada keinginan untuk memberlakukan wajib militer di Indonesia.

Menurut anggota Komisi I DPR, Hayono Isman, RUU Komando Cadangan ini, termasuk Wajib Militer di dalamnya, dianggap penting untuk mengantisipasi ancaman perang. “Kalau terjadi perang, masa kita diam? Kita harus bantu negara,” kata politisi dari Partai Demokrat ini.

Yang patut dicermati, wajib militer di dalam RUU Komcad ini bersifat wajib. Dalam pasal 8 ayat (3) disebutkan, pegawai negeri sipil, pekerja, dan atau buruh yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota komponen cadangan. Dan, karena bersifat wajib, maka warga negara yang menolak wajib militer ini akan dikenai sanksi. Itu diatur dalam pasal 38 RUU ini. Warga negara yang menolak tanpa alasan sah akan dipidana penjara paling lama 1 tahun.

Memang, wacana wajib militer ini patut dipertanyakan. Pertama, Indonesia saat ini sedang tidak berada dalam ancaman perang dengan negara manapun, termasuk negara tetangga. Selain itu, kebijakan politik dan ekonomi pemerintah tidak mengundang ancaman agresi dari negara-negara lain, terutama negeri imperialis. Ironisnya, politik dan ekonomi Indonesia justru membebek negeri-negeri imperialis.

Kedua, jika alasannya untuk membela negara, jelas ketentuan wajib militer ini menyesatkan. Sejak orde baru hingga sekarang, kedaulatan ekonomi dan politik Indonesia sudah terlucuti. Akibat kebijakan ekonomi pemerintah yang pro-kapital asing, sebagian besar kekayaan alam dan aset strategis nasional sudah jatuh ke tangan asing. Selain itu, hampir semua kebijakan politik kita juga didikte oleh pihak luar, terutama oleh lembaga-lembaga asing (USAID, Bank Dunia, WTO, dan IMF).

Artinya, sejak orde baru hingga sekarang, martabat kita sebagai sebuah bangsa sudah hilang. Kedaulatan bangsa ini, baik di lapangan ekonomi, politik, dan sosial-budaya, sudah dirobek-robek oleh neo-kolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian, Indonesia sebetulnya sudah menjadi negara semi-jajahan.

Yang jadi masalah saat ini, kekayaan nasional dan aset-aset strategis kita justru berpindah tangan ke pihak asing dengan restu dari pemerintah kita. Bahkan, supaya terkesan bukan perampokan, pemerintah dan DPR membuat sejumlah UU untuk melegalisasi praktek tersebut. Itulah yang terjadi dengan UU migas, UU PMA, UU minerba, UU kehutanan, UU kelistrikan, dan lain-lain.

Negara mana yang mau mengagresi Indonesia? Tanpa militer pun, negeri-negeri imperialis bisa membujuk dan menyogok elit-elit berkuasa di Indonesia untuk menanamkan modalnya dan mengeruk habis kekayaan alam di negeri ini.

Ketiga, keberadaan angkatan perang kita, yakni TNI, juga mengalami disorientasi. TNI bukanlah lagi alat untuk mempertahankan kedaulatan negara, tetapi diposisikan sebagai “penjaga” kepentingan dan fasilitas kapital asing di Indonesia. Dalam banyak kasus, TNI justru dikerahkan untuk menghadapi perlawanan rakyat yang menolak keserakahan kapital asing, seperti dalam konflik agraria, konflik perburuhan, penolakan terhadap kebijakan neoliberal pemerintah, dan lain-lain.

Dengan berbagai kenyataan di atas, kita patut bertanya, wajib militer ini diperuntukkan untuk siapa?  Kami malah menduga, wajib militer ini dipergunakan negara dalam kerangka memperbanyak milisi sipil untuk melindungi kepentingan pemilik modal asing di Indonesia. Maklum, milisi sipil jauh lebih murah ketimbang menggunakan militer resmi.

Tidak ada ancaman dari luar, tapi tiba-tiba kita disuruh berlatih militer. Ini tak ubahnya dengan Indie Weerbaar di jaman kolonial. Bagi aktivis pergerakan jaman itu, Indie Weerbaar hanyalah alat kaum kapitalis Belanda untuk merekrut tenaga pertahanan murah guna mengamankan kapitalnya.

Yang merusak kedaulatan bangsa kita saat ini adalah pemerintah kita sendiri, yang justru memposisikan diri sebagai boneka atau pelayan kepentingan modal asing di Indonesia. Mereka-lah yang membuat Republik ini kehilangan martabat dan kedaulatannya.

Karena itu, yang diperlukan saat ini adalah sebuah pemerintahan yang membela kepentingan nasional, yang setia pada cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila, dan UUD 1945. Kita butuh pemerintahan yang berani menegakkan kedaulatan bangsa di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Itu dulu yang mendesak saat ini.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid