Persoalan demi persoalan yang menimpa bangsa ini seakan menggambarkan arah perkembangan bangsa yang melenceng jauh dari harapan-harapan akan perbaikan. Daftar permasalahan yang ada begitu panjang: kekerasan antar sesama masyarakat, KKN, terorisme, kemiskinan, pendidikan dan kesehatan yang tak terjangkau rakyat kebanyakan, kesemrawutan transportasi, kehancuran lingkungan hidup dan masih banyak lagi persoalan lainnya. Meskipun pemerintah menyodorkan berbagai angka dan klaim-klaim kemajuan, dalam kenyataannya hidup bagi mayoritas rakyat terasa semakin susah dan tidak aman.
Persoalannya adalah sedalam apa pun keprihatinan dan kepedulian seorang warga negara terhadap kemerosotan bangsanya; ketiadaan suatu kekuatan politik yang dapat dipercaya dan diharapkan, hanya akan memberikan kesan bahwa semua pintu menuju perbaikan telah tertutup.
Akibatnya semakin gelaplah mendung keputus-asaan, apatisme, yang membayangi masyarakat. Rakyat pun semakin menjauh dari politik yang didominasi oleh politikus-politikus yang korup. Yang tersisa adalah mengejar kebutuhan hidup masing-masing yang hari ke hari semakin memberatkan dan susah terpenuhi.
Panggung politik era reformasi telah menghadirkan dan membelejeti satu-persatu pimpinan negara, baik di cabang eksekutif, legislatif, yudikatif; tingkat nasional maupun lokal; partai politik maupun tokoh masyarakat. Gerakan mahasiswa yang pada masa reformasi mendapat simpati luas masyarakat kini tidak ada gaungnya dan kredibilitasnya semakin terperosok antara lain akibat kasus-kasus tawuran dan pola hidup yang konsumtif.
Walau demikian, gambaran ini tidak seluruhnya suram. Masih terdapat elemen-elemen rakyat terutama di antara kaum muda yang berupaya melawan keterpurukan bangsa ini. Mereka bekerja dalam berbagai organisasi yang berupaya mengangkat wacana untuk perubahan yang lebih baik, dan tentunya memperjuangkan perubahan itu secara langsung dalam skala yang sesuai kapasitasnya masing-masing.
Tak dapat dipungkiri bahwa mereka, yang secara umum cukup pantas disebut kaum pergerakan, adalah potensi kekuatan politik yang secara historis berperan penting dalam memajukan bangsa. Namun, kekuatan itu masih lah potensi. Menghadapi rezim paska reformasi yang begitu dinamis dengan kekuasaan yang lebih tersebar, kaum pergerakan seringkali terpecah-pecah dalam merespon berbagai situasi politik. Keterpecahan atau fragmentasi ini melemahkan posisi pergerakan dan dengan demikian kontrol terhadap kebijakan dan aparat pemerintah pun melonggar. Berbagai kebijakan neoliberal maupun kebijakan yang tidak kerakyatan, seperti dana aspirasi, dapat disahkan dengan relatif mudah.
Di antara kaum pergerakan memang telah disadari bahwa persatuan dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah kekuatan yang benar-benar dapat melakukan perubahan. Namun ketika langkah mulai diayunkan ke arah ini, terungkaplah berbagai perbedaan yang antara lain tersimpan dalam pertanyaan-pertanyaan ini: siapa saja yang boleh ikut bersatu? akan jadi apa persatuan ini? apa tujuan persatuan ini? Masing-masing tokoh maupun organisasi tentunya memiliki jawaban yang cukup beragam, sesuai dengan azas, pemikiran, dan strateginya.
Kami memandang bahwa perbedaan dalam hal yang baru disebut di atas tidak seharusnya menjadi faktor yang menggagalkan terwujudnya persatuan, karena di atas perbedaan itu terdapat kepentingan yang jauh lebih besar, yakni kepentingan rakyat dan bangsa yang menuntut untuk diartikulasikan dan dijadikan landasan atau program bersama. Atas kesadaran akan kepentingan yang lebih besar inilah kami mendukung sepenuhnya upaya pembangunan persatuan yang bertujuan mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan.