Politik Kepentingan dan Politik Ideasional, Meme Kebijakan dan Meme Identitas

Apakah politik didorong oleh kepentingan diri pragmatis atau oleh identitas dan idea? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini.

Dalam ilmu politik dan ekonomi, kepentingan pribadi yang mewakili elit, lobbyists, kelompok penekan lainnya, atau pemilih pada umumnya, adalah landasan kerangka kerja kontemporer ekonomi politik. Penekanan pada ‘kepentingan’ memberi para ilmuwan sosial alat yang kuat untuk menganalisis penentuan politik kebijakan dan institusi. ‘Kepentingan’ membantu menjelaskan, misalnya, mengapa ekspor bahan mentah dihentikan demi mendorong kedaulatan ekonomi dan kemandirian lapangan kerja dalam negeri (hilirisasi). Ini menjelaskan mengapa regulasi cenderung memihak karena pengaruh yang diatur itu sendiri (sebuah fenomena yang dikenal sebagai ‘tangkapan peraturan’). Ini juga membantu menjelaskan mengapa pemerintah mampu mempertahankan tingkat kepercayaan publik.

Pendekatan ‘kepentingan’ bersaing dengan perspektif alternatif – kadang-kadang disebut ‘konstruktivisme’. Konstruktivisme, yang merupakan pendekatan yang kurang formal dan lebih terbuka, menekankan peran gagasan, norma dan nilai dalam membentuk preferensi dan kepentingan.

Di sebagian besar bidang ekonomi politik, pendekatan kepentingan lebih dominan. Namun dominasi perspektif kepentingan ini membingungkan ketika kita mempertimbangkan fakta bahwa argumen kebijakan di dunia nyata jarang bertumpu pada kepentingan ekonomi yang sempit. Sebaliknya, para entrepreneur politik mendukung kebijakan-kebijakan baru dengan mencoba meyakinkan masyarakat bahwa perubahan yang mereka usulkan lebih baik bagi masyarakat secara keseluruhan. Mereka mungkin menekankan identitas, nilai-nilai atau beberapa prinsip normatif seperti keadilan atau kebebasan. Jadi dalam diskusi publik sebenarnya apa yang kita sebut sebagai ‘politik ideasional’ tampaknya sama pentingnya dengan politik berbasis ‘kepentingan’.

Politik kepentingan

Teori berbasis kepentingan cenderung mengandalkan pendekatan pilihan rasional, yang terkait dengan ekonomi. Konstruktivis biasanya menemukan pilihan rasional dan metode kuantitatif tidak menarik karena lebih menyukai metode yang diskursif. Tetapi metode-metode yang berbeda ini seharusnya tidak mengaburkan pemahaman yang lebih koheren dan terpadu tentang hubungan antara gagasan dan kepentingan dalam perubahan politik.

Pertama, kepentingan tidak harus didefinisikan hanya dalam istilah ekonomi. Orang-orang peduli dengan identitas, nilai-nilai, dan harga diri mereka, selain dompet mereka. Tidaklah masuk akal jika kita menganggap kepentingan hanya sebagai perilaku yang didorong oleh keuntungan finansial jangka pendek.

Kedua, gagasan dan kepentingan juga sulit dibedakan satu sama lain: gagasan kebijakan sering kali disebarkan oleh kepentingan yang punya uang dan mempertaruhkan hasilnya, sementara kepentingan sering kali terbentuk dari gagasan tentang identitas individu atau kelompok dan bagaimana dunia bekerja.

Ketiga, penentuan budaya dan gagasan, serta perilaku yang didorong olehnya, dapat dilakukan dengan pendekatan pemodelan yang digunakan dalam ekonomi politik pilihan rasional. Tidak perlu menerapkan standar penalaran dan ketelitian pada dunia gagasan yang berbeda dengan dunia kepentingan.

Jika sebuah lobi mendorong suatu kebijakan tertentu, apakah hal tersebut karena mereka mempunyai kepentingan dalam kebijakan tersebut atau karena kekuatan ide yang membentuk pemahaman mereka mengenai di mana letak kepentingan mereka? Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab.

Dalam beberapa kasus, kepentingan berkuasa. Jika seperti itu, mudah untuk membuat pemetaan antara pilihan kebijakan yang dibuat oleh kelompok kepentingan dan preferensi atau karakteristik ex-ante (sebelum kebijakan diputuskan). Kita mengatakan bahwa kepentingan adalah kunci jika identitas dan pandangan telah dimasukkan ke dalam preferensi grup jauh sebelum pilihan kebijakan. Namun, ide mungkin dapat campur tangan untuk mengubah identitas dan pandangan ini. Oleh karena itu, implikasi yang lebih luas dari ekonomi politik gagasan adalah bahwa gagasan hari ini menjadi kepentingan masa depan. Dalam jangka pendek, ini semua tentang kepentingan. Dalam jangka panjang, itu semua ide. Oleh karena itu, mengevaluasi secara empiris apakah kepentingan atau ide adalah pendorong utama kebijakan, bergantung pada kemampuan kita untuk menilai apakah identitas-identitas dan pandangan yang ex-ante atau ex-post penting.

Politik ideasional

Ada dua saluran politik ideasional yang berbeda.
Pertama, ide membentuk pemahaman pemilih tentang bagaimana dunia bekerja, yang pada gilirannya mengubah persepsi tentang kebijakan yang diusulkan dan hasilnya. Entrepreneurship politik diarahkan untuk mengubah persepsi publik tentang keadaan mendasar ‘politik pandangan’. Contoh politik pandangan, misalnya, investasi di IKN mempromosikan gagasan bahwa ‘apa yang baik untuk IKN baik untuk Indonesia’. Positioning ini berbicara tentang pentingnya gagasan dalam penentuan kebijakan.

Bentuk kedua dari politik ideasional bergantung pada pembentukan atau penetapan identitas diri pemilih – persepsi tentang siapa mereka. Setiap individu memiliki beragam identitas – berkisar pada etnis, ras, agama, atau kedaerahan. Ide tidak hanya dapat mengubah arti penting identitas yang berbeda, namun juga membantu membangun identitas baru. Mengirimkan pesan tentang siapa yang merupakan penduduk asli atau pendatang, misalnya, atau menyebarkan stereotip tentang ras dan agama minoritas, menyuarakan patriotisme dan identitas nasional, dan menyusun isu-isu kebijakan dalam istilah identitas yang eksplisit, semuanya dapat memanipulasi makna politik dari sebuah identitas. Strategi-strategi ini pada gilirannya dapat menjadi katalisator atau penghambat perubahan politik. Jenis politik ideasional yang kedua ini disebut sebagai ‘politik identitas’. Politik identitas membentuk persepsi tentang hasil kebijakan yang diinginkan dari elit ekonomi dan politik.

Entrepreneur politik (kelompok politik ideasional yang bersekutu al. grup think tank, organ relawan, pakar dan media partisan) dapat mengembangkan dan menyebarluaskan gagasan yang mengubah pandangan masyarakat atau identitas pemilih (atau keduanya).

Meme

Gagasan meme diperkenalkan oleh ahli biologi evolusi Richard Dawkins dalam The Selfish Gene (1976) ketika membahas bagaimana beberapa ide budaya dan ritual menyebar dengan sangat mudah – melalui retorika, slogan, ucapan, atau gerak tubuh. Meme adalah kombinasi dari isyarat, narasi, simbol, atau bahkan pilihan komunikasi apa pun yang disebarluaskan oleh entrepreneur politik sedemikian rupa sehingga keterpaparan terhadapnya bisa menggeser pandangan tentang bagaimana dunia bekerja atau membuat identitas menonjol. Meme adalah kendaraan konkret yang menyalurkan gagasan yang dikembangkan oleh politisi untuk pasar politik.

Meme yang memengaruhi keyakinan pemilih tentang cara kerja, dinamakan meme kebijakan, yang menghasilkan politik pandangan. Jika meme memengaruhi perasaan pemilih tentang siapa dirinya, itu dicap sebagai meme identitas, dan itu memicu politik identitas. Keputusan entrepreneur politik akan fokus pada meme identitas atau meme kebijakan (atau keduanya) tergantung pada apa yang menguntungkan secara politik.

Meme kebijakan bekerja dengan cara yang sama (dengan meme identitas) namun dengan mengubah persepsi pemilih mengenai cara kerja dunia. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan pemilih bahwa keadaan dunia telah berubah (karena pandemi yang menyebabkan krisis energi dan krisis pangan).

Meme identitas dan kebijakan tidak berlaku secara merata di semua segmen/ pangsa populasi. Entrepreneur politik menargetkan meme-meme ini ke arah pangsa pemilih yang kritis. Polarisasi identitas dan dukungan untuk meme kebijakan akan melihat peningkatan terbesar dalam pangsa pemilih berpenghasilan rendah dan menengah dari kelompok identitas mayoritas. Ini adalah pengalih potensial yang menjadi sasaran meme.

Akhirul kalam, untuk menghadapi gerakan politik otokratis dan nativis dibutuhkan strategi yang didasarkan pada ide dan kepentingan. Mengemukakan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan ekonomi pemilih mungkin tidak cukup. Para pelaga atau kontestan pemilu perlu juga membuat narasi, plus kendaraan meme, untuk membantu membentuk kembali pandangan dan identitas.

 

RJ. Endradjaja, Pengamat Pinggiran

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid