Memerdekakan Palestina Menuju Dunia Multipolar

Jakarta, Berdikari Online – IKMAL bekerjasama dengan Alumni Connect PPI Dunia menggelar Seminar Internasional Solidaritas Palestina dan Buka Puasa Bersama, Rabu (3/4/2024), di STAI Sadra. Acara ini dalam rangka memperingati Hari Internasional Alquds. Tema besar seminar ini, “Memerdekakan Palestina Menuju Dunia Multipolar”.

Hadir keynote speaker, Dr. Hossein Mutaqie, pemikir filsafat dan tasawuf.  Para pembicara, Amal Wahdah, Ph.D (Palestine). Ust. Muhammad Husein ( Aktivis Gaza-Palestina), Bagus Hendraning Kobarsih, M.Si ( Direktur Timur Tengah Kemenlu RI), Dr. Dina Yulianti, M.Si (Dosen UNPAD  dan Hafizd Alharomain Lubis, Lc. (Alumni Connect PPI Dunia). Karena ada penugasan pengiriman bantuan ke Gaza dari Kemenlu, Bagus tidak bisa hadir.

Mutaqie mengatakan, terdapat dua hal penting, kenapa Palestina tidak kunjung merdeka.  Pertama,  adanya gerakan zionisme Politik. Kedua, zionisme agama. Zionisme politik berawal dari kongres Zionis pertama di Basel, Swiss 1897, dipimpin Theodor Herzl.

Gerakan Zionisme Politik memiliki strategi memanipulasi Agama Yahudi untuk kepentingan pendirian Negara Israel. Sementara Zionisme Agama, memiliki ajaran “kembali ke tanah air” bagi diaspora Yahudi ke Yerusalem. Ajaran ini tidak berbahaya.

Adapun penyelewengannya, menyembah sapi dan  memiliki slogan kembali ke tanah air dan mendirikan negara khusus Yahudi  dengan menerapkan sistem apartheid.

“Bisa disimpulkan, ajaran Yahudi yang asli, tidak ada hubunganya dengan pendirian negara Israel khusus Yahudi dengan cara illegal, melanggar nilai kemanusiaan dan agama apapun. Di sinilah letak kontradiksi antara negara zionisme Israel yang mengampanyekan negara rasis dan agama Yahudi yang menyebarkan kebaikan,” ujar Mutaqie.

Pembicara lain, Abdullah Beik selaku Ketua Ikmal, menekankan pentingnya alumni luar negeri berkontribusi pada kemerdekaan Palestina dengan cara menumbuhkan akal dan kemanusiaan; meluruskan hoaks yang disebar oleh Israel yang melemahkan perjuangan kemerdekaan Palestina dan mencerahkan masyarakat dengan isu Palestina.

Amal menjelaskan beberapa poin.  Tragedi genosida di Gaza akhir-akhir ini adalah bukti wajah asli rezim Zionis Israel, rentetan panjang genosida sejak 1948. Depopulasi, pembersihan etnis, perusakan situs, pemukiman illegal, tembok pemisah, penjara, check point, penjara (blokade) Gaza adalah tehnik pendudukan Israel atas Palestina yang didukung  kekuatan unipolar, USA.

Two state solution hanya ilusi, kekuatan multipolar dan perlawanan akan memerdekakan Palestina, dengan one state solution untuk agama Yahudi, Kristen dan Islam setara dan bermartabat,” katanya.

Hafizd Alharomain Lubis, Lc. mengatakan pentingnya tanah wakaf masjid Alaqsa menjadi aset Unesco, pentingnya sosok inspirator kepemimpinan Salahuddin Alayyubi sebagai pemersatu. Tanah Yerusalem adalah tempat suci, lokasi Isra’ Mi’roj Nabi Muhammad. Jadi, isu Palestina adalah isu agama juga isu politik. Israel adalah entitas politik bukan negara. Para rabi orthodox sendiri, tidak setuju dengan ideologi zionisme.  Menurut Hafizd, masyarakat sekarang sudah tahu, mana Yahudi, mana Zionis.

Sementara Muhammad Husein, aktifis yang hidup di Gaza sejak 2010, pendiri INH (International Networking for Humanitarian) menjelaskan pentingnya berjuang bersama masyarakat dunia dan Bangsa Palestina memperoleh kemerdekaan. “Berhentilah berkata peduli pada Palestina tapi tak terlibat secara langsung dan total,”ujarnya. “Jaga isu Palestina menjadi isu primer, bukan sekunder. Berpikir all out mengerahkan seluruh kemampuan kita demi kemerdekaan Palestina. Kenapa demikian? “ tanya Husein,”karena para pendukung negara Israel bekerja secara penuh bukan dari waktu sisa,” jawab Husein. Menurut Husein, masyarakat kita ketika dihadapkan pada isu Palestina menimbulkan beragam reaksi. Terganggu dan risih, pasif, peduli, dan merasa terlibat. Ada yang diam dan apatis, ada yang reaktif, sekedar menggugurkan kewajiban dengan menyumbang ala kadarnya, ada yang justru menyebar hoaks melayani kepentingan Israel. “Akibatnya kita tidak menyadari bahwa kita merasa bukan korban zionis. Mengembangkan isu Palestina nun jauh di sana, kenapa harus bantu, seolah belum jelas antara yang benar dan salah,” terang Husein.

Husein pun menguatkan, umat Islam yang bekerja sepenuh waktu untuk memerdekakan Palestina sangat sedikit. Sementara US, Inggris, Jerman mengeluarkan energi total mendukung pendirian negara zionis Israel. “Kita umat Islam setengah-setengah, mengeluarkan energi sisa, harta sisa, waktu sisa, dan hati sisa. Hal ini tidak akan “balance dan tidak fair”.

Husein mengaku selama menjadi relawan di Gaza sejak 2010 kuliah di Universiats Islam Gaza, S1 mengambil jurusan Syariah dan Jurnalistik, S2, jurusan Israel Affair. Husein juga mengaku memiliki para dosen yang hebat, puluhan tahun di penjara Israel tapi setelah keluar, mendirikan beragam penelitian dan memberi pencerahan.  Tidak linglung dan kehilangan arah.

Sementara itu Dr. Dina mengurai secara singkat kenapa memerdekakan Palestina bisa berkontribusi membentuk dunia multipolar. PBB dan Hak Veto menurut Dina adalah tata kelola yang dibuat oleh para pemenang Perang Dunia Kedua. Setelah Perang Dunia Kedua tahun 1945, dunia dipegang oleh dua kutub kekuatan, disebut bipolar, Barat diwakili USA, Timur diwakili Uni Soviet. Hingga keruntuhan Uni Soviet 1990, dunia menjadi Unipolar, dipegang US.

Seiring gerakan BRICS 2010 dan operasi militer Rusia, demiliterisasi dan denazifikasi di wilayah Ukraina tahun 2022 mulai muncul gagasan multipolar. Operasi Rusia ini dilakukan dengan alasan Ukraina mengancam keamanan Rusia karena Ukraina akan bergabung dengan Nato. Di samping itu,  adanya gerakan Nazi yang memperkusi warga Ukraina berbahasa Rusia.

Penjajahan Palestina oleh Israel sejak 1948 awalnya karena dukungan  kekuatan bipolar, namun kekuatan Israel dalam perkembangan selanjutnya didukung oleh kekuatan Unipolar, US. Jika momentum menguatkan kekuatan multipolar ini seiring dukungan gerakan memerdekakan Palestina, maka kekuatan Dunia Islam menjadi kekuatan multipolar yang real. Inilah logika memerdekakan Palestina Menuju Dunia Multipolar.

Acara seminar ini dilengkapi dengan pameran foto kemanusiaan Gaza oleh INH.  Ditutup dengan Buka Bersama dan ramah-tamah.

 

(Ika)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid