Koperasi dan Perekonomian (Bagian pertama)

Sejak kira-kira tiga puluh tahun lalu, pergerakan kebangsaan Indonesia kuat membangkitkan semangat “self help”. Jika engkau hendak maju, berusahalah sendiri dengan tiada mengharapkan pertolongan orang lain, demikianlah kira-kira ujudnya semboyan itu. Dan bagi rakyat yang lemah ekonominya, tiada jalan lain yang terpakai bagi memajukan usahanya, selain dari koperasi. Koperasi adalah senjata persekutuan bagi si lemah untuk mempertahankan hidupnya.

Seperti dengan tiap-tiap usaha baru, orang tidak serentak pandai dan cakap, melainkan jatuh bangun dahulu, barulah tegap tegaknya. Demikianlah dahulu gerakan industrialisasi di Eropah, demikian sejarah perekonomian Barat di Indonesia, demikian juga keadaan gerakan koperasi kita. Banyak jatuh dari bangun. Tetapi celakanya bagi rakyat Indonesia yang datang di belakang, kegiatannya bekerja sering diperlemah oleh senjata-senjata psikologi yang dipergunakan oleh bangsa Barat. Dahulu tidak berhenti-hentinya surat-surat kabar putih menanam perasaan di dalam kalbu bangsa kita, bahwa orang Indonesia tidak sanggup bertindak sendiri dalam daerah ekonomi. Tiap-tiap usaha Indonesia yang jatuh, disusul dengan injeksi bahwa orang Indonesia mempunyai derajat yang rendah dalam perekonomian: ekonomische minderwaardigheid. Economische minderwaardigheid itu disebut sebagai sifat bangsa kita. Inilah yang sering mematah hati.
Tetapi sebenarnya tidak begitu. Memang bangsa kita banyak menyatakan keadaan yang disebut “economische minderwaardigheid”. Dalam hal produksi, daripada menjadi tukang membuat lebih suka jadi tukang menjual saja. Sebab itu setiap waktu tampak terjadi, bahwa semangat yang kuat bermula patah di tengah saja. Kemunduran dalam gelanggang politik diikuti oleh kemunduran semangat ekonomi. Sebab itu tidak pula mengherankan jika tiap-tiap gerak bangun kembali didorongkan oleh seorang ahli politik.

Tetapi bagi kita hanya dapat maju tetap, jika ia tidak lupa akan semboyan yang menjadi pedoman baginya. Semboyan asing hendak menindis semangat ekonomi kita yang mau bangun. Sebagai senjata dipakainya injeksi “economische minderwaargheid”. Satu senjata psikologi, tetapi maknanya dalam. Tidak kurang tikamnya dari pada konkurensi (persaingan) dalam masa monopoli-kapitalisme yang pernah diberi nama “Gewaltkonkurrenz” , kompetisi memperkosa. Terhadap semboyan asing buat menindas kita, jangan lupa mengingat semboyan sendiri “self-help dan koperasi”.
Sekarang bangsa kita insaf lagi akan semboyannya. Semangat koperasi kuat kembali. Bank baru-baru bermula sebagai “koperasi kredit”. Badan perniagaan baru memakai merk “koperasi”.

Berhubung dengan kegiatan itu perlu diperingatkan kepada perusahaan yang baru bermula itu, supaya mengambil pelajaran dari masa yang lalu. Jatuhnya koperasi di masa yang lalu harus diketahui sebabnya. Selanjutnya jangan dilupakan bahwa koperasi mempunyai sifat sendiri. Kalau tidak diperhatikan sifatnya yang tertentu itu, maka perusahaan bisa meleset.
Dahulu banyak perusahaan yang diberi nama “koperasi”, tetapi keadaannya yang sebenarnya adalah kongsi biasa, persekutuan dagang mencari keuntungan. Koperasi di waktu itu troef, sebab itu orang suka memakai merk koperasi sebagai topeng. Itulah yang menjadi sebab, maka banyak sekali perusahaan yang patah. Manakala koperasi mulai dihinggapi oleh semangat mencari keuntungan, ia memutar lehernya sendiri.

Ada beberapa fasal yang jelas tampaknya pada beberapa—untuk tidak pada semua—koperasi di masa yang lalu, yang perlu disebutkan di sini.

Pertama, ada koperasi yang anggota-anggotanya sangat giat untuk mendapat dividen yang besar habis tahun. Untuk mencapai maksud itu dipaksanya koperasinya menjual agak mahal. Supaya anggota-anggota jangan membeli ke tempat lain, diadakan “perintah halus” membeli kepada toko koperasi sendiri. Siapa yang tidak mau, dicap “pengkhianat”. Sebenarnya ini menipu diri sendiri dan juga berpedoman dengan egoisme. Dividen besar yang dibagikan itu didapat dengan memahalkan pembelian sendiri. Apa yang dikaut dengan tanggan kanan, dibawakan oleh tangan kiri. Cuma pembagiannya tidak rata. Siapa yang membeli banyak dengan harga yag dimahalkan itu, banyak pula mendatangkan keuntungan kepada koperasi. Tetapi bagian keuntungan yang diperolehnya, tidak sepadan dengan itu, melainkan menurut jumlah andilnya.

Siapa yang sedikit membeli menerima keuntungan besar dari kawan-kawannya yang membeli banyak. Anggota semacam itu mempergunakan koperasinya sebagai jalan pemuaskan egoismenya yang sempit. Dalam koperasi semacam itu anggota-anggota yang jujur akan persekutuannya menjadi makanan anggota yang bersifat sebagai parasit. Tidak heran, jika dalam koperasi yang bukan-koperasi itu anggota-anggota parasit itulah yang sangat terkemuka mempersoalkan dividen. Mereka juga tak malu mengetok pada rasa kebangsaan kawannya untuk melakukan perintah halus membeli kepada koopersi sendiri. Kejatuhan koperasi itu digambarkannya sebagai kerugian yang mengenai kehormatan bangsa. Sebab itu diwajibkan saban anggota memelihara koperasinya.

Itu memang, tetapi sifat parasit yang mereka pakai itulah yang terutama menjadi bahaya bagi kehormatan bangsa. Itulah musuh dalam selimut yang meracun koperasi dan mematahkan dasarnya. Pada sebuah koperasi yang keruh sifatnya, pengurusnya yang mempunyai ideal tidak dapat memimpin perusahaannya ke jalan yang baik. Akhirnya ia terpaksa mengundurkan diri dan menyerahkan pimpinan kepada mereka yang rupanya aktif, tetapi tidak mempunyai pandangan yang sehat tentang tujuan koperasi.

Kesalahan yang kedua, yang sering juga kelihatan di masa yang lalu, ialah kepicikan paham menjalankan taktik penjualan. Ada koperasi yang hanya menjual kepada anggota-anggota sendiri. Orang luar tidak dibiarkan membeli. Ini bodoh, sebab tindakan ini mengecilkan penjualan. Banyak atau sedikit penjualan, ongkos tetap, sebagai sewa toko, gaji personil serta ongkos lampu dan ketandasan perkakas toko, sebegitu juga. Jika penjualan sedikit, segala ongkos itu berat menimpa tiap-tiap sebuah barang. Sebab itu barang terpaksa dijual mahal. Harga mahal mengurangkan keanggupan bersaing. Ongkos-ongkos itu jadi kecil perbandingannya, jika banyak penjualan, banyak omzet. Dan karena itu barang dapat dijual lebih murah. Ini hanya dapat dicapai, jika dibiarkan pula orang luar yang bukan anggota membeli pada koperasi itu. Selanjutnya taktik seperti itu mendidik orang luar yang bukan anggota ke jalan menghargai koperasi itu. Akhirnya hati mereka tertarik dan menjadi anggota.

Pendirian yang dipakai, bahwa menjual hanya boleh kepada anggota saja, adalah pendirian yang tidak sepadan dengan semangat koperasi. Maksud koperasi bukan persekutuan egoisme bagi segolongan manusia, akan tetapi persekutuan ekonomi dan sosial bagi kaum yang lemah. Tujuannya mendidik perasaan sosial, di samping memperkuat keinsyafan akan harga diri sendiri. Sebab itu koperasi sering juga disebut orang persekutuan rohani.

Siapa yang akan mendirikan badan koperasi, harus tahu membedakan mana yang koperasi dan mana yang bukan. Persekutuan yang ujudnya mengejar keuntungan bukanlah koperasi, tetapi persekutuan sero (perseroan) atau persekutuan andil. Perseroan itu, sekalipun memakai merk “koperasi” adalah lebih dekat pada Firma aau pada Persekutuan Terbatas (P.T).

Memang, juga koperasi mencapai keuntungan, tetapi keuntungan itu bukan tujuan baginya. Tujuannya ialah usaha bersama dengan jalan yang semurah-murahnya. Keuntungan yang didapat dalam perusahaan harus dipandang sebagai barang tersambil. Jadinya keuntungan yang diperoleh bukan tujuan, melainkan akibat dari pada pekerjaan berjual-beli yang mesti dikerjakan untuk membela keperluan bersama tadi. Yang diutamakan oleh koperasi ialah supaya sekutunya dapat membeli barang dengan harga murah. Koperasi adalah terutama pembelian bersama. Di sebelah itu juga penjualan bersama. Dan tiap-tiap pembelian dan penjualan bersama itu dapat dilakukan dengan sekali banyak. Sebab itu murah ongkosnya.
Apa yag mesti diperbuat dengan keuntungan yang didapat dengan tersambil itu, tentang itu bermacam-macam pendapat. Ada yang menyangka supaya keuntungan itu sekalipun tidak dimaksud mendapatnya, dibagikan kepada anggota-anggota koperasi. Tetapi ada pula yang mengatakan, bahwa sebagian kecil saja keuntungan dibagi seperti itu. Anggota-anggota sudah beruntung dengan membeli murah. Keuntungan yang tersebar hendaklah dipergunakan sebagai premi bagi mereka yang membeli menurut perbandingan pembeliannya. Tiap-tiap orang yang membeli barang kepada kooprasi itu mendapat sebuah bon. Di atas bon itu tertulis harga pembeliannya. Habis tahun keuntungan koperasi bagian yang terbesar dibagi antara mereka itu, menurut perbandingan jumlah harga pembeliannya, yang ternyata pada bon-bon yang ada ditangannya. Pembagian keuntungan seperti itu dipandang adil, sebab mereka yang membeli itulah yang menolong memajukan koperasi tadi.

Akan tetapi lebih dekat kepada semangat koperasi yang sebenarnya ialah, kalau keuntungan itu tidak dibagi, melainkan dijadikan uang cadangan, reserve. Anggota-anggota sudah memperoleh keuntungan dengan membeli murah. Dengan memupuk reserve dari pada keuntungan yang tersambil tadi, kapital koperasi semangkin lama semangkin banyak. Akhirnya koperasi itu hidupnya tidak tergantung lagi pada uang iuran anggotanya. Iuran itu pada hakekatnya bukan uang tetap.

Kalau seorang anggota berhenti jadi sekutu, uang iuran mesti dikembalikan. Tiap-tiap uang yang dikembalikan itu mengurangkan kapital koperasi. Semakin banyak anggota yang berhenti, semakin banyak penarikan kapital dari koperasi. Tetapi kalau diadakan uang serep, yang dipadu dari pada keuntungan yang tersambil tadi, maka anggota yang keluar tidak besar pengaruhnya atas usaha dan perjalanan koperasi. Selanjutnya uang reserve itu memperkuat kedudukan koperasi dan memberikankepadanya dasar yang kukuh untuk meluaskan perusahaan.

Kalau sekiranya penjualan koperasi tidak dapat lebih murah dari pada penjualan toko-toko biasa, bolehlah sebagian dari pada keuntungan dibagikan kepada anggota dan kepada si pembeli. Tetapi bagian yang terbesar hendaklah dijadikan uang cadangan.

Ujud koperasi, seperti disebut tadi, ialah membela keperluan orang kecil. Mencapai keperluan hidup dengan ongkos yang semurah-murahnya, itulah yang dituju. Bukan keuntungan. Sungguhpun begitu koperasi tetap memenuhi syarat ekonomi yang biasa disebut motif ekonomi. Motif ekonomi ujungnya mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan tenaga atau ongkos yang sekecil-kecilnya. Juga koperasi yang mengemukakan keperluan, berusaha begitu. Keperluan bersama akan barang-barang dibeli sekali banyak. Karena itu lebih murah harganya dan lebih kurang ongkosnya. Selain dari itu koperasi dapat menyingkirkan keuntungan orang dagang yang memahalkan harga barang. Jadi nyatalah, bahwa koperasi ujudnya mencapai keperluan bersama dengan ongkos yang semurah-murahnya. Dalam hal ini koperasi berekonomi seperti tiap-tiap orang berekonomi. Tidak melengahkan tuntutan motif ekonomi. Malahan tuntutan motif ekonomi itu lebih sempurna di tangan koperasi. Koperasi menyingkirkan tingkat yang berlebih dalam cendera pertukaran ekonomi dan sebaliknya tidak mengejar kedudukan monopoli.

*) Disalin ulang dari dari Bab IV buku Beberapa Fasal Ekonomi (Jalan Ke Ekonomi dan Koperasi), Mohammad Hatta, Perpustakaan Perguruan Kementerian P. P. dan K. Jakarta, cetakan pertama 1942 – cetakan kelima 1954.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid