Ketika Tikus Ditunjuk Menjaga Lumbung

DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) secara aklamasi menyetujui Darmin Nasution menjadi Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk periode 2010-2015. Ini merupakan kontroversial. Sekedar mengingatkan, bahwa ada enam fraksi yang berpendapat: ada indikasi pelanggaran hukum dan korupsi dalam bailout Century. Keenam fraksi itu adalah Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi Partai Hanura, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi PPP. Tapi, dalam fit and proper test pemilihan gubernur BI di komisi XI, mereka tak merintangi Darmin. Padahal, DPR sudah pernah menyebut nama Darmin sebagai salah satu “pelaku” dalam kasus Bank Century.

Ada tiga tokoh kunci di balik skandal Bank Century, yaitu Sri Mulyani, Budiono, dan Darmin Nasution, yang mana mereka telah menjadi triumvirat yang mengubah arsitektur keuangan Indonesia menjadi sangat pro-neoliberal. Darmin merupakan salah satu otak UU Bank Indonesia, yang mengarahkan Bank Sentral ini menjadi “negara di dalam negara!” Karena tunduk pada arsitektur keuangan global, BI hanya berfungsi sebagai pengendali inflasi dan menjaga kestabilan nilai rupiah, namun telah membiarkan sektor industri “gulung tikar” satu per satu. Sebagai contoh, tingginya suku bunga perbankan beberapa tahun belakangan, yang berdampak menyulitkan bagi sektor riil dalam mengakses kredit, tidaklah lepas dari tanggung jawab BI.

Akibat dari liberalisasi itu, Uang-uang panas (hot money) yang hanya berjangka pendek bisa dialirkan pemiliknya masuk untuk mencari imbal hasil yang tinggi, dan bebas keluar lagi jika tidak lagi memberi hasil memadai. Sistem nilai tukar pun mengambang bebas sehingga nilai tukar bisa berfluktuasi tanpa batas. Fungsi BI sangat diprioritaskan untuk menjaga nilai tukar uang rupiah, yang menjadikan bank sentral ini mirip dengan “spekulan pasar uang”.

Karena hal-hal di atas, BI tidak ada ubahnya dengan “sarang penyamun”, dimana setiap pejabat di dalamnya selalu terkait skandal keuangan (korupsi, malpraktik kebijakan, dan sebagainya). Kita bisa melihat naman-nama seperti Aulia Pohan (besan Presiden SBY), Miranda Gultom, Budiono (Wapres),  Oey Hoey Tiong (deputi direktur biro hukum BI), Rusli Simanjuntak (Kepala Biro Gubernur BI), Syahril Sabirin (Mantan Gubernur BI), Burhanuddin Abdullah, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Patut disayangkan, bahwa keputusan aklamasi DPR telah menunjukkan adanya ketidakberesean sejak awal, yaitu dimulai dengan menguapnya kasus Bank Century hingga pengangkatan Darmin Nasution sekarang ini. Dapat disimpulkan pula, bahwa DPR memang melakukan “kesengajaan” untuk menutupi kasus Bank Century, terutama fraksi-fraksi dari pendukung Setgab: Demokrat, Golkar, PKB, PAN, PKS, dan PPP.

Kendati sejumlah fraksi menerima penunjukkan Darmin dengan catatan, misalnya Darmin harus mengundurkan diri jika proses hukum Century memutuskan terdakwa, maka itupun tidak menutupi keraguan publik terhadap “aroma deal-deal politik” di balik kasus ini. Ini hanya semacam kontrak politik “palsu’, sekedar seruan moral agar rakyat atau publik tidak bereaksi terlalu keras terkait penunjukkan Darmin.

Apa boleh buat, nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Penunjukkan Darmin Nasution tidak saja memelihara BI di bawah cengkeraman neoliberalisme, tetapi telah menyerahkan “lumbung beras” kepada tikus untuk menjaganya.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid