Siapa yang tidak kenal dengan samba? Tarian dan genre musik ini sudah menjadi identitas nasional Brazil yang mendunia. Samba telah menjadi kata kunci untuk mengenal Negara terbesar di Amerika selatan itu.
Banyak peneliti menyebut samba berasal dari kata Afrika, semba, sebuah istilah dalam Kimbundu Angola, yang bermakna gerak koreografi dua orang yang menyentuh perut sebagai pertanda undangan untuk menari. Samba dibawa ke Brazil oleh orang-orang Afrika yang menjadi korban perbudakan.
Tiap tahun Brazil menggelar karnaval besar-besaran di kota Rio de Jeneiro. Dalam karnaval budaya ini, tarian dan musik samba tidak pernah ketinggalan dipertontonkan. Setidaknya sejak 1930, parada samba selalu menghiasi karnaval ini.
Tetapi samba bukan sekedar hidangan penghibur. Bukan sekedar ungkapan keindahan. Bukan sekedar kekayaan budaya yang diakui oleh UNESCO. Lebih dari itu semua, samba juga alat menyuarakan protes sosial.
Selama beberapa dekade, banyak seniman yang menggunakan samba sebagai “penyambung lidah” berbagai persoalan rakyat. Isu-isu politik, bahkan kritik sosial, kadang menyelinap dalam musik dan pertunjukan samba.
Di tahun 1930, di bawah kediktatoran Jenderal Getulio Vargas, pemerintah menggunakan Samba sebagai jalan untuk menyatukan budaya Brazil. Sekolah samba diperluas, tetapi musik dan tariannya dikontrol ketat. Rezim militer juga mengontrol parade untuk memisahkannya dari kritik sosial.
Tahun 1960-an dan 1970-an, Brazil jatuh ke bawah kediktatoran militer. Bersamaan dengan itu, memanfaatkan perkembangan radio dan televisi, musik populer Brazil sedang berkembang pesat.
Awalnya, di tahun 1950-an, muncul gerakan “Bossa Nova”, yang cenderung apolitis. Gerakan ini sibuk mengangkat kehidupan kelas menengah dan atas Brazil.
Belakangan, di tahun 1960-an, seiring dengan perkembangan musik Brazil yang berhimpitan dengan kediktatoran, muncul gerakan baru yang disebut Música Popular Brasileira (MPB). Gerakan ini coba memajukan musik populer Brazil, seperti samba, samba-canção dan baião, agar senapas dengan kemajuan zaman. Biasanya, musik populer seperti samba diaduk dengan musik jazz.
Yang menarik, berbeda dengan gerakan Bossa Nova, MPB justru cenderung kritis dan politis. Mereka terang-terangan menentang kediktatoran, penguasaan tanah di tangan segelintir orang, dan imperialisme. Tidak mengherankan, musik-musik MPB menjadi sasaran sensor dan pelarangan.
Saat itu musik samba muncul sebagai perlawanan. Salah satu seniman yang terkenal luas karena musik dan liriknya sangat kritis adalah Chico Buarque. Dia menggabungkan budaya populer dengan puisi yang mengeritik pelanggaran HAM di negerinya.
Tahun 1964, segera setelah kudeta militer, Buarque mulai menulis lagu bertema politik dan sosial. Tetapi karya-karyanya disensor. Namun, agar bisa lolos sensor, dia memakai analogi dan kata-kata alegoris. Selain itu, dia juga memakai nama samaran: Julinho da Adelaide.
Tahun 1968, Buarque ditangkap, lalu diasingkan ke Italia. Tahun 1970, dia kembali ke Brazil dan terus menulis lagu yang mengeritik kediktatoran militer.
Salah satu karyanya, “Apesar de Você/In spite of You”, sangat terang-benderang mengeritik kediktatoran. Lagu ini menjadi lagu perjuangan menentang kediktatoran. Saking kerasnya, setelah terjual 100.000 copy, lagu ini disensor dan ditarik dari peredaran.
Jadi, begitulah kisah singkatnya. Samba bukan sekedar seni, tetapi juga medium perlawanan.
Ira Kusumah
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid