Mahasiswa Peringati Tragedi UBL Berdarah

BANDAR LAMPUNG: Puluhan mahasiswa melakukan aksi untuk menandai peringatan 11 tahun kekejaman militer atas demonstrasi damai mahasiswa untuk menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) tahun 1999, atau dikenal dengan tragedi “UBL Berdarah”.

Peringatan dipusatkan di depan kampus UBL, tempat dua orang aktivis mahasiswa, yaitu Muhammad Yusuf Rizal dan Saidatul Fitria, tewas tertembak pasukan militer. “Di sinilah, dua orang kawan kita bersimbah darah untuk memperjuangkan demokrasi, kawan-kawan,” ujar seorang orator (28/9).

Dalam tuntutan aksinya disebutkan, agar pemerintah segera mengusut tuntas kejadian “UBL berdarah” ini, menyeret seluruh pelakunya ke meja hijau, dan membangun tugu peringatan untuk mengenan para korban dan peristiwa tersebut.

Sementara ketua LMND Bandar Lampung, Isnan Subkhi, menyatakan bahwa tragedi 11 tahun silam bukan hanya menandai perjuangan “heroik” mahasiswa, tetapi juga mewariskan semangat kepada generasi pelanjut untuk melanjutkan “tongkat perjuangan”.

“Jika kawan-kawan di masa lalu berjuang untuk demokrasi dan anti-militerisme, maka sekarang ini perjuangan harus ditingkatkan untuk menjadi anti-neoliberalisme dan anti-imperialisme,” ungkapnya.

Adapun organisasi yang terlibat dalam peringatan ini, antara lain, UKPM-Teknokra Unila, UKM-BS UBL, UKM-Mapala UBL, LMND, SRMI, IMM, PMKRI, dan PRD.

Hampir Terlupakan

Penolakan terhadap RUU PKB terjadi di seluruh negeri, terutama di Jakarta, Lampung, Palembang, yang menyebabkan sejumlah mahasiswa gugur di tangan militer. Di Jakarta, salah satu korbannya adalah mahasiswa UI, Yun Hap, yang tertembak di depan Kampus Atmajaya.

Di lampung, perjuangan mahasiswa menentang RUU PKB menewaskan dua orang mahasiwa, yaitu Muhammad Yusuf Rizal dan Saidatul Fitria. Selain dua orang korban tewas, terjangan peluru militer juga melukai 44 orang saat militer menyerbu masuk kampus Universitas Bandar Lampung (UBL).

Di Palembang, Meyer Ardiansyah, seorang mahasiswa Universitas IBA Palembang, tewas ditusuk sangkur oleh aparat militer di depan markas Kodam II/Sriwijaya.

Kasus ini sudah hampir terlupakan orang, terutama petinggi-petinggi politik yang seharusnya berkewajiban mengusut tuntas kejadian ini dan menyeret para pelakunya ke meja hijau. Belum lagi, beberapa pentolan aktivis 1998 yang sekarang ini menjadi anggota DPR atau bagian dari pemerintahan, seakan lupa dengan kejadian ini. (Rh, Sylvia Akbar)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid