Ketika Rakyat Dituduh ‘Penghuni Ilegal’

Ratusan korban penggusuran di Jalan Pemuda, Jakarta Timur, harus rela memilih tinggal di kolong jembatan. Sebelumnya, pada 6 Februari 2012, sebanyak 800-an orang Satpol PP, Polisi, dan TNI menghancurkan bangunan tempat tinggal mereka.

Pihak penggusur beralasan, lahan seluas 9.820 meter yang diduduki oleh warga tersebut merupakan milik Dinas Pemadam Kebakaran. Karenanya, dengan alasan sesat itu, 150-an bangunan di atas lahan itu dianggap ‘bangunan liar’.

Nasib hampir serupa juga dialami oleh warga Tanah Merah di Plumpang, Jakarta Utara. Sudah 30-an tahun mereka bermukim di daerah tersebut, tapi Pemda DKI dan Pemkot Jakarta Utara menolak memberi KTP. Alasannya: warga Tanah Merah merupakan penduduk illegal karena tinggal di atas tanah milik PT Pertamina.

Muncul pertanyaan: apakah konsep agraria Indonesia (UUPA 1960) mengenal rakyat sebagai penghuni illegal di atas tanah di wilayah NKRI?

Dalam penjelasan UU Pokok Agraria tahun 1960 dikatakan: “Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.

Akan tetapi, menurut penjelasan UUPA 1960, pengertian “dikuasai” dalam pasal ini bukanlah berarti “dimiliki”, melainkan dalam pengertian: Negara, sebagai organisasi kekuasaan rakyat Indonesia, diberi hak memberi “wewenang”.

Adapun wewenang yang dimaksud:

  1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya.
  2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu.
  3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Akan tetapi, lebih lengkap lagi, penjelasan UUPA 1960 menegaskan bahwa semua proses pemberian wewenang oleh negara itu harus bertujuan: untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

Seberapa jauh kekuasaan negara atas tanah? Penjelasan UUPA 1960 kembali menjelaskan dengan lengkap: “Kekuasaan Negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu.” Artinya: jika tanah itu sudah dikuasai oleh seorang warga negara Indoenesia, maka negara tidak punya kekuasaan lagi untuk mengambil-alih tanah itu.

Kemudian, pasal 6 UUPA 1960 juga menegaskan: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Dalam penjelasan UUPA 1960 dikatakan sebagai berikut: hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.

UUPA 1960 adalah turunan dari pasal 33 UUD 1945 (asli). Penyusunan UUPA 1960 berada dalam semangat para pendiri bangsa, termasuk Bung Karno, untuk melikuidasi struktur agraria yang masih berbau kolonialisme dan menghisap rakyat.

Dengan melihat ketentuan UUPA 1960, juga ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka peruntukan tanah mestilah mengutamakan rakyat. Dengan demikian, konsep agraria Indonesia yang benar tidak mengenal “penghuni illegal”, ‘perambah liar’, ‘bangunan liar’, dan lain-lain.

Dengan demikian, semua penggusuran rakyat di atas tanahnya adalah bertentangan dengan semangat UUD 1945 dan UUPA 1960. Bahkan, jika mengacu pada UUPA 1960, pengabaian negara terhadap “hak rakyat atas tanah” adalah pelanggaran konstitusional.

Sehingga, Gubernur Fauzi Bowo, termasuk Presiden SBY sekalipun, tidak punya hak untuk mengusir seorang rakyat Indonesia pun di atas tanahnya. Gubernur Fauzi Bowo, juga Presiden SBY, hanyalah perkakas dari sebuah organisasi bernama Negara. Sedangkan negara, dalam pengertian UUD 1945 dan rumusan para founding father, adalah ‘organisasi kekuasaan seluruh rakyat’.

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid