Komisi Pemilihan Umum Ekuador mengumumkan waktu penyelenggaraan pemilihan presiden pada 20 Agustus 2023. Pilpres ini lebih cepat dari jadwal yang seharusnya yaitu pada tahun 2025.
Sebelumnya, Presiden Guillermo Lasso menerbitkan dekrit pembubaran parlamen Majelis Nasional yang mengancamnya dengan impeachment. Mekanisme ini dikenal dalam konstitusi Ekuador dengan istilah “muerta cruzada” atau sama-sama mati.
Konsekuensi dari keluarnya dekrit tersebut adalah pemilu harus diadakan selambat-lambatnya 90 hari kemudian untuk memilih presiden dan anggota parlamen tingkat nasional. Dalam kurun waktu tersebut Lasso tetap menjabat sebagai presiden.
Pada pertengahan Mei lalu parlamen yang dikuasai oleh oposisi mempersiapkan voting untuk impeachment terhadap Lasso, presiden yang berasal dari kubu sayap kanan, sehubungan dengan keterlibatannya dalam skandal korupsi di perusahan minyak Ekuador (FLOPEC). Guillermo Lasso mendahului rencana voting tersebut dengan menerbitkan dekrit pembubaran parlamen tanggal 17 Mei 2023.
Dikutip dari laporan Prensa Latina, terdapat delapan calon presiden akan bertarung dalam pilpres mendatang. KPU setempat memberikan anggaran secara merata kepada masing-masing calon sebesar 309,000 dolar AS atau sekitar 4,6 miliar rupiah untuk memasang iklan kampanye. Kandidat sayap kiri dari Partai Gerakan Revolusi Warga Negara (RC), Luisa Gonzalez, sementara ini unggul dalam berbagai survey. Namun sebagian pengamat meramalkan pilpres akan berlangsung dalam dua putaran. Partai RC yang saat ini menguasai parlamen dipimpin oleh Rafael Correa, mantan presiden sayap kiri Ekuador
(dom)


