Pak Menteri, Mobil Murah Untuk Siapa?

Mendengar pernyataan Menteri Perindustrian MS Hidayat soal program mobil murah, saya teringat penggalan puisi WS Rendra: maksud baik saudara untuk siapa?

Untuk diketahui, tiga produsen otomotif baru-baru ini meluncurkan low cost green car (LCGC) atau mobil murah ramah lingkungan. Proyek ini sebetulnya bagian dari inisiatif pemerintah.

Pemerintah mengklaim, produk otomotif tersebut dinanti-nanti oleh banyak orang. Maklum, harga mobil ini terbilang murah, yakni Rp 76 juta – Rp 100 juta. Tak hanya itu, mobil ini juga dianggap ramah lingkungan.

Namun, banyak juga yang mengkhawatirkan program ini justru akan memperparah kemacetan di kota-kota besar. Salah satunya adalah Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Ia sadar, banjir bah mobil murah tersebut akan membuat kemacetan di Jakarta makin tidak terkendali.

Yang menarik adalah jawaban Menteri Perindustrian MS Hidayat terhadap penolakan tersebut. Menurut dia, program tersebut ditujukan kepada rakyat yang berpenghasilan kecil dan menengah.

“Kasih tahu Pak Jokowi, ini juga ditujukan kepada rakyat yang berpenghasilan kecil dan menengah, rakyat yang mencintai dia juga. Harus diberikan kesempatan kepada rakyat kecil yang mencintai Pak Jokowi untuk bisa membeli mobil murah,” kata Hidayat.

Tak hanya itu, politisi asal partai Golkar itu berseloroh, “Indonesia sudah 68 tahun merdeka, masa rakyat miskin tidak boleh membeli mobil murah.”

Benarkah program mobil murah itu untuk rakyat kecil?

Klaim MS Hidayat itu patut dipertanyakan. Saya kira, persoalan pokok rakyat Indonesia saat ini masih berkutat di pemenuhan kebutuhan dasar. Untuk diketahui, hingga tahun 2011, masih ada 11,7 Juta anak Indonesia yang tidak pernah tersentuh pendidikan dasar. Angka putus sekolah juga masih sangat tinggi. Tak hanya itu, masih ada 13 juta rakyat Indonesia yang belum punya rumah. PNS saja masih ada 25% yang belum punya rumah sendiri.

Di bidang kesehatan, masih 6,2 juta jiwa penduduk Indonesia tidak memiliki akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sementara 36 juta penduduk Indonesia yang tak punya akses terhadap fasilitas kesehatan sekunder. Lalu, ada 48 persen penduduk Indonesia belum dapat mengakses sistem sanitasi bersih. Dan jangan lupa, masih ada 8 juta anak Indonesia yang kurang gizi.

Harga pangan akhir-akhir ini juga melambung. Alih-alih membeli mobil, membenuhi kebutuhan pangan saja sulit. Catatan BPS pada tahun 2012 menyebutkan, rata-rata pengeluaran penduduk untuk pangan mencapai 49,89 persen. Bahkan, bagi keluarga miskin, pengeluaran mereka untuk keperluan pangan mencapai 73,5 persen.

Dengan demikian, bila memenuhi kebutuhan dasar saja sulit, kok rakyat diajak membeli mobil. Promosi konsumsi di tengah kemiskinan seperti sekarang justru menjerat rakyat dalam utang.

Di sinilah ketidaksetujuan saya dengan pak Menteri. Ukuran perbaikan kesejahteraan rakyat pasca 68 tahun Merdeka itu bukan kepemilikan mobil, melainkan pemenuhan hak dasar. Amanat pembukaan UUD 1945 sudah jelas: memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Lagipula, kemajuan sebuah bangsa tidak diukur dari kekayaan material, melainkan pembangunan kualitas sumber daya manusianya.

Selain itu, ada hal sangat janggal ketika seorang Menteri Perindustrian MS Hidayat bicara mobil murah. Semua produsen mobil murah itu adalah perusahaan asing, yakni Toyota dan Daihatsu. Inilah yang terasa janggal: seorang Menteri Perindustrian gembar-gembor memasarkan produk dari perusahaan asing?

Saya kira, yang paling diuntungkan dari proyek ini adalah industri otomotif asing. Bayangkan, mereka akan mendapat akses pasar di 500-an kota di seluruh Indonesia. Sudah begitu, mereka mendapat insentif dari pemerintah.

Saya kira, kalau mau bicara penghematan energi, khususnya BBM, bukan dengan cara menambah mobil atau kendaraan pribadi. Yang mendesak dilakukan pemerintah adalah membangun sistem transportasi massal yang modern. Pemerintah seharusnya memberikan insentifnya kepada pengelola angkutan umum agar mereka bisa melakukan peremajaan dan perbaikan layanan.

Selain itu, kalau mau hemat energi dan pro-lingkungan, kenapa pemerintah tidak mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan sepeda. Banyak kota besar di dunia, seperti Buenos Aires dan Amsterdam, justru menggalakkan warganya menggunakan sepeda. Selain hemat energi dan ramah lingkungan, gerakan sepeda juga mengurangi potensi kecelakaan maut yang menelan korban jiwa.

Jadi, Pak Menteri, maksud baik saudara untuk siapa?

Lily Nurhayani, kontributor Berdikari Online

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid