Junta Militer Niger mengumumkan larangan ekspor uranium yang merupakan sumber daya terbesar di negeri tersebut. Larangan ini akan menimbulkan masalah besar pada Prancis dan Uni Eropa yang selama ini bergantung pada pasokan uranium dari Niger.
Hari rabu (26/7) lalu militer Niger telah melakukan kudeta terhadap pemerintahan Mohamed Bazoum lantas membentuk Dewan Nasional Pengawal Tanah Air yang dipimpin oleh Jenderal Abdourahamane Tiani.
Sebuah akun media sosial X berbasis Afrika, @Africa_Archives mengatakan 50 persen ekstrak uranium dari Niger digunakan untuk menghidupkan pembangkit listrik tenaga nuklir di Prancis. Sementara 24 persen impor uranium Uni Eropa datang dari Niger.
Ditambahkan bahwa 1 dari 3 bola lampu di Prancis menggunakan tenaga uranium yang dihasilkan Niger. Sebagai kontrasnya, 80 persen rakyat Niger belum menikmati listrik sampai hari ini.
Sementara itu dilaporkan bahwa Prancis sedang mencari legitimasi dari pemerintahan yang digulingkan untuk melancarkan aksi militer ke Niger. Kolonel Amadou Abdramane, salah satu pimpinan junta, mengatakan pada RT bahwa Prancis sedang bersiap untuk melakukan aksi militer, khususnya untuk membebaskan Presiden Mohamed Bazoum yang sedang ditahan di istana kepresidenan.
Sebelumnya Presiden Prancis, Emanuel Macron telah mengecam kudeta tersebut dan menuntut kepada junta militer untuk mengembalikan pemerintahan yang sah. Kudeta di Niger merupakan kejadian aksi kudeta yang ketiga di negeri bekas koloni Prancis di Afrika. Sebelumnya kudeta serupa terjadi di Mali dan Burkina Faso. Aksi-aksi militer ini terjadi di tengah kuatnya sentimen anti-Prancis di negeri-negeri tersebut akhir-akhir ini.
(dom)

