Asia Tenggara adalah kawasan dinamis yang terdiri dari beragam negara dengan keragaman dan keunikan ekonomi, politik, sosial dan hubungan internasional antara negara-negara anggotanya; memiliki pengaruh signifikan di tingkat regional maupun global dengan peran penting dalam ekonomi dan politik. Asia Tenggara berposisi sangat strategis dalam geopolitik global, sebagai kunci perdamaian maupun sebagai potensi titik panas konflik. Letak geografisnya strategis, kekayaan sumber daya alam, serta keragaman politik dan ekonomi membuat kawasan ini menjadi penting dalam dinamika kekuatan global.
Negara-negara di Asia Tenggara dan Pengaruhnya
| No. | Negara | Ekonomi | Politik | Global |
| 1. | Indonesia | Ekonomi terbesar di kawasan, memiliki peran penting dalam ASEAN dan perekonomian global, terutama dalam sektor sumber daya alam. | Sistem demokrasi yang stabil dan populasi terbesar di kawasan, dianggap sebagai pemimpin tidak resmi ASEAN. | Anggota G20, berperan sebagai ekonomi utama dunia. |
| 2. | Thailand | Industri pariwisata dan pertanian yang kuat, ekonomi terbesar kedua di kawasan. | Memiliki sejarah politik bergolak, sering ada kudeta, pemain penting di Asia Tenggara. | Hub penting untuk manufaktur dan ekspor di Asia. |
| 3. | Malaysia | Ekonomi yang sangat diversifikasi, terkemuka dalam sektor manufaktur, finansial, dan sumber daya alam. | Kestabilan politik relatif dan kebijakan luar negeri yang aktif. | Berperan penting dalam perdagangan
internasional, terutama elektronik dan minyak sawit. |
| 4. | Singapura | Pusat keuangan global, memiliki ekonomi sangat terbuka dan kompetitif. | Contoh keberhasilan pembangunan ekonomi dan stabilitas politik. | Hub logistik dan keuangan penting di Asia dan dunia. |
| 5. | Filipina | Ekonomi tumbuh cepat dengan sektor jasa kuat, termasuk BPO (Business Process Outsourcing). | Sering dipengaruhi hubungannya dengan AS dan isu-isu internal seperti pemberontakan. | Berperan penting dalam pasar tenaga kerja global dengan jumlah pekerja migran besar. |
| 6. | Vietnam | Ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia, berkat reformasi ekonomi dan investasi asing yang besar. | Pemerintahan komunis, telah menunjukkan keterbukaan terhadap ekonomi pasar bebas. | Tuan rumah bagi banyak perusahaan multinasional, berkat biaya tenaga kerja rendah dan kebijakan pro- investasi. |
| 7. | Myanmar | Kaya sumber daya alam tetapi masih termasuk negara termiskin di kawasan. | Mengalami pergolakan politik yang signifikan, termasuk kudeta militer dan konflik etnis. | Krisis politik dan etnis menarik perhatian dan kecaman internasional, mempengaruhi hubungan dengan negara-negara lain. |
| 8. | Kamboja | Pertumbuhan ekonomi yang stabil, terutama melalui tekstil dan | Sering dikritik karena kepemimpinan otoriternya. | Terlibat dalam banyak proyek infrastruktur dengan dukungan China. |
| pariwisata. | ||||
| 9. | Laos | Berkembang dalam sektor energi, terutama hidroelektrik. | Pemerintahan komunis tertutup dengan kontrol politik kuat. | Terlibat dalam proyek- proyek infrastruktur besar, seperti kereta api yang didanai China. |
| 10. | Brunei | Ekonomi sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas. | Monarki absolut dengan kestabilan politik tinggi. | Berpendapatan per kapita tinggi dan terlibat dalam kegiatan ekonomi dengan negara-negara tetangga serta investasi global. |
Faktor-Faktor yang Menjadikan Asia Tenggara Penting
1. Lokasi Strategis:
Asia Tenggara terletak di antara Samudera Hindia dan Pasifik, di antara tiga raksasa Asia yaitu China, India, dan Jepang; memiliki posisi strategis sangat penting dalam peta politik ekonomi global dengan menjadi jalur utama perdagangan internasional dan logistik global. Asia Tenggara memainkan peran penting dalam perdagangan internasional, dengan beberapa jalur utama yang menghubungkan berbagai bagian dunia. Jalur-jalur ini sangat penting bagi ekonomi global karena mereka mengangkut sejumlah besar barang, termasuk energi, bahan mentah, dan produk jadi.
Jalur-Jalur Perdagangan Internasional di Asia Tenggara
| No. | Nama
Jalur |
Lokasi | Arti Penting | Keamanan |
| 1 | Selat
Malaka |
Terletak antara Semenanjung Malaysia dan Pulau Sumatera di Indonesia. | Salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Sekitar
25% dari perdagangan laut global melewati selat ini. Termasuk minyak mentah yang diangkut dari Timur Tengah ke pasar-pasar di Asia Timur seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. |
Selat ini sering menjadi perhatian karena masalah keamanan, termasuk risiko pembajakan dan potensi kecelakaan maritim. |
| 2 | Selat
Sunda |
Terletak antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera di Indonesia. | Jalur alternatif bagi kapal- kapal yang menghindari Selat Malaka. Meskipun tidak sepadat Selat Malaka, selat ini tetap penting untuk perdagangan regional. | |
| 3 | Laut China Selatan | Menghubungkan
Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia, berbatasan dengan beberapa negara termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. |
Jalur strategis dengan lebih dari sepertiga perdagangan maritim dunia; termasuk perdagangan minyak dan gas, serta barang-barang manufaktur. | Merupakan daerah dengan banyak sengketa teritorial, terutama antara China dan negara-negara ASEAN lainnya, yang berpotensi mengganggu stabilitas dan keamanan jalur perdagangan ini. |
| 4 | Selat
Lombok |
Terletak antara Pulau Bali dan Pulau Lombok di Indonesia. | Jalur penting bagi kapal- kapal yang mengangkut barang antara Samudra Pasifik dan Samudra |
| Hindia, terutama bagi kapal-kapal besar yang mungkin kesulitan melewati Selat Malaka. | ||||
| 5 | Selat
Makassar |
Selat Makassar terletak
antara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. |
Jalur penting bagi kapal-
kapal yang mengangkut barang antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, terutama bagi kapal-kapal besar yang mungkin kesulitan melewati Selat Malaka. |
2. Sumber Daya Alam:
Kawasan ini kaya akan sumber daya alam seperti minyak bumi, gas alam, mineral, dan keanekaragaman hayati. Penguasaan dan pengelolaan sumber daya ini sering menjadi titik konflik antar negara maupun dalam negeri. Nesadurai (2003) mempelajari interaksi antara globalisasi, politik domestik, dan regionalisme dengan fokus pada pengelolaan sumber daya alam dalam konteks AFTA; mengeksplorasi politik sumber daya mempengaruhi kebijakan perdagangan dan kerjasama regional di Asia Tenggara. Buku yang dieditori McCarthy (2006) menganalisis tentang sumber daya alam, termasuk minyak, gas, dan mineral, telah mempengaruhi politik dan ekonomi Indonesia; membahas isu-isu kritis seperti korupsi, reformasi kebijakan, dan konflik sumber daya, memberikan tantangan dan peluang pembangunan berkelanjutan. Walker (2012) menyelidiki sumber daya alam khususnya di sektor pertanian membentuk dinamika politik di pedesaan Thailand; hubungan antara kekayaan alam, konflik lahan dan identitas politik, berpengaruh terhadap struktur sosial-politik. Dalam buku yang dieditori King (2013) mengkaji interaksi antara pembangunan ekonomi dan kebijakan pengelolaan lingkungan di Malaysia, dengan fokus pada pengelolaan tantangan yang dihadapi negara kaya sumber daya dalam pembangunan berkelanjutan. Buku yang dieditori Carnegie (2017) menganalisis tentang industri minyak dan gas Indonesia dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan, kegiatan sektor ini mempengaruhi kebijakan lokal dan nasional dengan penekanan pada upaya mitigasi dan adaptasi yang dilakukan oleh pemerintah dan komunitas.
Negara di Asia Tenggara dengan Sumber Daya Alam: Minyak Bumi, Gas Alam, Mineral dan Keanekaragaman Hayati
| No. | Negara | Minyak Bumi dan Gas Alam | Mineral | Keanekaragaman Hayati |
| 1. | Indonesia | Produsen minyak dan gas terbesar di Asia Tenggara, dengan sumber daya ini tersebar di berbagai wilayah seperti Sumatra, Kalimantan, dan Papua. | Kaya mineral, termasuk
emas, nikel, tembaga, dan timah. |
Keanekaragaman hayati tinggi, terutama di hutan tropis luas di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan Papua, serta ekosistem laut di Kepulauan Raja Ampat. |
| 2. | Malaysia | Memiliki cadangan minyak dan gas signifikan, terutama di lepas pantai di Sarawak dan Sabah. | Kaya sumber daya timah, bauksit, dan bijih besi. | Memiliki hutan hujan tropis kaya flora dan fauna, terutama di Borneo. |
| 3. | Brunei | Penghasil minyak dan gas alam utama di kawasan | – | Memiliki hutan hujan kaya keanekaragaman hayati. |
| dengan ekstraksi terfokus di lepas pantai. | ||||
| 4. | Vietnam | Memiliki cadangan minyak dan gas, terutama di lepas pantai di Laut China Selatan. | Sumber daya mineral seperti bauksit, batu bara, dan fosfat. | Kaya keanekaragaman hayati dengan berbagai tipe ekosistem. |
| 5. | Myanmar | Kaya cadangan gas alam dan memiliki sejumlah kecil minyak bumi. | Kaya berbagai mineral seperti batu mulia, timah, dan tembaga. | Hutan di Myanmar bagian dari salah satu hotspot keanekaragaman hayati di dunia. |
| 6. | Filipina | Memiliki beberapa cadangan minyak dan gas, meski dalam skala lebih kecil. | Memiliki
deposit besar emas, nikel, dan tembaga. |
Dikenal dengan kekayaan hayati khususnya spesies endemik di kepulauan. |
| 7. | Thailand | Memiliki produksi minyak dan gas moderat, sebagian besar dari lepas pantai Teluk Thailand. | Sumber daya seperti batu bara, timah, dan batu kapur. | Memiliki berbagai ekosistem dari hutan hujan sampai habitat laut. |
3. Dinamika Politik dan Pertumbuhan Ekonomi:
Negara-negara di Asia Tenggara memiliki berbagai sistem pemerintahan, dari demokrasi hingga rezim otoriter. Ini menimbulkan potensi konflik internal dan eksternal, tergantung pada kebijakan domestik dan internasional masing-masing negara. Stabilitas politik relatif di beberapa negara anggota ASEAN membuat kawasan ini menarik bagi investasi. Namun, ada juga tantangan seperti sengketa Laut China Selatan yang mempengaruhi dinamika politik regional. Banyak negara di kawasan ini yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat, membuat mereka menjadi pasar yang menarik bagi investasi dan perdagangan internasional. Asia Tenggara dengan populasi lebih dari 650 juta orang merupakan pasar yang sangat besar dan terus berkembang. Konsumsi domestik yang meningkat menciptakan peluang bagi perusahaan multinasional.
Potensi konflik di Asia Tenggara diantaranya adalah (1) persaingan kekuasaan: Asia Tenggara menjadi arena persaingan kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China. Kedua negara ini berusaha memperkuat pengaruh mereka melalui kerjasama ekonomi, militer, dan diplomasi. Persaingan di antara negara-negara besar tersebut sering kali diperumit oleh aliansi dan kepentingan strategis, meningkatkan risiko konflik militer atau proxy wars. (2) Isu teritorial: klaim teritorial yang tumpang tindih, khususnya di Laut China Selatan, merupakan sumber utama ketegangan yang berpotensi menyulut konflik bersenjata. (3) Isu internal: konflik etnis dan agama, serta ketidakstabilan politik dalam beberapa negara, dapat menyebar dan mempengaruhi stabilitas regional secara keseluruhan. Agama berperan dalam nasionalisme di Asia Tenggara dan berkontribusi pada konflik atau koherensi sosial dalam negara, faktor agama bisa mempengaruhi politik dan keamanan internal serta regional (Liow, 2016).
Konflik Internal Negara-Negara di Asia Tenggara
| No. | Negara | Kasus | Konflik |
| 1 | Indonesia | Aceh: | Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berjuang untuk kemerdekaan dari Indonesia sejak tahun 1976 hingga perjanjian damai tahun 2005. Konflik ini berakar pada ketidakpuasan terhadap distribusi hasil sumber daya alam dan ketidakadilan sosial. |
| Papua: | Konflik antara pemerintah Indonesia dan gerakan separatis di Papua berlanjut hingga kini, dengan tuntutan kemerdekaan dan otonomi lebih besar. | ||
| 2 | Filipina | Mindanao: | Konflik di Mindanao melibatkan pemerintah Filipina dan kelompok separatis Muslim, seperti Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan Abu Sayyaf. Konflik ini dipicu oleh ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik terhadap Muslim Mindanao. |
| Komunisme: | Gerakan New People’s Army (NPA) sebagai sayap militer Partai
Komunis Filipina telah melakukan pemberontakan sejak tahun 1969 dengan tujuan menggulingkan pemerintah. |
||
| 3 | Thailand | Patani | Konflik di Provinsi Patani di Thailand Selatan melibatkan pemberontak Muslim Melayu yang menuntut otonomi atau kemerdekaan dari pemerintah Thailand. |
| Gerakan Pro- Demokrasi | Ketegangan politik antara pemerintah dan gerakan pro- demokrasi, seperti Kaos Merah yang mendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, sering kali berujung pada protes dan bentrokan. | ||
| 4 | Myanmar | Konflik Etnis | Myanmar menghadapi berbagai konflik etnis, termasuk konflik antara pemerintah dan kelompok etnis minoritas seperti Kachin, Shan, dan Karen. Konflik ini sering kali terkait dengan tuntutan otonomi dan hak-hak etnis. |
| Rohingya | Krisis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, di mana minoritas Muslim Rohingya mengalami diskriminasi dan kekerasan, menyebabkan pengungsian massal dan krisis kemanusiaan. |
Konflik berdampak pada sektor ekonomi, sosial dan politik. Diantara dampaknya adalah ketidakstabilan politik dan konflik bersenjata menghambat investasi asing dan pertumbuhan ekonomi serta biaya tinggi untuk militer dan pemulihan pasca- konflik. Kemudian, pengungsian massal dan krisis kemanusiaan seperti yang terlihat dalam krisis Rohingya, dan trauma dan disrupsi sosial jangka panjang di masyarakat yang terkena dampak konflik. Selain itu, konflik internal melemahkan pemerintah dan dapat menyebabkan perubahan rezim atau krisis politik, sedangkan konflik antar negara dapat mempengaruhi hubungan diplomatik dan kerjasama regional.
Konflik Antar Negara di Asia Tenggara
| No. | Pihak Terlibat | Masalah | Tindakan |
| 1 | Laut China Selatan (Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan) | Sengketa teritorial atas Kepulauan Spratly dan Paracel, yang kaya akan sumber daya alam dan strategis untuk jalur pelayaran internasional. | Klaim tumpang tindih dan pembangunan militer oleh Tiongkok di pulau-pulau buatan menyebabkan ketegangan dan peningkatan militerisasi di kawasan ini. |
| 2 | Thailand vs. Kamboja | Sengketa perbatasan wilayah di sekitar Kuil Preah Vihear. | Konflik ini memuncak pada bentrokan militer di tahun 2008 dan
2011, meskipun Mahkamah Internasional telah memutuskan bahwa kuil tersebut berada di |
| wilayah Kamboja. | |||
| 3 | Myanmar vs. Bangladesh | Krisis pengungsi Rohingya, ratusan ribu Rohingya melarikan diri ke Bangladesh akibat kekerasan dan penganiayaan di Myanmar. | Ketegangan diplomatik dan upaya internasional untuk repatriasi pengungsi Rohingya ke Myanmar. |
Upaya penyelesaian konflik dilakukan dengan diplomasi dan negosiasi, intervensi internasional, dan reforma sosial dan ekonomi. ASEAN memainkan peran penting dalam mediasi dan penyelesaian konflik antar negara anggotanya. Perjanjian damai dan negosiasi bilateral, seperti yang dilakukan Indonesia dengan GAM di Aceh, dapat menjadi model penyelesaian konflik. PBB dan organisasi internasional lainnya sering kali terlibat dalam mediasi dan bantuan kemanusiaan, seperti dalam krisis Rohingya. Mahkamah Internasional dapat menjadi forum untuk menyelesaikan sengketa perbatasan, seperti kasus Thailand dan Kamboja. Kebijakan inklusif dan reformasi agraria dapat membantu mengurangi ketegangan sosial dan ekonomi yang menjadi akar konflik. Investasi dalam pembangunan dan program kesejahteraan sosial untuk mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan. Konflik internal dan antar negara di Asia Tenggara mencerminkan kompleksitas dan dinamika politik, sosial, dan ekonomi di kawasan tersebut. Upaya penyelesaian yang efektif memerlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk diplomasi, reformasi internal, dan kerjasama internasional. Meskipun tantangan besar, stabilitas dan perdamaian di Asia Tenggara dapat dicapai melalui dialog dan tindakan kolektif yang berkelanjutan.
Stubbs (2005) menganalisis pertumbuhan ekonomi cepat di Asia Tenggara berkaitan dengan stabilitas politik dan konflik, ia menggali kondisi politik di kawasan ini mempengaruhi ekonomi dan negara-negara Asia Tenggara berinteraksi dengan kekuatan ekonomi global; ia menawarkan perspektif kritis terhadap narasi kemajuan ekonomi yang seringkali tidak mempertimbangkan faktor politik dan sosial. ASEAN membentuk komunitas keamanan di Asia Tenggara untuk menghadapi tantangan regional dan global. Acharya (2009) mengeksplorasi evolusi ASEAN dalam konteks komunitas keamanan, menilai ASEAN dalam mengatasi tantangan keamanan regional, menyelidiki strategi ASEAN dalam mengelola konflik dan kerjasama antar anggota serta pengaruhnya terhadap stabilitas regional dan global. ASEAN berusaha menjadi pemain utama dalam mencegah konflik di kawasan, meskipun dengan tantangan yang signifikan karena kekurangan struktural dan ketegangan internal. ASEAN berupaya menciptakan kawasan yang stabil di tengah persaingan kekuatan besar. Goh (2013) menyelidiki negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Timur beradaptasi dengan perubahan kekuasaan di kawasan pasca Perang Dingin, membahas usaha mereka untuk mempertahankan stabilitas dan keamanan di tengah tekanan dari kekuatan regional dan global. ASEAN dalam kerjasama dan konflik, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh dinamika kekuasaan global.
4. Konflik dan Kerjasama Regional:
Isu-isu seperti klaim wilayah di Laut China Selatan dan isu etnis dan agama dapat meningkatkan ketegangan, tetapi juga ada upaya kerjasama melalui ASEAN dan forum regional lainnya yang berusaha untuk meningkatkan stabilitas dan kerjasama.
Globalisasi mempengaruhi kebijakan domestik dan regionalisme di Asia Tenggara. Nesadurai (2003) berfokus pada analisis tentang Area Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) dengan mengkaji tantangan dan peluang yang dihadapi oleh ASEAN dalam integrasi ekonomi regional dan pengaruhnya terhadap kebijakan nasional anggota- anggotanya dengan menggali peran strategis ASEAN dalam menavigasi kepentingan ekonomi global dan domestik. Simon (2008) skeptis terhadap efektivitas Forum Regional ASEAN (ARF) dalam menyediakan keamanan komunal di Asia dalam analisis perspektif kritis tentang kelemahan dan tantangan yang dihadapi oleh inisiatif keamanan regional ini, serta kepentingan nasional anggota sering mengalahkan agenda bersama. Goh (2016) memaparkan tentang China yang menggunakan pengaruhnya terhadap negara-negara berkembang di Asia, termasuk Asia Tenggara, dinamika kekuasaan di kawasan berpengaruh memicu konflik atau mempererat kerjasama. Mahbubani (2017) optimis tentang peran ASEAN dalam mempromosikan dan telah memainkan peran katalis dalam menjaga perdamaian dan stabilitas regional melalui kerjasama ekonomi dan politik meskipun memiliki keterbatasan, ASEAN berhasil menjaga kawasan Asia Tenggara relatif stabil dan damai dibandingkan dengan kawasan konflik lainnya di dunia. ASEAN berpengaruh dalam skala global dan potensinya berkontribusi pada tatanan dunia yang lebih harmonis. Emmerson (2020) menganalisis hubungan antara China dan negara-negara Asia Tenggara dengan fokus pada politik, ekonomi, dan keamanan dengan fokus pada konflik dan kerjasama, terutama di Laut China Selatan. China mempengaruhi dinamika regional dan negara-negara Asia Tenggara merespons, menyeimbangkan antara kerjasama dan persaingan, dan mengelola tantangan dan peluang yang ditimbulkan oleh kebangkitan China sebagai kekuatan global.
Potensi Asia Tenggara sebagai Kunci Perdamaian Dunia
ASEAN telah menciptakan beberapa inisiatif untuk meningkatkan integrasi ekonomi regional, seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi. Integrasi ekonomi melalui ASEAN dan kemitraan dengan blok ekonomi lainnya seperti RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) berpotensi meningkatkan interdependensi yang dapat mendorong perdamaian. Murray & Overton (2017) membahas pengaruh globalisasi pada geografi ekonomi dan sosial di Asia Tenggara termasuk pengintegrasian sumber daya alam seperti minyak, gas, dan mineral ke dalam pasar global; menawarkan perspektif kritis tentang keuntungan dan kerugian integrasi ekonomi global bagi negara-negara kaya sumber daya di kawasan ini. Inisiatif regional dan internasional untuk dialog dan resolusi konflik, termasuk forum multilateral dan pertemuan bilateral, berperan penting dalam mencegah eskalasi konflik. Proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan bersama yang melintasi negara dapat membantu mengurangi ketegangan dengan menciptakan ketergantungan mutual dan manfaat ekonomi bersama.
Kapitalisme di Asia Tenggara
Kapitalisme di Asia Tenggara telah berkembang secara signifikan selama beberapa dekade terakhir. Sistem ekonomi yang berbasis pada kepemilikan pribadi dan pasar bebas ini telah membentuk dinamika ekonomi di berbagai negara di kawasan
tersebut. Pengaruh kapitalisme terlihat dalam pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial, dan struktur politik.
Asia Tenggara telah mengalami berbagai bentuk konflik dan ketegangan kelas selama beberapa dekade. Konflik ini sering kali dipicu oleh kesenjangan ekonomi, ketidakadilan sosial, dan ketegangan etnis. Perang kelas, yang melibatkan perjuangan antara kelas pekerja dan elit penguasa, juga menjadi bagian dari dinamika politik dan sosial di kawasan ini.
Sejarah dan Perkembangan Kapitalisme di Asia Tenggara
Kolonialisme dan Pengaruh Barat:
Kolonialisasi oleh negara-negara Barat seperti Inggris, Prancis, dan Belanda memperkenalkan praktik kapitalis di Asia Tenggara. Infrastruktur dan sistem perdagangan modern mulai dikembangkan yang kemudian menjadi dasar bagi ekonomi kapitalis. Warisan kolonialisme di Asia Tenggara meninggalkan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang signifikan. Elit lokal sering kali berkolaborasi dengan kekuatan kolonial untuk mempertahankan kekuasaan dan kekayaan mereka, sementara mayoritas penduduk hidup dalam kemiskinan. Sistem feodal dan struktur tanah yang tidak adil memperparah kesenjangan sosial, menciptakan ketegangan yang berlanjut hingga era pasca-kemerdekaan.
Pasca-Kemerdekaan:
Setelah kemerdekaan, banyak negara di Asia Tenggara menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pasar. Singapura menjadi contoh sukses dari penerapan kapitalisme dengan kebijakan pro-bisnis dan pengembangan sektor industri dan jasa. Perang Vietnam (1955-1975) adalah contoh konflik yang melibatkan dimensi perang kelas, di mana perjuangan antara komunis dan anti- komunis mencerminkan ketegangan antara kelas pekerja dan elit yang berkuasa. Revolusi di negara-negara seperti Indonesia pada tahun 1965 dan Kamboja pada tahun 1975 juga menunjukkan unsur perang kelas, dengan perubahan radikal dalam struktur kekuasaan yang berusaha menghapuskan elit lama.
Karakteristik Kapitalisme di Asia Tenggara
Banyak negara di Asia Tenggara mengadopsi model ekonomi campuran, menggabungkan elemen kapitalisme dengan intervensi pemerintah yang signifikan. Indonesia dan Malaysia memiliki kebijakan ekonomi yang mengatur dan mendukung sektor swasta sambil mempertahankan kontrol negara atas sektor-sektor kunci. Pemerintah di banyak negara Asia Tenggara memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan industrialisasi, investasi infrastruktur, dan pendidikan. Singapura dan Malaysia dikenal dengan kebijakan industrialisasi yang kuat dan program pelatihan tenaga kerja yang ekstensif. Negara- negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, menarik investasi asing langsung (FDI) dan mengembangkan sektor manufaktur dan jasa. ASEAN juga berperan dalam mendorong perdagangan bebas dan integrasi ekonomi di kawasan ini.
Kapitalisme telah membawa peningkatan standar hidup dan pengurangan kemiskinan di banyak negara Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi yang pesat telah
menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan akses ke layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Kapitalisme juga menciptakan ketimpangan ekonomi yang signifikan, dengan kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang. Negara- negara seperti Indonesia dan Filipina masih menghadapi tantangan dalam mengatasi kesenjangan pendapatan dan akses terhadap kesempatan ekonomi. Kapitalisme telah mengubah struktur sosial di Asia Tenggara, dengan urbanisasi yang cepat dan perubahan dalam pola hidup masyarakat. Konsumerisme dan globalisasi budaya telah mengubah nilai-nilai tradisional dan membawa tantangan baru dalam mempertahankan identitas budaya.
Dampak Kapitalisme dalam Konflik dan Perang Kelas di Asia Tenggara
Konflik Agraria, Ketidakstabilan Politik dan Ketidakadilan Sosial:
Banyak konflik di Asia Tenggara berakar pada isu agraria. Reforma agraria yang tidak memadai dan ketidakadilan dalam distribusi tanah sering kali memicu ketegangan antara petani miskin dan tuan tanah. Konflik agraria di Filipina, gerakan petani telah lama berjuang untuk hak atas tanah melawan elit tanah dan perusahaan besar. Konflik dan perang kelas sering kali menyebabkan ketidakstabilan politik, menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial. Pemerintahan yang tidak stabil sering kali sulit untuk menarik investasi asing dan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif. Konflik kelas memperburuk ketidakadilan sosial, memperdalam kesenjangan antara kaya dan miskin. Ketidakadilan ini dapat memicu siklus kekerasan dan konflik yang berkepanjangan.
Gerakan Buruh dan Industri:
Industrialisasi yang pesat telah menciptakan kelas pekerja yang sering kali dihadapkan pada kondisi kerja yang buruk dan upah rendah. Ketidakpuasan ini memicu gerakan buruh dan serikat pekerja yang menuntut hak-hak mereka. Pemogokan buruh di industri manufaktur di Malaysia dan Thailand yang sering kali berujung pada bentrokan dengan pihak berwenang. Gerakan buruh di Asia Tenggara telah menjadi kekuatan penting dalam memperjuangkan hak-hak pekerja dan kondisi kerja yang lebih baik. Dengan pertumbuhan industri yang pesat di kawasan ini, gerakan buruh memainkan peran penting dalam menyeimbangkan dinamika ekonomi dan sosial. Asia Tenggara telah mengalami transformasi ekonomi yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir, dengan industrialisasi yang cepat dan pertumbuhan sektor manufaktur dan jasa. Namun, pertumbuhan ini seringkali disertai oleh tantangan seperti upah rendah, kondisi kerja yang buruk, dan hak-hak buruh yang terbatas.
Gerakan buruh di Asia Tenggara menghadapi berbagai tantangan yang signifikan, namun juga memiliki peluang besar untuk memperjuangkan hak-hak pekerja dan kondisi kerja yang lebih baik. Melalui advokasi yang kuat, kerjasama regional, dan adaptasi terhadap perubahan industri, gerakan buruh dapat terus memainkan peran penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi di kawasan ini. Tantangan yang dihadapi gerakan buruh di Asia Tenggara secara umum adalah (1) Upah Rendah, banyak pekerja di sektor manufaktur dan jasa menerima upah yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar. (2) Kondisi Kerja yang Buruk, lingkungan kerja yang tidak aman, jam kerja yang panjang, dan kurangnya jaminan kesehatan dan
keselamatan kerja. (3) Hak-Hak Buruh yang Terbatas, kebebasan berserikat dan hak untuk berunding secara kolektif sering kali dibatasi oleh kebijakan pemerintah dan pengusaha. (4) Kerja Informal, banyak pekerja yang terlibat dalam sektor informal tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial.
Prospek masa depan gerakan buruh di Asia Tenggara: (1) Digitalisasi dan Otomatisasi menghadirkan tantangan pekerjaan tradisional di sektor manufaktur dan jasa mungkin tergantikan oleh teknologi otomatisasi. Peluangnya adalah pelatihan ulang dan peningkatan keterampilan pekerja untuk mempersiapkan mereka menghadapi perubahan industri. (2) Perjanjian Perdagangan Internasional menjadikan tantangan perjanjian perdagangan dapat mempengaruhi kondisi kerja dan hak-hak buruh di negara-negara Asia Tenggara. Peluang advokasi untuk memasukkan standar kerja yang adil dalam perjanjian perdagangan. (3) Perubahan Iklim dan Keberlanjutan dengan tantangan perubahan iklim dapat mempengaruhi sektor-sektor seperti pertanian dan perikanan, yang banyak mempekerjakan pekerja di Asia Tenggara. Namun berpeluang pengembangan industri hijau dan pekerjaan ramah lingkungan. (4) Kerjasama Regional dengan tantangan perbedaan kebijakan dan standar kerja antar negara di Asia Tenggara, peluangnya ASEAN dapat memainkan peran penting dalam mengharmonisasi standar kerja dan meningkatkan perlindungan bagi pekerja.
Gerakan Buruh di Beberapa Negara Asia Tenggara
| No. | Negara | Gerakan Buruh |
|
1. |
Indonesia |
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)
Tujuan: Meningkatkan upah minimum, memperbaiki kondisi kerja, dan memperluas hak-hak buruh. Kegiatan: Aksi mogok kerja, demonstrasi, dan negosiasi dengan pemerintah dan pengusaha. |
| Gerakan Buruh Migran
Latar Belakang: Banyak pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri menghadapi eksploitasi dan perlakuan buruk. Tujuan: Melindungi hak-hak buruh migran dan memastikan kondisi kerja yang layak. |
||
|
2. |
Filipina |
Kilusang Mayo Uno (KMU)
Tujuan: Mempromosikan hak-hak buruh dan keadilan sosial melalui aksi langsung dan negosiasi kolektif. Kegiatan: Demonstrasi, mogok kerja, dan advokasi hak-hak buruh. |
| Migrante International
Latar Belakang: Menyediakan dukungan dan advokasi untuk pekerja migran Filipina yang menghadapi kondisi kerja yang buruk di luar negeri. Kegiatan: Kampanye internasional dan lobi untuk kebijakan yang lebih baik bagi pekerja migran. |
||
|
3. |
Thailand |
State Enterprise Workers’ Relations Confederation (SERC)
Tujuan: Memperjuangkan hak-hak pekerja di sektor negara dan meningkatkan kondisi kerja. Kegiatan: Negosiasi dengan pemerintah, demonstrasi, dan pendidikan buruh. |
| Federation of Thai Industries (FTI)
Tujuan: Memperkuat hubungan antara industri dan pekerja, serta memastikan praktik kerja yang adil. Kegiatan: Pelatihan, sertifikasi, dan negosiasi perjanjian kerja bersama. |
||
|
4. |
Malaysia |
Malaysian Trades Union Congress (MTUC)
Tujuan: Memperjuangkan hak-hak buruh dan meningkatkan kondisi kerja di berbagai sektor industri. |
| Kegiatan: Advokasi, kampanye publik, dan negosiasi dengan pemerintah dan pengusaha. | ||
| Tenaganita
Latar Belakang: Fokus pada pekerja migran dan buruh perempuan yang sering kali menghadapi eksploitasi. Tujuan: Melindungi hak-hak pekerja migran dan perempuan melalui advokasi dan dukungan hukum. |
Gerakan Sosial dan Politik:
Asia Tenggara dengan keragamannya yang luas, telah menjadi tempat berkembangnya berbagai gerakan sosial dan politik yang memiliki dampak signifikan terhadap perubahan sosial dan kebijakan di wilayah ini. Gerakan-gerakan ini mencerminkan perjuangan masyarakat untuk hak-hak sipil, keadilan sosial, demokrasi, dan perubahan politik. Gerakan sosial yang memperjuangkan keadilan ekonomi dan sosial sering kali berbenturan dengan pemerintah yang berusaha mempertahankan status quo. Gerakan demokrasi di Myanmar yang tidak hanya menuntut kebebasan politik tetapi juga keadilan ekonomi dan penghapusan ketidakadilan sosial. Gerakan sosial dan politik di negara-negara Asia Tenggara mencerminkan perjuangan yang terus berlanjut untuk keadilan, demokrasi, dan hak asasi manusia. Meskipun tantangan yang dihadapi seringkali signifikan, banyak gerakan ini telah menghasilkan perubahan yang berarti dan memperkuat suara masyarakat dalam proses politik.
| No. | Negara | Gerakan Sosial dan Politik |
|
1 |
Indonesia |
Gerakan Reformasi 1998
Gerakan ini dipicu oleh krisis ekonomi Asia 1997 dan meningkatnya ketidakpuasan terhadap rezim Orde Baru di bawah Presiden Suharto.Menuntut reformasi politik, penghapusan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), dan pembentukan demokrasi yang lebih inklusif.Suharto mengundurkan diri, dan Indonesia memasuki era reformasi dengan perubahan konstitusi dan peningkatan kebebasan politik. |
| Gerakan Anti-Korupsi
Korupsi yang merajalela di berbagai sektor pemerintahan dan swasta.Mendorong transparansi, akuntabilitas, dan pemerintahan yang bersih. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menjadi garda depan dalam upaya anti-korupsi. |
||
|
2 |
Thailand |
Gerakan Kaos Merah dan Kaos Kuning
Kaos Merah mendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dan menuntut reformasi demokratis. Kaos Kuning kelompok konservatif yang mendukung monarki dan elite militer, menentang pengaruh Thaksin. Ketegangan politik yang terus berlanjut, beberapa kudeta militer, dan perpecahan sosial yang mendalam. |
| Gerakan Pro-Demokrasi 2020
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan militer dan tuntutan untuk reformasi monarki. Pembatasan kekuasaan monarki, amandemen konstitusi, dan pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha. Protes damai, penggunaan media sosial, dan partisipasi luas dari mahasiswa dan generasi muda. |
||
|
3 |
Filipina |
Gerakan People Power (1986)
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan otoriter Ferdinand Marcos. Mengakhiri pemerintahan Marcos dan memulihkan demokrasi. Marcos digulingkan, dan Corazon Aquino menjadi presiden baru, menandai kembalinya demokrasi. |
| Gerakan Melawan Perang Narkoba
Kampanye anti-narkoba yang kontroversial di bawah Presiden Rodrigo Duterte. Mengakhiri kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia dalam pelaksanaan perang melawan narkoba. Organisasi Utamanya Human Rights Watch, Amnesty |
| International, serta berbagai organisasi lokal yang mengadvokasi hak asasi manusia. | ||
|
4 |
Malaysia |
Gerakan Reformasi (Reformasi)
Penangkapan Anwar Ibrahim dan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Mahathir Mohamad. Reformasi politik, kebebasan sipil, dan penghapusan korupsi. Gerakan ini menjadi landasan bagi pembentukan koalisi oposisi yang kuat, yang akhirnya berhasil memenangkan pemilu 2018. |
| Bersih Movement
Tuntutan untuk pemilu yang bersih dan adil. Reformasi sistem pemilu untuk memastikan transparansi dan keadilan. Demonstrasi besar-besaran, kampanye media sosial, dan partisipasi luas dari masyarakat. |
||
|
5 |
Myanmar |
Gerakan Demokrasi 8888 (1988)
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan militer dan kondisi ekonomi yang buruk. Transisi ke pemerintahan demokratis dan hak asasi manusia. Penindasan brutal oleh militer, namun menandai awal kebangkitan gerakan pro-demokrasi di Myanmar. |
| Protes Anti-Kudeta 2021
Kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi. Pemulihan pemerintahan sipil dan pembebasan tahanan politik. Demonstrasi damai, kampanye pembangkangan sipil, dan dukungan internasional. |
||
|
6 |
Vietnam |
Gerakan Lingkungan Hidup
Polusi dan kerusakan lingkungan akibat pembangunan industri yang cepat. Perlindungan lingkungan dan penerapan kebijakan lingkungan yang lebih ketat. VNGO&CC (Vietnam Non-Governmental Organizations and Climate Change Working Group) dan berbagai kelompok masyarakat sipil. |
| Advokasi Hak-Hak Buruh
Kondisi kerja yang buruk dan upah rendah di sektor industri. Peningkatan hak-hak buruh dan kondisi kerja yang lebih baik. Petisi, negosiasi dengan pemerintah, dan tekanan dari organisasi internasional. |
Reformasi Sosial:
Di sisi positif, tekanan dari gerakan kelas pekerja dan gerakan sosial dapat mendorong pemerintah untuk melaksanakan reformasi yang diperlukan. Contoh: Beberapa negara di Asia Tenggara telah memperkenalkan reforma agraria dan kebijakan kesejahteraan sosial sebagai respon terhadap tekanan dari gerakan sosial. Reformasi sosial di negara-negara Asia Tenggara adalah proses yang kompleks dan berkelanjutan, namun penting untuk mencapai pembangunan yang lebih adil dan inklusif. Melalui kerjasama regional, investasi sosial, inovasi teknologi, dan partisipasi masyarakat, negara-negara di kawasan ini dapat mengatasi tantangan sosial dan mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
| No. | Negara | Konflik/Perang Kelas |
|
1 |
Indonesia
(1965) |
Pada tahun 1965, Indonesia mengalami salah satu periode paling berdarah dalam sejarah modernnya. Gerakan 30 September (G30S) yang dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) memicu pembantaian besar-besaran terhadap anggota dan simpatisan PKI oleh militer dan kelompok-kelompok anti-komunis.
Konflik ini memiliki dimensi perang kelas, di mana gerakan komunis berusaha menggulingkan elit penguasa yang didukung oleh militer. |
|
2 |
Filipina | Konflik agraria yang berkepanjangan di Filipina melibatkan perjuangan antara petani miskin dan tuan tanah. Gerakan New People’s Army (NPA), sayap militer dari Partai Komunis Filipina, telah berjuang selama beberapa dekade melawan pemerintah dan elit tanah. Konflik ini mencerminkan ketegangan antara kelas pekerja di pedesaan dan elit yang berkuasa. |
|
3 |
Thailand | Thailand mengalami beberapa periode ketegangan kelas, terutama antara elit |
| penguasa di Bangkok dan penduduk pedesaan di bagian utara dan timur laut | ||
| negara itu. Gerakan Kaos Merah, yang mendukung mantan Perdana Menteri | ||
| Thaksin Shinawatra, mencerminkan ketidakpuasan rakyat miskin terhadap elit | ||
| yang berkuasa di Bangkok. | ||
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Tantangan Lingkungan:
Pertumbuhan ekonomi yang cepat sering kali mengorbankan lingkungan, dengan deforestasi, polusi, dan perubahan iklim menjadi masalah besar. Negara-negara di Asia Tenggara perlu menemukan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Asia Tenggara menghadapi tantangan lingkungan yang kompleks, namun terdapat banyak prospek untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Dengan menerapkan energi terbarukan, merestorasi dan mengonservasi hutan, mengelola sumber daya air dengan bijak, meningkatkan kesadaran lingkungan, dan memperkuat kerjasama regional dan internasional, kawasan ini dapat mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Infrastruktur dan Teknologi:
Peningkatan infrastruktur dan adopsi teknologi baru diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan infrastruktur dan teknologi di Asia Tenggara menghadapi tantangan yang kompleks namun juga menawarkan prospek yang menjanjikan. Melalui pengembangan infrastruktur hijau, transformasi digital, peningkatan pembiayaan dan investasi, resiliensi terhadap perubahan iklim, serta kolaborasi regional, kawasan ini dapat mencapai pembangunan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Kebijakan Sosial:
Kebijakan sosial yang inklusif diperlukan untuk mengatasi ketimpangan ekonomi dan memastikan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Kebijakan sosial yang inklusif di Asia Tenggara menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, namun prospek masa depannya cukup menjanjikan jika diiringi dengan upaya yang konsisten dan kolaboratif. Peningkatan akses pendidikan, penguatan sistem kesehatan, kebijakan ekonomi pro-inklusi, kolaborasi regional, serta kesadaran dan pendidikan lingkungan adalah beberapa langkah kunci untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di wilayah ini.
Kesimpulan
Asia Tenggara memegang kunci penting dalam perdamaian maupun potensi konflik, memiliki peran strategis dalam ekonomi global dan politik geopolitik, kerjasama dan konflik memiliki kapasitas untuk sangat mempengaruhi keadaan global. Mengelola keanekaragaman dan tantangan internal sambil memanfaatkan potensi kerjasama regional, membantu memastikan Asia Tenggara tetap menjadi zona perdamaian daripada konflik. Keberhasilan tergantung pada diplomasi efektif, kebijakan inklusif, dan keterlibatan konstruktif dari kekuatan global serta negara-negara di kawasan.
Tantangan yang ada diantaranya adalah ketegangan geopolitik, terutama terkait Laut China Selatan, ketimpangan ekonomi antar negara anggota ASEAN, dan ketergantungan pada ekspor sumber daya alam yang rentan terhadap fluktuasi harga global. Sedangkan peluangnya adalah potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kesempatan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan integrasi regional. dan peningkatan investasi dalam infrastruktur dan teknologi.
Kapitalisme di Asia Tenggara telah membawa banyak manfaat ekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi yang cepat dan peningkatan standar hidup. Namun, tantangan seperti ketimpangan ekonomi dan dampak lingkungan perlu diatasi untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan. Dengan kebijakan yang tepat, negara-negara di kawasan ini dapat terus berkembang dan memanfaatkan potensi ekonomi mereka secara maksimal.
Konflik dan perang kelas di Asia Tenggara mencerminkan ketegangan mendalam antara kelas pekerja dan elit penguasa. Meskipun konflik ini sering kali membawa ketidakstabilan dan ketidakadilan, mereka juga dapat memicu reformasi yang penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Pemahaman yang mendalam tentang dinamika ini penting untuk mendorong pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di kawasan ini.
Daftar Bacaan:
- Amitav Acharya, Constructing a Security Community in Southeast Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order (London: Routledge, 2009)
- Andrew Walker, Thailand’s Political Peasants: Power in the Modern Rural Economy (Madison: University of Wisconsin Press, 2012)
- Benedict Anderson, Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism. (London: Verso, 2006)
- Damien Kingsbury, Politics in Contemporary Southeast Asia: Authority, Democracy and Political Change, (London: Routledge, 2016)
- Donald E. Weatherbee, International Relations in Southeast Asia: The Struggle for Autonomy (Lanham, MD: Rowman & Littlefield, 2014)
- Donald K. Emmerson, The Deer and the Dragon: Southeast Asia and China in the 21stCentury (Stanford: Stanford University Press, 2020)
- Evelyn Goh, The Struggle for Order: Hegemony, Hierarchy, and Transition in Post- Cold War East Asia (Oxford: Oxford University Press, 2013)
- Evelyn Goh (ed.), Rising China’s Influence in Developing Asia (Oxford: OxfordUniversity Press, 2016)
- Helen E. S. Nesadurai, Globalisation, Domestic Politics, and Regionalism: The ASEAN Free Trade Area (London: Routledge, 2003)
- John McCarthy (ed.), The Political Economy of Indonesia’s Natural Resources (Singapore: ISEAS Publishing, 2006)
- John Ravenhill, Global Political Economy (4th ed.), (Oxford: Oxford University Press,2014)
- Joseph Chinyong Liow, Religion and Nationalism in Southeast Asia (Cambridge: Cambridge University Press, 2016)
- Kishore Mahbubani, The ASEAN Miracle: A Catalyst for Peace (Singapore: NationalUniversity of Singapore Press, 2017)
- Mark Beeson, Regionalism and Globalization in East Asia: Politics, Security andEconomic Development (New York: Palgrave Macmillan, 2004)
- Paul J. Carnegie et al. (eds.), The Oil and Gas Sector in Indonesia: Social, Environmental, and Economic Impacts (Singapore: ISEAS Publishing, 2017)
- Ralf Emmers, Geopolitics and Maritime Territorial Disputes in East Asia (London: Routledge, 2010)
- Richard Stubbs, Rethinking Asia’s Economic Miracle: The Political Economy of War, Prosperity and Crisis (Basingstoke: Palgrave Macmillan, 2005)
- Sheldon W. Simon, The ASEAN Regional Forum: Asian Security Without an AsianSecurity Community (Michigan: University of Michigan Press, 2008)
- Victor T. King (ed.), The Environment and Development in a Resource-Rich AsianEconomy (London: Routledge, 2013)
- Walden Bello, Marissa de Guzman, Mary Lou Malig, Herbert Docena, The Anti- Development State: The Political Economy of Permanent Crisis in the Philippines. (London: Zed Books, 2009)
- Warwick E. Murray and John Overton, Geographies of Globalization (London: Routledge, 2017)
Penulis : Dr. Virtuous Setyaka, S.IP., M.Si.
(Dosen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas)
Catatan: materi tulisan ini rencananya disampaikan dalam seri diskusi geopolitik dengan tema “Asia Tenggara sebagai Kunci Perdamaian atau Perang?” yang diselenggarakan oleh Berdikari Online dan LMND, Jumat, 17 Mei 2024 di Kelakar Coffee, Jakarta. Karena sesuatu hal, Dr Virtuous Setyaka S.IP., M.Si tidak bisa menyampaikan materi tersebut.
Foto : Menggunakan Bing Image Creator


