Pertambangan, menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4/2009) adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Pengelolaan sumber daya alam yang baik dan memperhatikan kepentingan lingkungan dan kepentingan manusia akan berdampak pada tercapainya mandat yang telah ditetapkan dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Kenyataannya, walaupun peraturan perundangan telah memberikan pedoman yang jelas mengenai pengelolaan sumber daya alam, dalam realitasnya masih terjadi ketimpangan dan pelanggaran di dalam eksploitasi kekayaan alam Indonesia. Salah satunya terjadi dalam industri pertambangan mineral dan batubara yang ang berada di Kabupaten Pulau Taliabu.
Hadirnya pertambangan di Indonesia terutama di Provinsi Maluku Utara Kabupaten Pulau Taliabu sama sekali tidak memberikan dampak positif walaupun dapat meningkatkan pendapatan negara. Kegiatan pertambangan ini tidak luput dari dampak buruk. Secara umum dampak pertambangan terhadap lingkungan yaitu penurunan produktivitas lahan, kepadatan tanah bertambah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat serta berdampak terhadap perubahan iklim mikro.
Tidak hanya itu pertambangan juga menimbulkan berbagai macam dampak adanya kawasan industri. Sebagai contoh terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara). Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
Dampak pengaruh tambang memang sangat banyak. Hutan-hutan mulai tidak terlindungi; mereka ditebang habis-habisan. Akibatnya banjir terjadi dan merusak segala yang dilewatinya. Ini adalah soal yang membutuhkan jawaban, bukan sekedar melihat lalu diam dan tertawa. Bagi mereka yang berakal dan memahami betapa pentingnya alam dan betapa banyaknya manfaat sumber daya alam bagi manusia pasti tidak akan diam ketika melihat alamnya dirusak dan dihancurkan.
Bahkan, tahu tidak? Berdasarkan data MODI dan MOMI Kementerian ESDM, terdapat 22 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih aktif di Kabupaten Pulau Taliabu Provinsi Maluku Utara. Dari data tersebut, wilayah izin usaha pertambangan (IUP) untuk 22 perusahaan seluas 212.222 ha. Jika dibandingan dengan luas wilayah dari Kabupaten Pulau Taliabu seluas 2.986 km2, maka 70% luas wilayah Pulau Taliabu dikuasai perusahaan pertambangan dengan luas kurang lebih 2.122 km2. Selama ini warga Maluku Utara khususnya warga Pulau Taliabu hanya mengetahui PT Adidayah Tangguh. Ternyata, selain PT. Adidayah Tangguh masih ada 21 perusahaan yang telah mendapat izin pertambangan untuk menguasai tanah di Pulau Taliabu.
Angriani. Kolektif LMND Ternate
Foto : Ilustrasi oleh Kompasiana.com

