Sejumlah Warga Asal Lombok Timur Menyambangi ATR/BPN RI. PT. Tanjung Kenanga Dituduh Menyerobot Tanah Negara Yang Diduduki Warga.

Jakarta, Berdikari Online – Sejumlah warga asal Lombok Timur, Kecamatan Sambelia, Desa Dara Kunci yang didampingi Pengurus Pusat Serikat Tani Nelayan (PP STN) menyebut PT. Tanjung Kenanga menyalahi aturan. Hal ini disampaikan oleh Thamrin, perwakilan warga Lotim, saat kegiatan hearing berlangsung bersama Direktur Land Reform di ruang kerja Dirjen Penataan Agraria ATR/BPN RI (Senin, 07/08/2023).  

Dadat, selaku Direktur Land Reform (ATR/BPN) didampingi Teguh (Kasubdit)  menyampaikan bahwa syarat utama melakukan redistribusi yaitu tidak ada sengketa atau konflik di atasnya.  Sepanjang konflik masih berlangsung pihak kementerian itu tidak bisa melakukannya atau dalam arti lain harus clear and clean, barulah ada upaya-upaya tindak-lanjut dan hasil akhirnya dapat dilakukan redistribusi.

“Untuk mengetahui lebih jelas terkait persoalan yang dibawa warga,  akan diupayakan dalam waktu dekat: dilakukan pertemuan dengan melibatkan pihak kantah/kanwil BPN Lotim, Pemda Lotim, warga yang mendiami areal sengketa  serta melibatkan pihak perusahaan,” kata Dadat.

Sebagai catatan sejauh yang disampaikan kepada berdikarionline.com , persoalan ini bermula sejak tahun 1988 di masa Orde Baru dengan terbitnya HGU PT. Tanjung Kenanga  yang berakhir di tahun 2013. Masyarakat setempat yang merasakan bahwa kebutuhan akan tanah yang mendesak sebagai alat produksi utama dalam melangsungkan kehidupan berusaha sejak awal melakukan penolakan kehadiran perusahaan yang melangsungkan usahanya di atas tanah milik negara tersebut.

Akhirnya di awal reformasi tahun 2003, perjuangan masyarakat Desa Dara Kunci membuahkan hasil dengan terbitnya 100 Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan proporsi 0,25 ha/KK (25 ha) dari total 169,1 ha lahan yang disengketakan.

Akan tetapi perjuangan rakyat tidak berjalan mulus begitu saja. Sepanjang tahun melakukan usaha taninya, warga tidak mengalami gangguan apa pun. Sampai tiba tahun 2015 ketika Kecamatan Sambelia ditetapkan sebagai kecamatan pariwisata barulah muncul persoalan dari pihak perusahaan yang bekerja sama dengan mantan Kades Dara Kunci serta Pemda setempat untuk melancarkan investasi perusahaan masuk tanpa hambatan yang langsung ditolak tegas oleh warga sebab masa kontrak dari perusahaan sudah selesai di tahun 2013. Ketika warga meminta bukti perpanjangan masa kontrak, perusahaan berkilah di balik Pemkab Lombok Timur  sehingga masyarakat menduga ada praktik yang tidak dapat dibenarkan antara perusahaan dan pihak Pemkab Lombok Timur.

Salah satu perwakilan sebagai generasi ke-2 dari warga yang hadir menyampaikan historis singkat terkait tanah yang dikelola oleh warga tersebut merupakan kawasan hutan sebelumnya. Di masa kolonial, wilayah tersebut dikelola oleh Tanponeo, seorang pengusaha asal Belanda dan Cik Kuit yang  diberi otoritas oleh Jepang selama melakukan masa pendudukan terhadap Indonesia yang belum merdeka. Di masa Orde Baru, kawasan tersebut dimanfaatkan oleh PT. Tanjung Kenanga dan dijadikan sebagai areal perkebunan hingga timbul gejolak sampai saat ini.

Kepala Desa Dara Kunci yang baru saja terpilih 3 bulan lalu pun menguatkan apa yang menjadi pernyataan dari sejumlah warganya. Kepala Desa Dara Kunci menyampaikan bahwa sebelumnya ia dan Sekda Lombok Timur pernah mendatangi Kementerian ATR-BPN  untuk membahas hal yang sama. Akan tetapi, kedatangan yang kedua kali tersebut merupakan agenda penolakan dari warga yang sebelumnya disepakati sepihak oleh Pemda agar kawasan yang diklaim oleh perusahaan akan dilakukan pembagian 70% peruntukkan bagi aktivitas tambak dan perkebunan perusahaan, sedangkan 30% akan dialokasikan kepada masyarakat.

Masyarakat yang merasa keputusan tersebut malah akan merugikan mereka sontak melakukan berbagai penolakan dan perlawanan sebab perusahaan sudah tidak punya wewenang lagi semenjak tahun 2013. Sebagian besar warga juga telah menduduki areal tersebut untuk keberlangsungan hidup anak cucu mereka. Kedatangan Kades yang kedua tersebut juga untuk mengawal pengaduan masyarakat Desa Dara Kunci yang menolak keputusan pertemuan di awal bersama Pemkab Lotim dan kementerian ATR/BPN RI.

Hearing ini dihadiri juga Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) dan kuasa hukum PP STN bersama salah satu petani asal Subang:  Syamsul yang memiliki kemiripan konflik agraria  dengan masyarakat Lombok Timur.

(Umbu Tamu Praing)

[post-views]