Di zaman bebas seperti sekarang ini, masih ada upaya primitif untuk membungkam pers. Ironisnya, itu terjadi di lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi garda depan kebebasan berpendapat.
Lebih ironis lagi, pemberangusan itu terjadi di kampus yang menyandang nama besar perguruan yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara: Taman Siswa.
Itulah yang dirasakan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pendapa. Kabarnya, pers mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) itu sudah dibekukan oleh pihak Rektorat.
“Ki Widodo (Widodo Budhi) membenarkan bahwa LPM Pendapa Tamansiswa sudah dibekukan oleh Rektor dan kantor redaksi LPM Pendapa Tamansiswa akan dikosongkan,” kata Pimpinan Umum LPM Pendapa, Peka Tariska, dalam siaran persnya, Rabu (16/11/2016).
Menurut Peka, persoalan bermula dari surat permohonan Surat Keputusan (SK) kepengurusan LPM Pendapa periode 2016-2017. Namun, surat permohonan itu tidak mendapat tanggapan pihak Rektorat UST.
Akibatnya, ungkap Peka, pengajuan proposal permohonan dana kemahasiswaan yang sudah dialokasikan ke LPM Pendapa sebesar Rp 23,850 juta ikut terhambat.
“LPM Pendapa tidak bisa menerima dana kemahasiswaan tersebut karena tidak memiliki SK Kepengurusan,” ujarnya.
Belakangan, lanjut Peka, pihak Rektorat mengisyaratkan bahwa Surat Keputusan Kepengurusan LPM Pendapa akan turun jika para pengurusnya membuat fakta integritas.
Masalahnya, ujar Peka, beberapa poin dalam Fakta Integritas itu berpotensi membelenggu kebebasan berekspresi LPM Pendapa, seperti keharusan berkonsultasi dengan Pembantu Rektor (PR) III dalam penerbitan buletin.
“Pendapa tetap memperjuangkan fungsi pentingnya sebagai pemberi informasi bagi seluruh civitas akademika UST dan fungsi kontrolnya terhadap birokrasi UST,” terangnya.
Pada akhir September 2016, LPM Pendapa melakukan wawancara untuk menerbitkan buletin Pendapa News edisi khusus mengenai tidak diturunkannya SK kepengurusan dan dana kemahasiswaan oleh Rektor UST.
Di bulan berikutnya, Pendapa kembali mengeluarkan edisi khusus berjudul “Awas! Ada Pembungkman” dengan oplah sebanyak 482 eksemplar.
“Buletin itu disebarluaskan ke seluruh civitas akademika UST. Penerbitan itu didanai pengurus Pendapa,” kata Peka.
Pasca penerbitan buletin edisi khusus itu, kampus akhirnya membredel Pendapa. Saat ini, pihak kampus meminta pengurus untuk mengosongkan kantor redaksi Pendapa.
Muhammad Idris


