Perlunya Menaikkan Pajak untuk Orang Super Kaya

Indonesia, negeri dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara (tahun 2021, PDB Indonesia mencapai $ 1,1 triliun), sedang berhadapan dengan persoalan ketimpangan ekonomi yang ekstrem.

Saat ini, 1 persen orang terkaya menguasai hampir separuh kekayaan dan sumber daya nasional. Sementara 10 persen terkaya menguasai 75,3 persen kekayaan nasional (Oxfam, Credit Suisse, dan TNP2K). 

Yang paling ekstrem, 4 orang terkaya Indonesia memiliki kekayaan yang setara dengan penggabungan kekayaan 100 juta orang termiskin.

Di sisi lain, berdasarkan data BPS, jumlah orang miskin Indonesia masih 27,5 juta orang atau 10,19 persen (GKM Rp 458 ribu/bulan). Sementara 52 persen penduduk Indonesia pengelurannya masih Rp 25 ribu ke bawah.

Di sisi lain, negara masih terus mengalami defisit anggaran, yang juga terus-menerus ditutupi dengan utang. Akibatnya, utang pemerintah bertumpuk-tumpuk.

Menghadapi berbagai persoalan itu, pengajar dari Universitas Trisakti, Nurhastuty K. Wardhani, mengusulkan agar pemerintah menaikkan pajak penghasilan bagi orang-orang super kaya di Indonesia.

“Kami mengusulkan kenaikan pajak penghasilan untuk orang kaya dan sangat kaya,” kata Nurhastuty dalam diskusi bertajuk “Ekonomi dan Industri Nasional” yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Adil Makmur (DPP PRIMA), Kamis (20/5/2021).

Dia membeberkan, di Indonesia diperkirakan ada 21.430 orang dengan kekayaan di atas US$ 1 juta atau sekitar Rp 14 milyar per tahun. Jumlah ini akan meningkat 110 persen menjadi 45.063 orang pada 2025.

Kemudian, tambah dia, ada kelompok super kaya dengan kekayaan bersih melebihi US$ 30 juta atau Rp 434,5 milyar per tahun. Pada 2020, jumlah orang super kaya sebanyak 673 orang. Jumlahnya diprediksi meningkat menjadi 1.125 orang pada 2025.

“Kita bisa menaikan pajak penghasilan terhadap orang kaya dan orang super kaya itu, atau bisa juga mengubah tarif PPh perorangan menjadi 45 persen untuk kategori pendapatan di atas Rp 1,5 milyar per tahun,” katanya.

Selain itu, agar pajak lebih berkeadilan, Nurhastuty mengusulkan agar Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dinaikkan sesuai standar senior manager atau sekitar Rp 10 juta per bulan.

“Sehingga orang-orang di level terbawah, seperti buruh, bisa menikmati hasil kerja mereka. Agar mereka bisa saving, agar bisa mensejahterakan keluarganya,” kata peraih gelar Ph.D bidang keuangan di
University of Queensland ini.

Namun, usaha mengubah skema pajak agar lebih berkeadilan tidaklah gampang. 

Nurhastuty mengungkapkan, sepanjang 30 tahun terakhir, kontribusi pajak penghasilan pribadi terhadap PDB cenderung rendah.

Penyebabnya, kata dia, lembaga politik yang diwakili oleh elit politik dan didominasi kelompok kaya dapat mencegah adanya pajak penghasilan yang progressif.

“Jadi, soal penerimaan pajak ini adalah soal pertarungan antar golongan. Kalau di banyak negara, seperti AS dan Australia, ini pertarungan antara Labour versus Liberal,” jelasnya.

Selain soal reformasi perpajakan, Nurhastuty juga mengingatkan perlunya transparansi dan akuntabilitas semua lembaga, baik pemerintah, swasta, maupun NGO, dengan keterbukaan untuk diaudit.

Dia juga mengusulkan semua struktur pemerintahan, dari Presiden hingga RT/RW punya database berbasis online.

MAHESA DANU

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid