Amerika Serikat sedang berhadapan dengan sejumlah krisis yang saling terkait: pandemi virus korona; ekonomi; rasisme yang terlembaga, termasuk kekerasan polisi terhadap Afro-Amerika; pemerintahan federal yang kacau balau, dan perubahan iklim.
Ada lonjakan baru infeksi virus korona, terutama di negara bagian yang terburu-buru membuka kembali ekonominya. Pada 29 Juni, lonjakan kasus baru dilaporkan terjadi di 36 negara bagian. Pada 28 Juni, New York Times (NYT) menulis tajuk utama: Cases soaring as leadership on virus fails.
NYT menulis, “pengorbanan bersama jutaan orang Amerika setelah lewat empat bulan, yang tercekik hidupnya—akibat pekerjaannya hilang, usahanya tutup, dan rutinitas hariannya berubah terbalik.
NYT juga menulis, lonjakan kasus baru telah menyadarkan rakyat Amerika, bahwa sebesar apa pun kerinduan mereka akan situasi normal, pemimpin mereka gagal untuk mengendalikan pandemi korona. Ini sedikit menjernihkan tentang apa yang harus dilakukan ke depan.
NYT menuding para pejabat di Departemen Kesehatan terlalu “congkak” di masa-masa awal pandemi, dengan mengklaim bahwa AS bisa mengunci dan mengendalikan pandemi, seperti yang dilakukan oleh Tiongkok.
“Omong kosong itu menciptakan harapan yang tidak realistis juga, bahwa penguncian wilayah, walau dilakukan serius banget, tidak akan berlangsung lama, dan begitu penguncian wilayah itu dicabut, kehidupan akan kembali normal.”
Krisis Kesehatan dan Ekonomi
“Harapan kosong itu dikuatkan oleh Presiden Donald Trump,” tulis NYT. Trump meremehkan keparahan krisis, menolak menggunakan masker dan menyuruh semua negara bagian untuk membuka kembali ekonomi, sekalipun ada gelombang baru pandemi.
Lebih lanjut, NTY menulis, akibat dari lemahnya “kepemimpinan federal” (negara bagian) dan “pendekatan terpadu,” juga ketika negara bagian masih harus memperpanjang penguncian wilayah, banyak negara bagian yang diperintah oleh Gubernur dari Partai Republik mengikuti seruan Trump. Dan Trump memuji mereka.
Sementara negara bagian yang diperintah oleh Gubernur dari partai Demokrat, yang juga ikut-ikutan membuka ekonomi terlalu cepat dan lebar, sekarang mengalami lonjakan kasus baru—terutama California.
Lonjakan kasus baru tak menghentikan pemerintahan Trump untuk mengklaim berhasil mengendalikan virus. Trump bilang, kami melihat “bara api yang sekarat” dari pandemi yang sebentar lagi akan padam.
Pada 26 Juni, Wakil Presiden Mike Pence menyebut “kemajuan yang luar biasa”. Dia mengklaim: “kami memperlambat penyebaran (virus). Kami melandaikan kurva. Kami menyelamatkan banyak nyawa.”
Laurie Garrett, penulis yang pernah meraih penghargaan Pulitzer untuk kategori sains, bilang kepada Democracy Now—siaran TV yang dipandu oleh Amy Goodman: “Mari kita perjelas. Situasinya di seluruh AS adalah pemerintahan federal gagal mengembangkan strategi.”
Garrett, yang menulis buku berjudul The Coming Plague: Newly Emerging Diseases in a World Out of Balance, and Betrayal of Trust: The Collapse of Global Public Health, bilang: “kami tidak punya rencana strategis yang menyeluruh, yang bisa menyatukan semua negara bagian. Akibatnya, masing-masing negara bagian bersaing dan saling meremehkan satu sama lain, seperti sekarang dan berbulan-bulan sebelumnya.”
Saat ini, jumlah kasus di AS mewakili seperempat dari keseluruhan kasus covid-19 di dunia. Jika ditambah dengan Brazil, India, dan Rusia, jumlahnya mewakili separuh dari jumlah kasus infeksi covid-19 di seluruh dunia.
“Itu artinya, jika kami gagal mengendalikan pandemi di negara kami dan tiga negara tadi, maka seluruh dunia akan terancam akan infeksi baru, infeksi baru, terus berulang,” kata Garrett.
“Karena itu, tanggung-jawab kami bukan hanya untuk diri sendiri dan orang-orang Amerika, tetapi untuk semua orang di atas muka bumi ini, terutama negara yang tak memiliki sumber daya seperti yang kami miliki, yang tak punya kapasitas menghadapi pandemi ini sendirian, entah karena miskin atau tak punya infrastruktur kesehatan.”
Dr Anthony Fauci, kepala National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), yang terkenal kepemimpinannya menghadapi virus, telah memberikan testimoni di depan Kongres pada 30 Juni. Dia memperingatkan, situasinya sudah bergerak ke arah yang salah. Katanya, kasus baru per hari yang sekarang 40 ribu bisa 100 ribu, jika lonjakan baru saat ini tak terkendali.
Amerika Serikat sekarang ini tengah menghadapi resesi ekonomi besar akibat penguncian wilayah untuk mengendalikan virus. Trump telah memerintahkan pembukaan kembali ekonomi, agar kembali normal seperti sebelum pandemi, sehingga memperbaiki dukungannya pada pemilu November mendatang.
Masalahnya, bahkan jika ekonomi sudah dibuka kembali, tak ada jaminan bisa pulih dari resesi yang mendalam, sebagaimana diharapkan Trump.
Lonjakan kasus baru sekarang ini justru makin meniadakan kemungkinan itu. Malahan kemungkinan pemulihan akan sangat lama dan lambat. Bahkan bisa memicu penurunan yang lain.
Pemberontakan BLM
Pandemi telah menyingkap rasisme terlembaga, yang menindas kulit hitam dan kulit berwarna lainnya. Ini ditunjukkan oleh tingkat infeksi dan kematian akibat covid-19 yang lebih banyak pada kulit hitam dan berwarna.
Kemudian, penurunan ekonomi juga berdampak berbeda—lebih memukul—kulit hitam dan berwarna.
Sebuah pemberontakan massa, yang dipimpin oleh Afro-Amerika, yang dipicu oleh pembunuhan George Floyd, telah bergeser cepat menjadi gerakan yang menentang keseluruhan dari sistem yang rasis ini.
Respon Trump yang sangat militeristik dan terang-terangan rasis terhadap gerakan Black Lives Matter (BLM), ditambah kegagalannya menghadapi pandemi, benar-benar menggerus popularitasnya.
Akibatnya, Trump makin terang-terangan rasis. Misalnya, dia meretweet sebuah video yang memperlihatkan seorang nasionalis pengusung supremasi kulit putih meneriaki demonstran BLM, dengan kata-kata: power white, power white. (Belakangan, postingan ini dihapus).
Dia juga bilang, kalau dalam pemilu pada November nanti dia kalah, berarti dirinya dicurangi.
Pandemi dan BLM telah mengacaubalaukan kedua partai kapitalis (Demokrat dan Republik) dan diantara mereka sendiri. Trump telah memancing pendukungnya melakukan keributan/pengacauan. Pemerintahan lumpuh, tanpa bisa melakukan tindakan bersama yang berarti-kecuali bersetuju pada satu hal: kebijakan imperialistik.
Mahkamah Agung merupakan lembaga paling reaksioner, tetapi belakangan memukul mundur Trump. Ketua kehakiman John Roberts (yang diangkat oleh George W Bush), yang takut akan jatuhnya pamor Mahkamah dan dirinya sendiri hanya menjadi perpanjangan tangan partai Republik, telah memihak sayap liberal di pengadilan beberapa kali. Seperti pada 29 Juni, dia membatalkan larangan aborsi di Louisiana.
Krisis perubahan iklim agak surut ke belakang, sekalipun pembakaran bahan bakar fosil oleh AS dan negara lain justru meningkat. Seperti aktivis perubahan iklim Swedia, Greta Thunberg, memperingatkan, jika hal ini tidak dibalikkan segera, maka akan terjadi dampak mengerikan pada 2030, bahkan mungkin mengakhiri peradaban itu sendiri.
Perubahan iklim dan serangan terhadap lingkungan berkaitan dengan krisis lain. Pemanasan global telah mengganggu habitat binatang. Penelitian menunjukkan bahwa perusakan hutan dan penghancuran habitan satwa liar memungkinkan penularan patogen pada manusia, sehingga terjadi pandemi.
Krisis ini berdampak pada kapitalisme dan negara-negara imperialis—yang kerap disebut negara maju. Perang dunia I telah mengakhiri telah semua aspek progressif dari kapitalisme.
Jika peradaban (dan mungkin homo sapiens itu sendiri) ingin tetap berlanjut, maka kapitalisme harus digulingkan dan sistem rasional baru mulai dibangun.
BARRY SHEPPARD, seorang penulis dan aktivis yang tinggal di Amerika Serikat
Artikel ini diterjemahkan dari sumber aslinya di: Green Left.
- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid