Apa yang menjadikan Indonesia tetap bersatu?
Menurut Gerry van Klinken, peneliti senior di KITLV sekaligus Professor Sejarah Asia Tenggara di University of Amsterdam, hal tersebut tidak terlepas dari peranan kelas menengah Indonesia.
Gerry menjelaskan, masyarakat kelas menengah yang mendiami kota-kota menengahlah yang menjadi penghubung antara negara dan masyarakat sehingga menyebabkan Indonesia tetap bersatu hingga sekarang ini.
“Kelas menengah adalah kelas yang menghubungkan antara kelas bawah dan pemerintah yang membentuk kekuasaan politik tersendiri,” ujar Gerry van Klinken,” dalam diskusi bedah buku berjudul The Making of Middle Middle Indonesia, di Jakarta, Senin (7/3/2016).
Gerry melanjutkan, kelas menengah Indonesia kelas yang mencintai negara secara rasional dan bernalar kritis. Mereka menolak pasar bebas dan mengharap proteksi pemerintah, suka dengan proses demokrasi, dan penguasaan daerah dengan kekuatan sektor informal.
Di tempat yang sama, penggiat HAM dan demokrasi Rafendi Djamin menhelaskan, kelas menengah Indonesia dibangun dari ketidakjelasan akan eksistensinya didalam sejarah.
Kata dia, semenjak era prakolonial dan kolonial mereka selalu mendapat diskriminasi, lain halnya ketika memasuki era kemerdekaan tahun 1945 sampai pada kekuasaan Orde Lama berakhir, baru ada sedikit keberpihakan atas kesempatan mengelola ekonomi nasional.
“Bangsa ini sudah ruwet, maka perlu ruwat dan dirawat ideologinya terutama untuk mengantisipasi terbukanya pasar bebas ASEAN/MEA,” tandasnya.
Dia menegaskan, tidak ada kata “akhir dari ideology” (the end of ideology), melainkan the revival of ideology.
Dia melanjutkan, di era MEA tidak hanya terbuka dalam hal ekonomi, namun peluang terbukanya tatanan sosial, politik dan budaya juga tidak bisa terhindarkan.
Sementara Ketua Pusat Kajian Ideologi Pancasila Ashoka Siahaan menjelaskan, kelas menengah Indonesia masih belum rasional, sehingga bagai pisau bermata dua. Di satu sisi, mereka bisa bertindak sebagai agent of change dalam memperjuangkan kelas bawah di hadapan pemerintah. Tetapi di sisi lain, kelas menengah bisa penjilat dan menindas ke bawah.
Karena itu, kata Ashoka, kelas menengah perlu diberi arahan Ideologi kebangsaan. Dengan begitu, kelas menengah akan bergerak sesuai dengan tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
“Kalaupun itu dianggap terlalu idealistik, paling tidak ideologi dapat membuat arahan bukan hanya hak azasi kelas menengah seperti kesempatan berusaha dan lain-lain, tetapi juga kewajiban azasi kelas menengah terhadap persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, keadilan membayar pajak, mencerdaskan masyarakat, transparansi, mobilitas sosial, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Menurut Dr Ali Akbar dari FIB UI, lokalitas budaya atau kearifan lokal dapat menentukan ideologi bagi kelas menengah Indonesia. Kata dia, ada kemiripan dalam kelas menengah dalam berbagai segi baik di kota menengah maupun daerah/kota kecil.
“Nilai-nilai kesamaan ini menjadi nilai-nilai universal dalam kebudayaan Indonesia yang digali menjadi ideologi besar negara yakni Pancasila,” paparnya.
Menurut dia, kelas menengah Indonesia adalah kelas yang realistis dan oportunis, bukan nasionalis dan ideologis. Karena itu, dia menganjurkan perlunya strategi kebudaan dan pendidikan ideologi bagi kelas menengah tersebut.
Mahesa Danu


