Medan, Berdikari Online – “Buku berjudul Manusia dan Kebudayaannya, Sebuah Perspektif antara Habil dan Kabil ini saya beli dua minggu lalu. Saya mencoba memahami isinya. Saya ingin memberi apresiasi bahwa karya ini ditulis dengan gaya yang sangat lentik, begitu menarik; tutur katanya sangat indah dan padat. Banyak sekali pelajaran penting yang bisa dipetik dari buku berharga ini. Terus terang, saya sebagai feminis mengakui bahwa penulis buku ini adalah seorang lelaki baru dalam kehidupan,” kata Riany Sitanggang, yang berprofesi sebagai dosen sekaligus pendeta yang tengah menempuh pendidikan doktoral saat memberi tanggapan dalam peluncuran dan diskusi buku pada Hari Jumat, 29 September 2023 pukul 14.30-17.00 WIB di Aula FISIP USU Jalan Dr. A. Sofyan, Padang Bulan Medan.
Riany mengakui pemikiran almarhum A. Yusran di buku itu mengingatkan semua pembacanya tentang kedudukan perempuan dalam awal sejarah perkembangan masyarakat yang sangat penting karena memiliki kekuasaan yang besar untuk komunitasnya sebab di perkembangan masyarakat awal manusia menganut konsep matriarkhi. Namun seiring berjalannya proses evolusi kebudayaan, perempuan mengalami peminggiran karena kemenangan Kabil. Satu di antara sisa kebudayaan tua manusia itu masih dapat dilihat di masyarakat asli Minangkabau,” kata Riany mengungkap isi buku yang sedang dikupas di pertemuan itu. Ia menambahkan,
“Sebenarnya di Suku Batak sendiri, karena saya orang Batak, ada tokoh mitologi yang bernama Si Boru Deak Parujar yang menjadi simbol keperkasaan perempuan, demikian juga saya rasa di beberapa suku-suku lain di Nusantara ini, akan tetapi kisah seperti itu mengalami pengaburan,” katanya.
Diskusi yang dihadiri mahasiswa dan masyarakat luas. Ini dibedah seorang pakar antropologi dan arkeologi, Drs. Yance, M.Si, dosen di FISIP USU dan Tikwan Raya Siregar, jurnalis sekaligus kritikus sastra di Sumut yang dipandu Hendry Marpaung, yang berprofesi sebagai pendeta dan petani.
Yance dalam pemaparannya mengatakan bahwa secara biologis perempuan itu lebih tua dua bulan setengah ketimbang laki-laki. Karena, saat janin dalam kandungan, identitas seksual manusia itu selalu berjenis kelamin Perempuan, setelah melewati dua bulan setengah akan menetap sebagai perempuan atau berubah menjadi laki-laki. Ia mengakui bahwa pikiran-pikiran almarhum A. Yusran dalam buku Manusia dan Kebudayaannya Sebuah Perspektif antara Habil dan Kabil ini memberi pelajaran penting dan sangat berharga tentang moralitas baik dan buruk yang dianalogikan melalui pendekatan Kabil dan Habil dalam perspektif agama samawi.
“Buku ini menguak kompleksitas manusia yang sangat rumit dan unik. Hal ini diperkuat dalam tesis A. Yusran yang pantas diajukan secara nasional, bahwa beliau mengatakan sejarah manusia itu belum dimulai,” kata Yance sambil berdiri di podium.
Tikwan Raya Siregar mengakui dirinya sudah kali ketiga berkesempatan membedah buku almarhum A. Yusran. “Datuk ini sangat lihai dalam menuliskan pemikirannya, demikian halus mengemukakan pandangan-pandangannya melalui karya-karyanya. Apalagi dia selaku pemangku adat, ia telah menuntaskan tanggung jawab dan sikapnya yang otentik dalam membela adat alam Minangkabau sebagai solusi bagi masyarakat. Datuk juga secara ekspresif mengemukakan pembelaannya terhadap kaum perempuan. Buku ini menjadi warisan tinggi baik bagi keluarga maupun masyarakat Minangkabau bahkan untuk Indonesia dan dunia,” kata Tikwan Raya panjang lebar.
“Launching dan diskusi Buku Manusia dan Kebudayaannya, Sebuah Perspektif antara Habil dan Kabil karya A. Yusran yang diterbitkan oleh Penerbit Swarnadwipa setebal 224 halaman dengan jenis book paper terselenggara atas kerjasama banyak pihak. Kami dari Deli Art Community mengucapkan terima kasih kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemko Medan serta FISIP USU yang memberi kesempatan untuk terealisasinya acara ini. Semoga gerakan literasi di Sumut semakin maju,” kata Dini Usman, Ketua Deli Art Community.
(Dinda)
Fotografer : Ajie


