Kuba punya Dokter yang Melimpah, Apa Kuncinya?

Hari ini Kuba memiliki rasio dokter: 9 dokter untuk 1000 penduduk. Bandingkan Amerika Serikat, negara terkaya di dunia, hanya punya rasio dokter 2,95 per 1000 penduduk.

Secara ekonomi, Kuba dikategorikan negara miskin. Produk Domestik Bruto (PDB) negeri di kepuluan Karibia itu hanya 100 juta dollar AS, hanya separuh dari PDRB Jakarta.

Namun, siapa sangka, Kuba sangat kaya dalam hal jumlah dokter dan tenaga kesehatan. Hari ini Kuba memiliki rasio dokter: 9 dokter untuk 1000 penduduk. Bandingkan Amerika Serikat, negara terkaya di dunia, hanya punya rasio dokter 2,95 per 1000 penduduk.

Secara keseluruhan, sistem kesehatan Kuba diperkuat oleh 485 ribu tenaga medis profesional, yang bekerja penuh dedikasi untuk  11,5 juta penduduknya. Artinya, sekitar 4,2 persen rakyat Kuba adalah tenaga medis. Atau rasionya: 48 tenaga medis per 1000 penduduk.

Tentu saja, ini sangat menakjubkan. Sebuah negara miskin, yang sudah lebih setengah abad diembargo, bisa sangat maju membangun kesehatannya. Apa kuncinya?

Jadi begini. Sebelum revolusi 1959, Kuba punya 6286 orang dokter.  Hanya 0,8 dokter per 1000 penduduk. Itu pun, akibat politik yang segregatif, sebagian besar dokter itu berkulit-putih. Itu pun sebagian besar tinggal di kota Havana.

Sebelum revolusi juga, Kuba hanya punya satu sekolah kedokteran, yang terletak di Havana. Sebagai satu-satunya, dengan mata-kuliah dan perkuliahannya yang berkiblat ke Amerika, sekolah ini hanya bisa diakses oleh anak-anak dari keluarga elit. Hampir tidak ada pintu bagi orang desa, apalagi anak petani.

Sialnya, anak-anak kota nan berduit itu, kalau sudah lulus, tak mau menerima tugas di daerah pedesaan dan terpencil. Kalau pun menerima tugas itu, mereka menuntut diganjar dengan gaji besar dan fasilitas mewah.

Sebegitunya keadaan kala itu, seorang dokter pejuang kala itu, Ernesto “Che” Guevara, sampai bermimpi besar.

“Apa yang akan terjadi bila dua atau tiga ratus petani miskin berhasil lulus, anggaplah ini keajaiban, dari ruang-ruang universitas? Para petani miskin itu akan segera bergegas, dengan penuh semangat tanpa pamrih, untuk pergi menolongi saudara mereka (sesama rakyat),” kata Che.

Begitu revolusi, tak sedikit dari dokter itu yang memilih meninggalkan Kuba. Sepanjang 1959-1964, separuh dari 6000 dokter Kuba meninggalkan negerinya. Hanya 3000-an yang tetap bertahan bersama revolusi. Mereka ini yang kelak menjadi tenaga penting bagi revolusi kedokteran di Kuba.

Baca Juga: Kenapa Sistem Kesehatan Kuba Menjadi Salah Satu yang Terbaik di Dunia?

Namun, yang luar biasa, revolusi Kuba tak menunggu lama untuk melipatgandakan jumlah dokternya.  Juga merombak sistem pendidikan kedokterannya.

Pertama, menasionalisasi lembaga pendidikan swasta

Tahun 1961, Kuba menasionalisasi semua lembaga pendidikan swasta di negerinya. Tidak terkecuali pendidikan tinggi dan sekolah kedokteran.

Dengan begitu, tak ada lagi lembaga pendidikan swasta. Semua lembaga pendidikan di bawah kontrol publik. Dan itu diselenggarakan langsung oleh Negara.

Muasalnya, sebelum revolusi Kuba, meski sistem pendidikannya terbilang termaju di Amerika latin dan Karibia, tetapi angka partisipasinya sangat rendah. Hanya separuh dari anak-anak negeri itu yang bersekolah.

Itu juga yang membuat angka buta-huruf di Kuba sebelum revolusi sangat tinggi: 60 persen.

Nasionalisasi pendidikan memungkinkan sekolah kedokteran tak lagi hanya dinikmati oleh kaum elit. Sejak itu, anak-anak dari desa, anaknya pak tani, mulai dibukakan pintu untuk menikmati pendidikan kedokteran.

Kedua, menggratiskan pendidikan di semua jenjang

Meski masih kere pasca revolusi, dengan anggaran yang super-terbatas, Kuba berani menggratiskan pendidikannya. Mereka benar-benar patuh dengan kata-kata Lenin: berhemat-hematlah berekonomi dalam hal apa pun, kecuali untuk keperluan pendidikan.

Kuba tak takut jor-joran untuk pendidikan dan kesehatan rakyatnya. Sejak revolusi hingga sekarang, anggaran pendidikan Kuba tak pernah kurang dari 13 persen PDB-nya. Lebih tinggi dari negara-negara Skandinavia, yang berada di kisaran 6-8 persen dari PDB-nya.

Pertanyaannya, kenapa Kuba yang miskin bisa jorjoran di bidang pendidikan dan kesehatan. Jawabannya ada pada kata-kata Fidel: “Negeri kami kerjanya bikin dokter dan ilmuwan, bukan bikin bom dan senjata nuklir.”

Jadi, bagi Kuba, tak soal alutsistanya ketinggalan zaman. Bahkan sebagian besar masih hibah dari Uni Soviet. Tak soal gedung-gedung pemerintahnya bak museum. Asalkan manusia Kuba terdidik dan sehat.

Makanya, ketika di tahun 1990an Kuba dililit krisis akibat runtuhnya Uni Soviet, pos belanja yang dipangkas adalah belanja militer dan pemerintahan.

Baca juga: Tuntutlah Pelajaran Kemanusiaan Hingga ke Negeri Kuba

Pendidikan gratis menghilangkan faktor biaya sebagai perintang siapa pun untuk menikmati pendidikan. Untuk pertama kalinya, anak-anak dari keluarga miskin memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak kaum kaya untuk mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang sama.

Ketiga, lahirnya Poliklinik Rakyat

Sebelum revolusi, Kuba hanya punya satu sekolah kedokteran, yang berlokasi di Havana. Itu pun, ketika revolusi terjadi, hanya 12 orang dari 250 pengajarnya yang tetap tinggal dan ma uterus mengajar.

Mengatasi itu, Kuba segera mendatangkan ratusan instruktur dari luar, terutama Jerman timur dan Polandia. Mereka tak hanya jadi pengajar di universitas, tapi mengajari pemuda-pemudi Kuba soal-soal kesehatan dasar.

Yang menarik, seluruh sisa dokter dan mahasiswa akhir kedokteran langsung diterjunkan ke seluruh desa dan terpencil di seantero negeri. Para dokter, instruktur, dan mahasiswa itu kemudian bekerja dengan Komite-Komite Revolusi (CDR) di desa-desa, gunung-gunung, dan daerah terpencil.

Siapa sangka, kerja-kerja itu melahirkan klinik-klinik. Dalam istilah Kuba: policlínico. Selain menyediakan kesehatan dasar, poliklinik ini juga mencetak kader-kader kesehatan.

Inilah cikal bakal dari sistem kesehatan Kuba yang disebut: policlínico integral dan dokter keluarga.

Tidak heran, kendati masih jaman susah, tahun 1962, 80 persen anak-anak Kuba usia di bawah 15 tahun berhasil divaksinasi hanya dalam 12 hari. Tahun 1967, Kuba terbebas dari penyakit malaria. Kemudian, 1971, Kuba terbebas dari Difteri.

Keempat, mempersingkat waktu studi dan internship.

Ditinggal banyak dokter pasca revolusi, Kuba dipaksa mencetak banyak dokter baru untuk mengatasi krisis. Sejumlah dokter ahli merombak kurikulum untuk mengurangi waktu yang diperlukan untuk pendidikan kedokteran.

Tak hanya itu, masa internship (magang di rumah sakit dan fasilitas kesehatan) dikurangi dari 6 menjadi 4 tahun. Untuk kedokteran gigi, dikurangi dari 4 menjadi 3 tahun.

Tetapi, kebijakan darurat ini hanya berlaku untuk di masa-masa awal revolusi.

Kelima, memperbanyak sekolah kedokteran dan perawat

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan tenaga kesehatan, khususnya dokter dan perawat, Kuba mulai mendirikan sekolah kedokteran dan sekolah perawat.

Tahun 1962, sekolah kedokteran baru dibuka di Provinsi Santiago dan Santa Clara. Di tahun 1969, Kuba sudah punya 20-an sekolah perawat yang berdiri di berbagai provinsi.

Jumlah itu terus berlipat ganda memasuki tahun 1970an. Tahun 1971, rasio dokter Kuba sudah meningkat menjadi 1.17 per 1000 penduduk. Dengan jumlah dokter dan perawat yang terus berlipat-ganda, tahun 1980-an Kuba mulai memperkenalkan konsep: dokter keluarga.

Jadi, di Kuba, dokter keluarga bukan privilege. Itu hak seluruh rakyat/keluarga di Kuba, yang dijamin oleh Konstitusi 1976.

Oiya, seiring dengan penambahan jumlah tenaga kesehatan, penambahan jumlah rumah sakit dan ranjang untuk pasien juga digenjot.

Kelima, kedokteran yang revolusioner

Tahun 1960, Kuba mewajibkan semua lulusan sekolah kedokteran untuk bekerja selama beberapa tahun di klinik-klinik kesehatan di desa-desa dan daerah terpencil.

Tahun 1963, sebanyak 1500 dokter dan 50-an dokter gigi terlibat dalam kegiatan ini. Mereka berangkat ke desa-desa yang sama sekali tak memiliki tenaga kesehatan.

Selain memberi layanan kesehatan dasar, mereka juga menjadi pendidik kesehatan rakyat: mengajari cara hidup sehat. Namun, agar tak seperti mahkluk asing di tengah petani, para dokter itu tinggal di rumah-rumah petani. Ya, tidur dan makan bersama di rumah petani.

Dengan cara itu, para dokter bisa merasakan denyut nadi kehidupan rakyat jelata. Mereka tak jijik dengan bau peluh kaum miskin dan petani. Sebaliknya, bagi petani, mereka tak lagi segan dengan dokter. Bahwa dokter dan petani adalah saudara-sebangsa yang harus saling bantu.

Tak lama, kurikulum pendidikan kedokteran juga dirombak. Semua aktivitas teoritik berlangsung di kelas, tetapi semua kegiatan praktikum berlangsung di desa-desa, pabrik-pabrik, dan daerah terpencil.

Baca juga: 61 Tahun Revolusi Kuba, Ini 10 Prestasinya yang Diakui Dunia

Dari pendekatan ini, setiap mahasiswa kedokteran di Kuba merasa dirinya anak-anak revolusi. Sampai populer kata-kata berikut: “di mana pun revolusi membutuhkanku, saya akan ikut.”

Jadi, kalau hari-hari ini, ketika dokter-dokter Kuba dikirim ke berbagai negara untuk memerangi virus korona, mereka berkata: ini tugas revolusi. Itu hasil pendidikan kedokteran di Kuba sejak 1960-an.

Bahwa menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan, tanpa memandang suku, agama, gender, kebangsaan, warna kulit, latar-belakang ekonomi, bahkan pandangan politik, adalah kewajiban setiap dokter.

Begitulah cara Kuba membangun sistem kedokteran yang revolusioner, sesuai dengan cita-cita para bapak Revolusi mereka, khususnya Che Guevara dan Fidel Castro.

Raymond Samuel

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid