Hilirisasi Industri dan Kesejahteraan Rakyat

Hilirisasi Industri akhir-akhir ini dinilai sebagai kunci kemajuan ekonomi nasional bahkan dianggap sebagai jalan untuk meninggalkan watak ekonomi kolonial yang telah lama bercokol. Sebelumnya, ekonomi nasional bersandar pada Industri Ekstraktif yaitu industri yang hanya menghasilkan bahan mentah yang diperoleh langsung dari alam tanpa mengolahnya menjadi barang baru sehingga tidak ada nilai tambah. Bahan-bahan mentah ini dijual murah, dikirim ke negara-negara maju, di masa kolonial di kirim ke Belanda, untuk diolah menjadi barang baru, lalu dijual lagi dengan nilai baru, ke negeri-negeri koloni. Itulah mengapa Hilirisasi Industri yang meninggalkan Industri Ekstraktif dinilai memberi jawaban atas kebangkrutan ekonomi nasional dan memberikan harapan akan kemajuan ekonomi nasional.

Gambaran kemajuan ekonomi nasional dengan Hilirisasi Industri itu digambarkan setidaknya oleh Presiden Jokowi bahwa “Sebelum pelarangan ekspor barang mentah berupa bijih (ore) nikel pada 2020, Indonesia hanya mendapat sekitar Rp 17 triliun, namun setelah masuk ke industrial downstreaming seperti Hilirisasi, keuntungan yang didapat Indonesia naik menjadi Rp 510 triliun. Keuntungan meroket 29 kali lipat.”

Tentu tak ada yang tidak ingin, ekonomi nasional maju dan Indonesia menjadi negara maju dengan program Hilirisasi Industri ini. Hanya negara-negara asing dan antek-anteknya di dalam negeri yang akan “jantung-en” melihat Indonesia akan meninggalkan Industri Ekstraktif yaitu sumber bahan mentah industri mereka selama ini dan mulai bergerak mengembangkan Hilirisasi Industri yaitu mengolah sumber daya alam yang melimpah menjadi barang baru sehingga nilai tambah ekspornya pun dinikmati Indonesia.

Tetapi di atas gambaran yang baik dan indah dari Hilirisasi Industri yang berdampak pada kemajuan ekonomi nasional, kita juga mendapatkan kabar sedih dari masyarakat sekitar tambang atau tempat Hilirisasi Industri berjalan. Adanya
Hilirisasi Industri yang digadang menjadi pijakan Indonesia untuk menjadi negara maju ternyata juga menciptakan ironi bagi masyarakat di sekitar tambang.

Misalnya, dari Sulawesi Tenggara kita mendapat kabar bagaimana Sumber Daya Alam melimpah tetapi tidak menjamin kesejahteraan masyarakat sekitar tambang.

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki Sumber Daya Alam yang sangat melimpah mulai dari Nikel, Emas, Aspal, Perkebunan Sawit, Pertanian, sampai di bidang perikanan. Akan tetapi, di sisi lain jumlah angka kemiskinan masyarakat di Sulawesi Tenggara pun meningkat. Hal yang sama juga terjadi di Maluku Utara.

Tentu ada yang salah dengan Hilirisasi Industri yang sedang berjalan. Bagaimana pembagian hasil antara Pusat dan Daerah? Bagaimana dengan dampak lingkungan yang ditinggalkan dan penanganannya? Pemerintah tidak bisa abai dengan ketimpangan dan kerusakan yang ada. Dan ini harus menjadi perhatian serius Pemerintah. Sejak awal kami mewanti-wanti, Hilirisasi Industri tidak boleh menyingkirkan atau pun menyengsarakan rakyat dan hanya menguntungkan segelintir orang.

Benar bahwa Hilirisasi Industri haruslah menjadi jalan memajukan ekonomi nasional yang berarti kemakmuran rakyat sebagaimana Pasal 33 UUD 1945. Inilah yang akan kita dukung.

[post-views]