EN-LMND Kecam Tindakan Kepolisian Menjadikan Buku Sebagai Bukti

Jakarta, Berdikari Online- akhir-akhir ini penyitaan buku-buku kembali mencuat dan memicu reaksi publik, pasalnya penyitaan buku ini dilakukan dengan dalih untuk menggali peristiwa pecahnya kerusuhan yang terjadi pada bulan Agustus-25 September 2025.


Atas peristiwa tersebut EN-LMND menyikapi hal tersebut, menurut Agung Trianto Wakil Ketua Umum dalam Negeri tidak semestinya pihak kepolisian melakukan penyitaan sejumlah buku dengan dalih mencari dalang dari kerusuhan.


“Kami mengecam keras tindakan kepolisian yang menjadikan buku sebagai barang bukti untuk menjerat dan mengkriminalisasi rakyat. Tindakan ini bukan hanya menginjak-injak logika hukum, tetapi juga mencederai akal sehat publik,” ujar Agung.


Menurutnya buku adalah ruang ilmu, ruang pengetahuan, dan ruang kebebasan berpikir. Menjadikan buku sebagai alat bukti adalah bentuk pembodohan sekaligus pelecehan terhadap esensi pengetahuan itu sendiri.


Ia juga menegaskan bahwa yang perlu harus diingat yang berbahaya bukanlah buku, melainkan pikiran yang miskin pengetahuan. Pikiran yang sempit, represif, dan anti-intelektual itulah yang berpotensi membunuh kebebasan, membungkam demokrasi, dan menghancurkan generasi.
Pihaknya juga menegaskan bahwa:

  1. Buku bukan senjata. Ia tidak pernah melukai siapa pun, kecuali bagi mereka yang takut terhadap kebenaran.
  2. Kriminalisasi pengetahuan adalah ancaman serius bagi demokrasi, kebebasan akademik, dan masa depan bangsa.
  3. Polisi seharusnya melindungi rakyat, bukan melawan rakyat dengan dalih hukum yang dipelintir untuk menakuti kebebasan berpikir.
    “Oleh karena itu, kami menuntut aparat kepolisian menghentikan praktik menjadikan buku sebagai barang bukti kriminalisasi. Jika polisi terus memosisikan diri sebagai musuh kebebasan, maka mereka sedang membuktikan bahwa kekuasaan lebih memilih kegelapan daripada pencerahan,” tutup Agung.

Buku adalah cahaya. Dan cahaya tidak akan pernah bisa dibunuh.

(Feby)

[post-views]