Bella Ciao, Lagu Perlawanan dari Italia yang Mendunia

Ketika orang dari berbagai belahan dunia berderap di jalanan melakukan aksi protes, ada irama dan lagu yang turut mengalun indah, tetapi menggerakkan dan mengobarkan semangat juang pendengarnya.

Lagu itu adalah Bella Ciao. Lagu perlawanan yang berasal dari daratan Italia. Tak hanya populer di Eropa, lagu ini meluas hingga ke Asia dan Amerika latin. Termasuk dalam aksi protes yang tengah mengamuk di Chile dan Kolombia.

Di Santiago, Chile, lagu Bella Ciao melantun indah, dengan iringan biola, seruling, akordeon, dan gitar, di tengah-tengah barisan massa demonstran yang marah pada neoliberalisme.

Di Kolombia, yang di penghujung tahun 2019 diguncang demo besar menentang rezim neoliberal, lagu ini juga berkumandang. Bahkan, oleh demonstran diplesetkan menjadi: Duque Chao (Selamat tinggal, Duque). Ivan Dugue adalah Presiden Kolombia sekarang ini, yang haluan ekonomi-politiknya sangat neoliberal.

Lagu ini juga dinyanyikan demonstran anti-Brexit di Inggris, gerakan rompi kuning (Mouvement des gilets jaunes), pendukung kemerdekaan Catalonia, pejuang Kurdi di Rojava, hingga demo anti ultra-kanan di Bologna, Italia, baru-baru ini.

Dari mana dan apa kisah di balik lagu ini?

Bella Ciao adalah lagu perlawanan yang lahir di bumi juang: Italia. Ketika Italia dikoyak fasisme, sepanjang 1922-1945, kelompok perlawanan muncul dengan gagah-berani. Mereka menamai diri: partisan. Dalam bahasa Italia disebut: Partigiano atau partigiani.

Para partisan ini, yang rela menyerahkan nyawa demi terbebasnya Italia dari kekejian fasisme, menyemangati diri dengan lagu-lagu perjuangan. Dua yang paling terkenal: Bella Ciao dan Fischia il Vento.

Bella Ciao, bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia, kurang lebih berarti: Selamat tinggal, Cantik. Lagu ini bercerita tentang seorang pemuda yang meninggalkan kekasihnya, lalu bergabung dengan partisan untuk melawan fasisme.

Kepada kekasihnya, dia berpesan: “Dan jika Aku mati sebagai partisan, kau harus menguburku di gunung. Di bawah bayangan bunga-bunga yang cantik.”

Versi lain menyebut, lagu ini sudah ada sejak abad ke-19. Dinyanyikan oleh petani perempuan di Italia utara. Ceritanya, petani perempuan ini, yang dalam bahasa Italia disebut “Mondinas”, bekerja sebagai penanam dan pemelihara padi.

Para perempuan ini bekerja dalam kondisi yang buruk. Selain diterjang terik, bertelanjang kaki menerjang lumpur, juga harus banyak membungkuk (karena menanam padi dan membersihkan gulma) sepanjang hari.

Namun, kendati kondisi kerjanya buruk, gaji mereka sangat kecil. Tak sebanding dengan derita dan peluh yang mereka rasakan. Ini yang memicu perlawanan.

Sembari melawan, perempuan-perempuan ini menciptakan lagu. Judulnya: Alla Mattina Appena Alzata (Di suatu pagi, aku terbangun). Intinya bercerita tentang duka nestapa petani perempuan: mulai dari rutinitas bangun pagi, berjibaku dengan serangga, badan membungkuk sepanjang hari, hingga kehilangan kemerdekaan.

Versi Mondine

Lagu ini populer di kalangan Mondinas hingga awal abad ke-20. Hingga, ketika fasisme mengobrak-abrik Italia, para pejuang partisan mengubah judul dan lirik lagu ini.

Ada lagi musikolog yang menyebut Bella Ciao berasal dari Odessa, ketika masih menjadi bagian Rusia. Konon, lagu ini lahir bersamaan dengan pemberontakan awak kapal perang Rusia, Potemkin, menentang rezim Tsar tahun 1905.

Perantau dari Odessa kemudian membawa lagu ini ke New-York. Di sana, lagu ini dimainkan dengan akordeon. Lalu, lagu ini dibawa imigran-imigran Italia yang pulang-kampung.

Versi mana yang benar?

Yang pasti, versi Bella Ciao yang populer dan kerap dinyanyikan di dalam berbagai aksi protes berasal dari perjuangan anti-fasisme di tahun 1940-an di Italia.

Versi Partisan Italia

Lagu ini direkam pertama kali oleh musisi kiri Italia, Giovanna Daffini, pada 1962.  Tiga tahun kemudian, Maria Ilva Biolcati, seorang penyanyi kiri Italia, menyanyikan lagu ini. Dan berkontribusi meluaskan lagu ini di Eropa.

Tahun 1970-an, seorang Italia yang bermukim di Perancis, Yves Montand, makin mempopulerkan lagu ini. Sejak itu, Bella Ciao mulai menjadi lagu protes.

Tahun 1975, seorang anarkis, Leslie Fish, merekam versi bahasa Inggris lagu ini.

Tahun 1985, grup musik beraliran kiri di Turki, Grup Yorum, menerjemahkan lagu ini ke bahasa Turki dan menyanyikannya. Tahun 2010, grup ini membuat konser besar di Istambul, Turki, dengan 55 ribu penonton. Lagu Bella Ciao mengalun dan dinyanyikan bersama-sama.

Di awal 1990an, band-band beraliran kiri Italia, seperti Banda Besotti dan Modena City Ramblers, makin mempopulerkan lagu ini.

Sekarang, lagu Bella Ciao sudah mendunia. Sudah diterjemahkan dalam 32 bahasa di dunia.

Di Inggris, tahun 2005, grup musik anarkis, Chumbawamba, menulis ulang lagu ini ke dalam bahasa Inggris.

Di tahun 2012, seorang pendeta di Genoa, Italia, namanya Don Andra Gallo, menghebohkan Italia dan Eropa. Videonya, yang memperlihatkan dirinya memimpin jemaat menyanyikan lagu Bella Ciao, viral di media sosial.

Di Indonesia, grup musik reggae, Lokal Ambience, mengadaftasi Bella Ciao ke dalam lagu berjudul: Ke Selatan.

Tahun 2017, sebuah film berseri yang tayang di Netflix, La Casa de Papel/ Money Heist, juga menyelipkan lagu Bella Ciao.

Tahun 2018, Anemone Foundation, sebuah lembaga yang peduli pada perjuangan rakyat Palestina, mengunggah video dengan judul Bella Ciao for Palestina Partisans. Video itu diperuntukkan untuk semua revolusioner Palestina yang berjuang untuk melawan kolonialisme Israel.

Begitulah. Bella Ciao menjadi lagu perlawanan yang mendunia.

Raymond Samuel

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid