Sekolah Rakyat Unggul: Mengubah Karakter ‘Miskin’ Menjadi Orang Sukses

Ide awal pendirian Sekolah Rakyat berangkat dari gagasan untuk membangun sekolah berasrama (boarding school) yang tidak hanya gratis dan berkualitas, tetapi juga mampu menjamin asupan gizi siswanya. Tujuan utama sekolah ini adalah memutus mata rantai kemiskinan agar anak-anak dari keluarga miskin tidak lagi mewarisi kondisi serupa. Inisiatif ini didukung oleh Kementerian Pendidikan yang berkomitmen untuk berkolaborasi dengan Kementerian Sosial.

Sekolah Rakyat memiliki akar sejarah sejak tahun 1893 dengan berdirinya Sekolah Rakyat Ongko Loro bagi anak-anak pribumi. Sekolah ini bertujuan mencetak tenaga kerja kasar dan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Mata pelajarannya meliputi bahasa, menghitung, menggambar, geografi, hingga menyanyi. Pada tahun 1927, sistem pendidikan ini disempurnakan menjadi program lima tahun melalui penggabungan dengan Vervolgschool.

Boarding school merupakan sistem pendidikan berasrama yang mempertemukan siswa, guru, dan wali asuh dalam satu lingkungan. Sistem ini memungkinkan pengawasan 24 jam, pengembangan karakter, serta penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh aktivitas siswa dirancang dan dijadwalkan secara teratur untuk mendukung perkembangan karakter mereka.

Selain sekolah formal, terdapat berbagai sekolah alternatif seperti pesantren, sekolah alam, sekolah filial, sekolah imbas, sekolah dampingan, PKBM, sekolah atap langit, dan sekolah di pengungsian yang berfungsi melengkapi kebutuhan pendidikan masyarakat. Sekolah Pamong adalah sekolah alternatif berbasis masyarakat yang diperuntukkan bagi anak-anak miskin dan putus sekolah. Di sekolah ini, terdapat pamong belajar dan guru pamong yang berperan dalam mendidik, membimbing, serta mengembangkan model pendidikan berbasis karakter dan keterampilan sosial.

Sekolah Rakyat Unggul memiliki tiga pilar utama yang menjadi dasar pengembangannya, Pilar pertama adalah pengasuhan holistik, yaitu pendekatan menyeluruh dalam mendidik anak secara fisik, emosional, sosial, dan intelektual. Pekerja sosial berperan sebagai wali asuh, terapis, dan advokat untuk menjamin kebutuhan dasar, kesehatan, serta dukungan psikososial bagi siswa.

Pekerja sosial berperan sebagai pendidik, konselor, dan pendamping yang membantu perkembangan karakter siswa di asrama. Mereka menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, serta menjadi figur pengganti orang tua yang profesional dan peduli.

Pilar kedua adalah sistem Deep Learning atau pembelajaran mendalam. Pendekatan ini menekankan kemampuan berpikir kritis, kolaboratif, dan kreatif agar siswa siap menghadapi tantangan abad ke-21. Metode pembelajaran berbasis proyek (PBL) dan dialog Socratic digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan penerapan ilmu.

Kepala sekolah berperan sebagai pemimpin pembelajaran yang visioner, menciptakan budaya inovatif, serta menghubungkan sekolah dengan dunia industri dan komunitas lokal. Ia juga memastikan dukungan teknologi dan infrastruktur digital yang memadai. Guru berperan sebagai fasilitator, mentor, dan teladan karakter. Mereka mengarahkan siswa untuk belajar kontekstual melalui proyek, menanamkan nilai moral, serta memberikan dukungan emosional. Guru juga menerapkan penilaian otentik berbasis portofolio untuk menilai perkembangan siswa secara menyeluruh.

Pilar ketiga adalah pengembangan Smart atau Success Character yang didasarkan pada teori pembelajaran sosial Albert Bandura. Pendidikan karakter ini menanamkan nilai-nilai keutamaan dan mengubah pola pikir miskin (fixed mindset) menjadi pola pikir sukses (growth mindset). Karakter orang miskin ditandai dengan sikap pasrah pada nasib, apatis, ketergantungan, berpikir jangka pendek, dan kesulitan berpikir konseptual.

Pola pikir ini perlu diubah agar seseorang dapat berkembang menjadi pribadi yang mandiri dan optimis. Sebaliknya, karakter orang sukses mencakup orientasi masa depan, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, dan reflektif terhadap kemajuan diri. Karakter ini menjadi fondasi dalam membangun kesuksesan melalui perubahan pola pikir dan perilaku positif. Perubahan karakter terjadi melalui mekanisme peniruan perilaku (modeling). Guru dan wali asuh menjadi teladan yang memperlihatkan tanggung jawab, disiplin, dan rasa percaya diri sehingga siswa dapat meniru dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut.

Sekolah Rakyat membantu siswa membangun cita-cita jangka panjang dengan mengajak mereka membayangkan masa depan dan menuliskannya. Langkah ini menumbuhkan motivasi dan arah hidup yang jelas bagi setiap siswa. Disiplin diri menjadi pondasi keberhasilan. Siswa dilatih untuk teratur dalam aktivitas harian seperti mandi, tidur, dan menjaga kebersihan diri. Keteraturan ini membentuk karakter bertanggung jawab dan fokus pada kualitas.

Rasa tanggung jawab diajarkan melalui penyelesaian tugas akademik dan asrama secara profesional. Guru memberikan apresiasi pada usaha siswa sebagai bentuk penguatan karakter dan etos kerja positif. Kepercayaan diri dikembangkan dengan mengubah rasa rendah diri menjadi kebanggaan terhadap kemampuan diri. Siswa diajak mengenali kelebihan dan terus memperbaiki diri agar tidak lagi merasa minder.

Refleksi menjadi bagian penting dalam membangun karakter sukses. Siswa diajak menilai perubahan dirinya dari waktu ke waktu dan mengakui kemajuan yang telah dicapai. Proses ini menumbuhkan kesadaran dan penghargaan terhadap diri sendiri. Pembangunan karakter dilakukan melalui tiga tahap: kesadaran (awareness), tindakan (aksi), dan refleksi (evaluasi).

Tahapan ini dilakukan terus-menerus untuk membentuk kebiasaan positif yang berkelanjutan. Rencana tindak lanjut (RTL) dilakukan dengan memantau perilaku sosial, kedisiplinan pribadi, kepemilikan barang, serta pencapaian akademik siswa. Penanganan kasus individu dan kelompok juga menjadi bagian penting dari proses pembinaan. Sekolah Rakyat Unggul juga mengembangkan laboratorium budaya lokal yang mencakup seni, literasi, bela diri, dan kegiatan outing seperti kunjungan ke museum, industri, serta studi tiru. Kegiatan ini memperkuat karakter, wawasan, dan kebanggaan lokal siswa.

Dr.Bambang Rustanto,M.Hum, Penulis merupakan Dosen di Kampus Poltekesos Bandung

[post-views]