ALARAM Nilai Penahanan Aktivis Lingkungan Rote Ndao Bentuk Kriminalisasi

‎Kupang, Berdikari Online — Aliansi Rakyat Menggugat (ALARAM) mengecam keras tindakan penahanan terhadap pegiat lingkungan dan pejuang akses publik Pantai Bo’a, Erasmus Frans Mandato, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Rote Ndao atas laporan manajemen PT. Bo’a Development.

‎Erasmus dilaporkan setelah mengunggah kritik melalui akun Facebook pribadinya pada 24 Januari 2025, yang menyoroti penutupan sepihak akses jalan umum ke Pantai Bo’a, praktik perusakan lingkungan, serta monopoli ruang publik oleh pihak korporasi.

‎Ia kemudian dilaporkan pada 3 Februari 2025 dan resmi ditahan sejak 1 September 2025, dengan sangkaan Pasal 45A ayat (3) jo Pasal 28 ayat (3) UU ITE.

‎ALARAM menilai proses hukum ini cacat secara formil dan materil, sebab:
‎1. Tidak ada unsur kerusuhan fisik, sebagaimana ditegaskan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 115/PUU-XXII/2024, yang menyatakan bahwa delik Pasal 28 ayat (3) UU ITE hanya berlaku jika terjadi kerusuhan di ruang fisik.


‎2. Erasmus menyuarakan perlindungan lingkungan hidup, yang dijamin oleh Pasal 66 UU 32/2009, yang menyatakan pembela lingkungan tidak bisa dipidana maupun digugat.

‎3. Akses jalan yang dikritisi adalah jalan publik yang dibangun oleh negara melalui program IDT (1997), PNPM (2013), serta peningkatan jalan APBD (2018).

‎4. Kritik tersebut merupakan partisipasi warga dalam pengawasan kebijakan publik, yang dijamin Pasal 41 UU Tipikor.

‎ “Erasmus bukan provokator, dia pembela hak masyarakat. Ini bukan penegakan hukum, ini pembungkaman. Rakyat yang bersuara dilaporkan, sementara ruang hidup mereka dirampas.” Tegas Gunawan Kordinator Umum ALARAM

‎ALARAM juga mengungkap dampak serius dari penutupan akses oleh PT. Bo’a Development dan Nihi Rote sejak 12 September 2024: Nelayan dan warga kehilangan akses melaut, Wisatawan lokal dan mancanegara tak bisa mengakses titik selancar, Event nasional selancar 2028 di Pantai Bo’a batal digelar, Ditemukannya dugaan perusakan mangrove dan pembuangan limbah ke laut, Muncul konflik sosial akibat politik adu domba di tingkat desa.

‎Berdasarkan temuan dan kajian hukum, ALARAM mendesak:
‎ Pembebasan tanpa syarat Erasmus Frans Mandato.

‎2. Komisi Yudisial mengawal persidangan dan mengaudit dugaan pelanggaran etik hakim.

‎3. Pembukaan kembali akses jalan publik ke Pantai Bo’a.

‎4. Penghentian segala aktivitas perusakan lingkungan, termasuk penebangan mangrove

‎5. Pembatalan kesepakatan sepihak antara Pemdes dan PT. Bo’a Development.

‎6. Pengembalian akses jalan yang dibangun dari dana publik (IDT 1997, PNPM 2013, APBD 2018).

‎7. Penghentian intimidasi dan pemecahbelahan warga.

‎ “Pantai Bo’a bukan milik segelintir orang. Ia ruang hidup rakyat dan warisan masa depan. Investasi tidak boleh menyingkirkan keadilan,” tutup Gunawan.

(Feby)

[post-views]