Jakarta, Berdikari Online – Hipma Halteng Jabodetabek mendesak otoritas yang berwenang di Kabupaten Halmahera Tengah untuk menginvestigasi pencemaran sungai di Desa Sagea alias Wisata Bokimaruru.
Sungai Sagea merupakan sumber air penting untuk kebutuhan sehari-hari penduduk setempat. Ada kekhawatiran yang semakin besar mengenai pencemaran sungai yang terus berlanjut yang dapat menyebabkan sungai tersebut tidak berguna. Selain itu, Sungai Sagea merupakan komponen kunci lanskap Wisata Karst Bokimoruru.
Kepada Berdikari Online (28/8), Ketua Umum Hipma Halteng Jabodetabek Dafri Samsudin mengatakan bahwa kondisi yang terjadi sekarang bukan hanya lantaran intervensi cuaca tidak baik tetapi diduga karena adanya endapan lumpur yang terbawa ke aliran sungai yang terindikasi bersumber dari aktivitas pertambangan.
Ada 7 perusahan raksasa yang beroperasi di Kabupaten Halmahera Tengah khususnya di Desa Sagea dan sekitarnya seperti PT First Pacific Mining (FPM), PT Karunia Sagea Mineral (KSM), PT. Bakti Pertiwi Nusantara, PT. Pertambangan Harum Sukses, PT. Tekindo Energi, PT. Weda Bay Nickel (WBN), PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
“Kami menuntut pengawasan Pemerintah baik dari Pusat maupun Daerah plus DPRD Halmahera Tengah agar segera menginvestigasi kebijakan operasional pertambangan di Desa Sagea Kabupaten Halmahera Tengah,”kata Dafri Samsudin.
“Informasi yang kami peroleh dari masyarakat setempat: tingkat pencemarannya sangat fatal karena lumpurnya lebih kental,”ungkap Kepala Bidang Penataan dan Penataan Lingkungan Hidup, DLH Halteng, Abubakar Yasin (dikutip dari detikcom, Rabu, 16/8/2023). Tercemarnya Sungai Sagea di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) Maluku Utara, diduga kuat akibat meluasnya aktivitas pertambangan. Obyek Wisata Gua Bokimoruru juga terdampak sehingga menyebabkan rendahnya kunjungan wisatawan.
(Samsu)
Foto : Illustrasi Pencemaran Sungai

