Suasana penuh sorak-sorai berkumandang saat acara pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke-2 Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) di hotel Acacia, Minggu (31/7/2022), malam.
“Siapa kita?” teriak Mayjen TNI (purn) R Gautama Wiranegara dari atas podium. “PRIMA,” jawab seluruh peserta Sidang Rapimnas PRIMA.
Mayjen TNI (purn) R Gautama Wiranegara merupakan Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PRIMA. Malam itu, dia diminta untuk menyampaikan pidato sambutan.
Di hadapan ratusan peserta Rapimnas PRIMA, Gautama menjelaskan esensi “partainya rakyat biasa”, tagline yang diusung tinggi-tinggi oleh PRIMA.
“Rakyat biasa adalah semua orang, baik di ruangan ini maupun di luar sana, yang bukan bagian dari oligarki. Rakyat biasa adalah kaum 99 persen masyarakat Indonesia,” katanya.
Sejurus kemudian, mantan Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini menjelaskan soal oligarki sebagai persoalan bangsa.
“Para oligarki, kaum 1 persen itu, menguasai hampir seluruh kekayaan nasional. Mereka yang membuat penyelenggaraan negara bergeser dari cita-cita pembukaan UUD 1945,” tegasnya.
Malam itu, selain lewat pidato Gautama, pidato Ketua Umum PRIMA, Agus Jabo Priyono, juga menyuarakan perlawanan terhadap oligarki.
“Tanah-air kita yang kaya-raya, dengan sumber daya yang ada di dalamnya, seharusnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, tetapi dalam prakteknya dikuasai oleh segelintir orang super kaya alias oligarki,” kata Agus Jabo.
Menurut Alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) ini, dengan kekayaan alam yang melimpah, Indonesia seharusnya tak punya syarat untuk menjadi miskin dan timpang.
Sayang sekali, pengelolaan sumber daya alam oleh negara terlalu banyak diserahkan pada investor swasta, yang notabene merupakan pemilik modal besar. Sementara rakyat biasa, lewat UMKM dan koperasi, nyaris tak mendapat kesempatan dan bagian.
Dalam pidato politiknya, Agus Jabo menyebut pemilu 2024 sebagai pertarungan politik antara kepentingan oligarki versus rakyat biasa. Juga pertarungan antara kekuatan status-quo versus kekuatan perubahan.
Dia berseru agar rakyat Indonesia, terutama mereka yang sudah punya hak pilih, untuk memilih dan memenangkan PRIMA di pemilu 2024.
“Karena hanya PRIMA satu-satunya partai yang berani melawan oligarki. Hanya PRIMA yang berani terang-terangan mewakili rakyat biasa atau kaum 99 persen,” tegasnya.
Ini bukan pertama kalinya PRIMA bicara tentang politik anti-oligarki. Sejak didirikan pada pertengahan 2020 lalu, PRIMA sudah mengusung tinggi-tinggi panji-panji politik anti-oligarki.
Di profil yang tercantum di website resminya, PRIMA sudah menuding oligarki sebagai biang kerok banyak persoalan kebangsaan.
“Penyebabnya, politik kita bercorak oligarki. Politik hanya dikendalikan oleh segelintir orang, yang menguasai sumber daya material (kekayaan), untuk meningkatkan dan mempertahankan kekayaannya,” demikian tertulis di laman prima.or.id.
PRIMA mungkin satu-satunya partai di Indonesia ini yang punya materi bacaan resmi menyerupai katekismus yang menjelaskan tentang oligarki, bahayanya, dan cara menghadapinya.
Demi melawan oligarki itu, PRIMA mengusung apa yang mereka sebut sebagai politik kesejahteraan sosial. Politik kesejahteraan sosial itu dijabarkan dalam 9 program pokok yang disebut “9 Jalan Rakyat Adil dan Makmur”.
Dalam berbagai kesempatan, Ketua Umum PRIMA Agus Jabo Priyono selalu menekankan perlunya solidaritas dan gotong-royong sebagai senjata melawan oligarki. Dia juga menegaskan perlunya penguatan ekonomi rakyat, terutama UMKM dan koperasi, sebagai senjata ekonomi untuk mengikis dominasi ekonomi oligarki.
Tak sekedar bernarasi, PRIMA juga menggalang gerakan politiknya. Sebagai misal, pada 18 September 2021, hanya sebulan pasca deklarasi, PRIMA menggelar focus group discussion (FGD).
FGD itu menghadirkan puluhan tokoh, akademisi, dan perwakilan gerakan sosial. Mereka sepakat membangun semacam poros politik anti-oligarki dengan mengajak masyarakat luas.
Selain membangun poros politik, PRIMA juga melempar gagasan tentang perlunya Undang-Undang (UU) anti-oligarki untuk membatasi pengaruh dan dominasi oligarki di Indonesia. Gagasan ini mendapat respon positif banyak tokoh.
Namun, meskipun isu anti-oligarki mulai menguat dalam narasi publik belakangan ini, gagasan poros politik dan UU anti-oligarki PRIMA belum menghasilkan sebuah gelombang politik besar. Di sisi lain, PRIMA mulai disibukkan dengan urusan teknis dan administrasi untuk menyiapkan verifikasi parpol di KPU.
PRIMA menyadari, usaha untuk mengikis dominasi oligarki tidaklah gampang. Sebab, PRIMA akan berhadapan dengan kekuatan yang didukung oleh sumber daya yang melimpah.
“Realitas politik di lapangan menunjukkan bahwa kompetitor kita sangat kuat, artinya mereka menguasai sumber daya politik, uang, jaringan maupun alat propaganda,” kata Agus Jabo.
Namun, dia mengajak semua anggota PRIMA untuk belajar dari sejarah yang menunjukkan bahwa kekuatan rakyat yang terorganisir bisa menumbangkan rezim yang didukung oleh segala sumber daya.
“Jika mereka menjadikan uang sebagai sumber daya politik, maka kita bisa mengalahkan mereka dengan kekuatan gotong royong dari rakyat biasa, itu energi kita untuk memenangkan pertarungan,” ujarnya.
Pada 1 Agustus lalu, bertepatan dengan dimulainya tahapan pendaftaran Parpol peserta pemilu 2024, PRIMA resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Proses pendaftaran PRIMA di KPU dilakukan oleh DPP PRIMA dan dikawal oleh 2000-an anggota PRIMA.
Tentu saja, antusiasme ribuan massa yang ikut serta dalam proses pendaftaran PRIMA menunjukkan sebuah harapan besar dari rakyat banyak. Mereka mewakili jutaan rakyat Indonesia untuk Indonesia yang lebih baik, demokratis, adil dan makmur.
PRIMA sedang berjuang untuk sebuah mimpi besar: mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur, yang terbebas dari cengkeraman oligarki.
MAHESA DANU
Kredit foto: Syamsul Maarif/PRIMA Banten

