Soekarno Sang Proklamator pernah berkata, “Negeri ini, Republik Indonesia, bukanlah milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, bukan juga milik suatu adat-istiadat tertentu, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!”. Ucapan ini masing sering terbesit dan terngiang-ngiang dalam pikiran banyak orang. Hingga tidak sedikit orang sering mengutipnya untuk dicantumkan dalam tulisan atau diungkapkan dalam ruang-ruang publik. Sama halnya dalam refleksi menuju hari kemerdekaan Indonesia yang ke-80, serasa ada yang kurang kalau kemudian ucapan ini tidak digaungkan kembali dengan melihat kondisi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia saat ini. Nampaknya, Soekarno sebelum mengucapkannya, Ia telah melihat bangsa ini jauh ke depan melintasi waktu hingga lintas generasi. Sudah hampir 80 tahun lamanya Indonesia merdeka, namun masih banyak pertanyaan yang belum terjawab hingga kini.
Bukankah semangat perlawanan untuk kemerdakaan itu dulunya lahir karena kita satu nasib yaitu satu penderitaan yang sama? Bukankah perjuangan mengusir penjajah itu kita lakukan bersama secara gerilya dan gotong royong? Bukankah kemerdekaan itu kita capai untuk jadi milik kita bersama? Lalu mengapa saat ini kita masih dipertontonkan dengan kondisi masyarakat yang miskin, terdiskriminasi, tergusur dan tidak mendapatkan keadilan? Bahkan kita harus menonton pertikaian ssesama masyarakat sebangsa hanya karena perbedaan? Bukankah kemerdekaan itu kita capai dengan semangat persatuan yang utuh? Hingga kita dingatkan kembali dengan ucapan Sukarno yang berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Nampaknya ungkapan ini menjadi nyata dihadapan kita saat ini. Tidak cukup hanya mengusir penjajah, kita juga harus berjuang melawan elit-elit politik yang korup dan kelompok masyarakat yang intoleran.
Refleksi kemerdekaan yang ke-80 tentunya menjadi stasiun pemberhentian bagi bangsa ini untuk kemudian memberikan evaluasi terhadap perjalanan panjang bangsa dan negara ini yang sudah cukup jauh namun cenderung tanpa arah. Tingkat kemiskinan yang terbilang tinggi, jumlah pengangguran yang semakin meningkat, pertumbuhan ekonomi yang melambat bahkan masih dibawah 5 persen jauh dari harapan untuk mencapai 8 persen, kasus korupsi yang tinggi hingga mencapai ratusan bahkan ribuan teriliun, konflik pertanahan dan masyarakat adat, penggusuran warga akibat proyek pembangunan, pembangunan infrasutruktur dan tambang yang cenderung berdampak buruk terhadap lingkungan, kriminalitas dan kekerasan yang terus terjadi terutama diperkotaan. Bukankah kemerdekaan semestinya diisi dengan semangat gotong royong untuk keadilan dan kemakmuran bersama? Bukankah ketimpangan atau kesenjangan sosial telah mempertegas bahwa bangsa ini masih jauh dari keadilan dan kesejahteraan? Masyarakat miskin, rentan dan kelaparan setiap hari harus dipertontonkan dengan sandiwara pertengkaran dan tarian-tarian elit di panggung kekuasaan. Di tengah kenikmatan yang dirasakan para elit-elit politik, di luar gedung-gedung besar banyak warga harus kesulitan mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan jaminan keamanan.
Republik ini masih jauh dari cita-cita kemerdekaan. Banyak hal yang masih perlu untuk dievaluasi dan diperbaiki untuk bangsa ini bisa berlari mengejar ketertinggalan. Pembangunan harus dievaluasi secara total dan perlu untuk dipertegas kembali akan arah pembangunan nasional yang tidak senantiasa goyah hanya karena pertengkaran dan sirkulasi elit-elit politik. Infrastuktur fisik bukanlah tujuan dari suatu pembangunan melainkan menjadi sarana pendukung dari suatu pembangunan masyarakat. Sehingga ketika dalam pembangunan dihadapkan pada pilihan dilematis, masyarakat harus dijadikan sebagai yang utama. Pembangunan harus sungguh-sungguh berpihak terhadap masyarakat terutama mereka yang miskin, rentan dan tidak beruntung. Pembangunan infrastuktur fisik tidak boleh dijadikan sebagai yang utama dalam upaya percepatan pembangunan nasional.
Meskipun di tengah keterpurukan bangsa dan kondisi ekonomi yang melemah, Langkah progresif Presiden Prabowo diawal kepemimpinan untuk memberikan prioritas dan perhatian khusus terhadap program Sekolah Rakyat dan Koperasi Desa perlu untuk diapresiasi. Langkah ini nampaknya menjadi upaya pemerintah pusat melalui kementerian Sosial dan kementerian koperasi untuk lebih serius menjamah dan memperhatikan masyarakat miskin dan membawa bangsa ini untuk bangkit dan bergerak maju. Pemerintah pusat nampaknya menaruh keseriusan dalam upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang nyata dan merakyat. Program sekolah rakyat dan koperasi desa menunjukkan bahwa pemerintah pusat telah membuka mata bahwa pembangunan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan hanya terfokus pada pengembangan usaha makro dan upaya peningkatan pendapatan negara. Namun, secara nyata melalui kementerian sosial dengan program sekolah rakyat, pemerintah melihat bahwa memperbaiki kualitas generasi bangsa menjadi upaya pembangunan utama dalam membawa masyarakat keluar dari kemiskinan. Selanjutnya untuk menjaga dan membangun ekonomi masyarakat hari ini dan esok, pemerintah kemudian mengembangkan program koperasi desa yang bisa langsung diakses masyarakat. langkah progresif ini nampaknya akan mewujudkan stabilitas ekonomi yang tidak hanya dinikmati elit-elit politik tetapi secara nyata menyentuh dan berpihak langsung terhadap masyarakat.
Program Sekolah Rakyat yang memiliki tujuan untuk memberikan akses pendidikan gratis dan berkualitas, khususnya bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrim, serta memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan nampaknya telah bergerak secara progresif. Kabarnya, program ini sudah berjalan sejak 14 Juli 2025 dan akan beroperasi dengan sistem asrama dengan menargetkan 20.000 siswa pada tahap awal. Ada beberapa yang barangkali menjadi keunggulan program ini yaitu: pertama, menyediakan akses pendidikan gratis dan berkualitas bagi masyarakat kurang mampu. Kedua, menekankan pembentukan karakter, keterampilan, dan kepemimpinan siswa. Ketiga, menawarkan pendekatan pembelajaran yang fleksibel dan personal, serta memberikan pendampingan profesional sepanjang waktu. Keempat, Kurikulum yang diselaraskan dengan Kebutuhan Lokal. Kelima, berfokus pada Peningkatan Kualitas SDM dan berbagai kekunggulan lainnya.
Selanjutnya program koperasi desa Merah Putih yang juga turut terlihat serius dan prgresif dijalankan hingga keberbagai daerah. Kabarnya Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan akan meluncurkan Koperasi Desa Merah Putih secara nasional pada tanggal 28 Oktober 2025. Sejauh ini koperasi desa Merah putih sudah terbentuk sebanyak 71.262 unit dari target 80.000 unit. Pencapaian ini cukup signifikan dan progresif. Nampaknya kementerian koperasi desa cukup serius melakukan konsolidasi dan koordiansi ke seluruh daerah atau desa.
Namum, diisamping kebijakan yang sungguh-sungguh berpihak terhadap masyarakat, hal yang terpenting adalah bagaimana kebijakan ini dapat dijalankan secara serius oleh pemerintah sampai kedaerah dan kemudian mendapatkan pengawasan yang konsisten dari kelompok-kelompok sosial-masyarakat. keseimbangan antara implementasi dan pengawasan sangat dibutuhkan agar program-program seperti ini dapat dijalankan secara berkelanjutan, agar cita-cita kemerdekaan secara nyata dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. cita-cita untuk membawa masyarakat keluar dari kemiskinan menuju kesejahteraan harus menjadi yang utama dalam perencanaan dan implementasi pembangunan. Sehingga pemerintah melalui kebijakan pembangunan tidak menjadikan masyarakat sebagai alat untuk mensukseskan pembangunan infrastuktur fisik melainkan sebaliknya. Pembangunan ditujukan untuk masyarakat dengan prinsip keberpihakan dan keadilan serta menjadikan infrastuktur fisik sebagai sarana pendukung bukan yang utama dan prioritas.
Namun, disamping langkha progresif pemerintah untuk menjawab permasalahan kemiskinan dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional, bangsa Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai masalah Intolerasi yang berkelanjutan. Terbaru terjadi di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Barat. Nampaknya Kementerian Agama belum bergerak secara serius dan progresif untuk masalah ini. Jangan Sampai kementerian Agama abai terhadap persoalan intoleransi yang masih menjalar dalam kehidupan masyarakat. Kementerian Keagamaan harus segera melakukan evaluasi total dan bergerak secara responsif dengan upaya-upaya yang tegas serta berteguh pada prinsip persatuan dan keadilan. Negara ini dibangun dengan semangat persatuan dan prinsip gotong royong. Jangan sampai karena sekelompok orang dan ketidak mampuan kementerian agama, masyarakat harus hidup dalam konflik dan permusuhan karena sentimen perbedaan. Jika persoalan ini masih terus terjadi, maka cita-cita kemerdekaan hanya harapan utopis semata, yang tercatat rapi di atas lembaran kertas.
Selamat menyambut hari kemerdekaan yang ke-80 Tahun bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga Kemerdekaan tidak sebatas guyonan semata atau hanya catatan dalam buku sejarah. Namun, Kita berharap kemerdekaan adalah pencapaian dan kesempatan untuk membawa masyarakat keluar dari kemiskinan, penderitaan dan luka menjadi bangsa yang berdaulat dan mandiri untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera.
Joel Mahendra Tampubolon
Penulis adalah Pengurus Pusat PMKRI

