Putusan MK Nomor 135 Dari Sisi Partai Politik Nonparlemen

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024, selanjutnya disebutkan Putusan MK 135, dibacakan oleh Hakim Konstitusi pada 26 Juni 2025 merubah segala percakapan mengenai masa depan Pemilihan Umum (Pemilu) 2030 mendatang. Sebagaiamana Partai Politik lainnya, Partai PRIMA mengalami dampak langsung terhadap Putusan MK 135 yang tidak dirasakan oleh Partai Politik di Parlemen, walau posisi mereka saat ini secara implisit berbeda dengan Putusan MK 135, ada kecenderungan tidak akan melaksanakan putusan dimaksud.

Terlepas dari sikap Partai Politik di Parlemen yang memiliki alasan konstitusional masing-masing, Partai Politik seperti Partai PRIMA penting memiliki narasi sendiri melihat dinamika pasca Putusan MK 135.

Pasca Putusan MK 135 Pemilu Serentak di Daerah Menutup Partisipasi Partai PRIMA:

Point 4 (empat) amar Putusan MK 135 “Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, “Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden.”.

Pelaksanaan Keputusan MK 135, terutama amar putusan 4 (empat) menutup peluang Partai PRIMA berada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Pemilu 2030, peluang itu datang secara konstitusional berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 secara ikhtisar disebutkan partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon Gubernur/Wakil Gubernur dengan syarat Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut, Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut, Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut dan Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 juga menyebutkan partai politik dan gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati dengan ketentuan Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut, Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut, Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut dan Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.

Korelasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dengan Partai PRIMA berada di gelanggang Pilkada adalah kepesertaan Pemilu 2030 dengan perolehan akumulasi suara sah ditingkat Provinsi dan Kabupaten.

Hasil Pemilu 2030 berdasarkan Putusan MK Nomor 135 tidak berguna banyak untuk Pilkada bagi Partai PRIMA, yang digunakan mengajukan pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Bupati Wakil/Bupati dengan perolehan akumulasi suarah sah adalah hasil Pemilu 2024. Partai PRIMA di Pemilu 2024 bukanlah peserta Pemilu dan tidak memiliki akumulasi suara sah untuk mengajukan pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Bupati/Wakil Bupati di Pilkada 2030, berdasarkan Putusan MK Nomor 135 meletakan Sifat dan kedudukan Partai PRIMA hanya seperti organisasi masyarakat atau organisasi relawan, tidak diklasifikasi sebagai partai politik.

Melambatnya Revisi UU Paket Politik:

Implikasi yang nyata dari Putusan MK Nomor 135 adanya perbedaan sikap DPR sebagai pembuat undang-undang yang tercantum Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi kausalitas terbengkalainya Revisi Undang-Undang Paket Politik: UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol), dan UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

Selama tidak ada pembahasan revisi UU Paket Politik, selama itu pula aturan tekhnis verfikasi calon peserta Pemilu yang rumit dan diskriminatif—untuk partai nonparlemen—masih mengenal verfikasi administrasi dan verifikasi faktual yang merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan PKPU Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 4 tahun 2022 Tentang Pendaftaran, Verfikasi dan Penetapan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Aturan tekhnisi ini mewajibkan kepada calon peserta Pemilihan Umum mengajukan syarat administratif yang seperti berstatus badan hukum, memiliki kepengurusan diseluruh provinsi memiliki kepengurusan di 75 persen jumlah kabupaten/kota, memiliki kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan, menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan di tingkat pusat, memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk di tingkat provinsi yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota (KTA), mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan partai politik di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu, menyampaikan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik ke KPU dan menyerahkan nomor rekening atas nama partai politik pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Syarat verfikasi yang tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan PKPU Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas PKPU Nomor 4 tahun 2022 Tentang Pendaftaran, Verfikasi dan Penetapan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan aktualisasi dari Judicial Review pasal 173 ayat 1 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi: “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah lulus verifikasi oleh KPU”, oleh KPU secara norma meneguhkan partai baru maupun partai nonparlemen melalui dua verfikasi administrasi dan faktual, sementara partai politik parlemen hanya melalui verifikasi administrasi.

Aktualisasi Judicial Review pasal 173 ayat 1 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum oleh KPU memberikan tempat bagi KPU sebagai penyelenggara sekaligus eksekutor peserta Pemilu.

Mengembalikan keadilan bagi partai politik sebagaimana asas Pemilu, termasuk Partai PRIMA, momentumnya adalah revisi UU Paket Pemilu.

Mengusulkan Verfikasi partai politik peserta Pemilu normanya tidak lagi ada pada batang tubuh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yakni pasal 13 yang memiliki kewenangan menetapkan peserta Pemilu, sehingga ada kesesuaian tugas dan kewenangan sebagai penyelenggara Pemilu yang merupakan bagian cabang kekuasaan eksekutif yang dibentuk melalui undang-undang.

Kesimpulan sederhana atas mendesaknya revisi Undang-Undang Paket Politik yakni tidak hanya mengakomodir hasil putusan Mahkamah Konstitusi, Presiden dan DPRRI yang memiliki prinsip open legal policy mengembalikan asas Pemilu yang adil kepada partai politik nonparlemen.

Adi Prianto

(Pengurus DPP PRIMA)

[post-views]