Presiden Bolivia Evo Morales menganggap proyek “perang melawan Narkoba”, yang dijalankan Amerika Serikat di kawasan Amerika Latin, hanyalah kedok untuk merampok sumber daya atau kekayaan alam di kawasan tersebut.
“Di bawah dalih perang melawan Narkoba, apa yang sebetulnya mereka lakukan adalah merampok kita semua melalui perusahaan mereka, mengekstraksi dan merampok kekayaan alam kita, lalu menghalangi perkembangan Bolivia dan seluruh Amerika Latin,” kata Evo Morales seperti dikutip teleSUR, Senin (25/4/2016).
Evo tidak asal menuduh, tapi juga membeberkan bukti-bukti. Dia mengungkapkan, selama 20 tahun periode neoliberalisme yang dipaksakan oleh Amerika Serikat, Bolivia hanya bisa mengakumulasi pendapatan dari minyak sebesar 4,5 milyar USD.
Namun, begitu neoliberalisme ditendang keluar ketika Evo Morales berkuasa, penerimaan minyak Bolivia meningkat pesat. Pasalnya, Bolivia berhasil merebut kembali kontrol atas sumber daya alamnya, termasuk minyak dan gas.
“Pada tahun 2014 saja, kami berhasil mengumpulkan 5,4 milyar USD,” ungkapnya.
Bahkan di tahun 2015, ketika harga minyak dunia terjun bebas, penerimaan minyak Bolivia masih bisa mencapai 4 milyar USD atau hanya beda tipis dari total penerimaan minyak selama 20 tahun di era neoliberalisme.
Presiden pribumi pertama Bolivia itu juga mengingatkan bagaimana Amerika Serikat mengontrol Bolivia dengan mengerahkan kekuatan militer, DEA (Badan Anti Narkoba-AS), dan kekuatan lainnya di bawah panji-panji ‘perang melawan Narkoba’.
“Kami yakin, perang melawan narkoba yang diluncurkan AS punya kepentingan geopolitik terselubung dan ini dijadikan argumen/dalih oleh Washington untuk menguasai dan mendominasi negara kita, merendahkan dan memecah-belah kita,” paparnya.
Pada tahun 1980an, AS meningkatkan kampanye perang melawan koka. Mereka menekan pemerintah Bolivia untuk membumihanguskan tanaman koka. Sejak itu, pertanian dan perdagangan koka dianggap ilegal. Untuk tujuan itu, AS menggunakan militer lokal untuk membumihanguskan tanaman leluhur dan sumber penghidupan masyarakat adat/pribumi Bolivia itu.
Evo, anak seorang petani koka, tidak diam melihat kejadian itu. Dia mulai mengorganisir petani koka di kampung halamannya. Petani koka ini sering disebut “Cocaleros”.
Dalam rentang waktu yang panjang, Evo kerap mendapat ancaman pembunuhan dan penculikan. Di tahun 1989, dia pernah ditangkap dan disiksa oleh unit patroli militer karena aktivitasnya mengorganisir perlawanan petani koka.
Di akhir 1990an dan 2000-an, agenda neoliberalisme menguat di Bolivia di bawah rezim yang dikontrol oleh AS. Presidennya saat itu bernama Sanchez de Lozada (Goni). Dia mengobral habis semua sumber daya alam Bolivia, khususnya energi dan air, kepada korporasi asing.
Rakyat bangkit melawan. Sejak itulah, perlawanan petani koka berjalan beriringan dengan gerakan anti-neoliberalisme. Dan Evo Morales tampil sebagai pahlawannya.
Raymond Samuel


