Meminjam pesan dari Pramoedya Ananta Toer: “Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, jika angkatan muda mati rasa, maka matilah semua bangsa.”
Indonesia baru saja memiliki pemerintahan baru; dengan semangat persatuan nasional, merangkul para tokoh kunci gerakan mahasiswa pada era reformasi tahun 1998 seperti Agus Jabo Priyono, Faisol Riza, Mugiyanto Sipin, Nezar Patria, Immanuel Abenezar dan Budiman Sudjatmiko untuk mengisi struktur dalam Kabinet Merah Putih. Hal ini menurut penulis bukan kerena politik balas budi Presiden Prabowo Subianto terhadap sejarah melainkan satu bentuk rekonsiliasi nasional yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan visi besar Indonesia ke depan yaitu Mencapai Indonesia Emas di tahun 2045.
Memproteksi Gerakan Mahasiswa Saat Ini
Gerakan mahasiswa saat ini perlu diproteksi secara radikal: gerakan mahasiswa yang bersifat Nasional seperti Cipayung plus, BEM Nusantara, BEM Seluruh Indonesia, LSM dan juga organisasi kiri lainnya. Gerakan mahasiswa 3 tahun terakhir merespon berbagai kebijakan nasional seperti Pengesahan UU Cipta Kerja, UU KUHAP, Kenaikan BBM dan Gerakan Darurat Demokrasi. Sekalipun dengan luapan massa yang begitu meluas tumpah ruah di jalanan, akan tetapi tidak memiliki kepemimpinan secara ideologis. Gerakan mahasiswa hanya bersifat spontan dan terkotak-kotak sehingga mudah ditunggangi oleh para elit nasional yang memiliki kepentingan politik dan mudah dibredel oleh instrumen negara. Anatomi gerakan mahasiswa tidak benar-benar dibangun secara terukur dan tersistematis untuk mengonsolidasi massa rakyat yang lebih luas seperti buruh, tani, nelayan dan kaum miskin kota.
Kecenderungan gerakan mahasiswa saat ini lebih bersifat pragmatis tanpa ada langkah-langkah advokasi yang dilakukan terlebih dahulu secara mendalam seperti isu pendidikan, ekonomi, politik, hukum dan sosial budaya yang berkembang. Tentu gerakan mahasiswa yang bersifat pragmatis secara tidak langsung akan membangun dinding pemisah dengan rakyat biasa yang bersentuhan langsung dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan nasional.
Gerakan mahasiswa saat ini harus kembali berkaca pada gerakan mahasiswa tahun 1965-1966 yang dipimpin oleh dua aktor intelektual yaitu Soe Hok Gie dan Arif Budiman sekalipun kental ditunggangi oleh militer dan organisasi sayap kanan akan tetapi mampu mengelola kemarahan massa rakyat dengan basis ideologis mumpuni serta agitasi dan propaganda yang begitu massif dengan membawa tiga tuntutan rakyat (TRITURA) hingga lahirnya titah sakti yaitu Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR): titik balik pergantian Orde Lama ke Orde Baru.
Gerakan mahasiswa pada tahun 1994-1998 juga harus menjadi cerminan penting gerakan mahasiswa saat ini: gerakan yang dipelopori oleh para mahasiswa berwatak radikal, progresif dan revolusioner yang terhimpun dalam Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dengan menggaungkan program politik Cabut 5 Paket UU Politik 1985, Cabut Dwi Fungsi ABRI, dan Referendum Timor-Timor serta berhasil mengorganisir kaum buruh, tani, seniman seperti Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), Serikat Tani Nasional (STN), Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER) dan front mahasiswa lainnya.
Gerakan mahasiswa yang berwatak radikal, progresif dan revolusioner tersebut juga berhasil mendirikan partai politik yaitu Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada tahun 1996 untuk merespon Pemilu pada tahun 1997 sebagai upaya mengintervensi akan kembalinya pencalonan Soeharto. Gerakan mahasiswa dan rakyat terus mendorong maju: letupan gerakan terjadi di berbagai kota di seluruh Indonesia hingga pada puncaknya mahasiswa berhasil menduduki Gedung DPR/MPR dan memaksa Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun turun dari tampuk kekuasaan pada tanggal 21 Mei 1998.
Gerakan Mahasiswa Adalah Gerakan Politik
Gerakan mahasiswa haruslah bermuara pada gerakan politik tidak hanya sebatas pada gerakan moral sebagaimana yang ditegaskan oleh filsuf Marxis Italia Antonio Gramsci dalam bukunya yang berjudul Catatan-Catatan dari Penjara tentang intelektual organik bahwa individu atau kelompok harus aktif dalam membentuk ide-ide dan memahami kondisi sosial serta mampu melakukan perubahan mendasar.
Penjelasan Antonio Gramsci tersebut tentu tertuju pada semua kalangan baik itu pemuda, mahasiswa, buruh, petani, seniman maupun masyarakat pada umumnya yang telah memiliki kesadaran maju secara ideologis.
Mengapa gerakan mahasiswa harus bermuara pada gerakan politik? Penulis telah menguraikan pada sub tema di atas: gerakan mahasiswa pada tahun 1998, mahasiswa yang berwatak radikal, progresif dan revolusioner sekalipun dengan situasi ruang demokrasi yang dipersempit oleh kediktatoran Orde Baru akan tetapi masih memiliki kemampuan menaikkan level perjuangan secara politik dengan membentuk partai politik untuk memayungi seluruh gerakan rakyat yang ditindas dan dieksploitasi oleh rezim Orde Baru pada saat itu. Tentu hal ini menjadi cerminan bahwa gerakan mahasiswa secara politik harus menggunakan dua taktik perjuangan yaitu ekstra parlemen dan intra parlemen untuk mengambil alih kekuasaan dan mengubah sistem yang tidak berpihak pada kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat biasa seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, pemuda, buruh, petani dan nelayan serta rakyat tertindas lainnya.
PRD dengan sayap partai seperti Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Serikat Tani Nelayan (STN), Serikat Rakyat Mandiri Indonesia (SRMI), Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER), Suluh Perempuan dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) serta rakyat biasa lainnya yang masih memiliki keteguhan dan kegigihan secara ideologi dan politik kembali mendirikan partai politik yaitu Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) pada tanggal 1 Juni tahun 2021. Agus Jabo Priyono sebagai ketua umum dan Dominggus Oktavianus sebagai sekretaris jendral dengan jargon 99% rakyat biasa.
Sekalipun PRIMA tidak lolos sebagai peserta Pemilu akan tetapi PRIMA mendapatkan tempat yang terhormat secara politik serta dapat memberikan sumbangsih secara ideologis saat pemilihan Presiden dan Wakil Presiden maupun pada pemilihan kepala daerah 2024.
Pemerintahan Baru
Indonesia baru saja memiliki pemerintahan baru dengan semangat persatuan nasional merangkul semua golongan politik dan kaum professional. Hal ini dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto demi mewujudkan visi besar menuju Indonesia Emas di tahun 2045 nantinya.
Pidato pertama Prabowo Subianto di saat pelantikan menyampaikan Indonesia memiliki Sumber Daya Alam (SDM) yang begitu melimpah ruah dari Sabang sampai Merauke: tentu punya tantangan tersendiri; maka persatuan di antara semua golongan terkhususnya pemuda dan mahasiwa sangat dibutuhkan agar bisa mengatasi tantangan-tantangan Indonesia ke depan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan juga terkait masalah pendidikan menjadi hal utama yang akan diprioritaskan pemerintahannya ke depan demi mewujudkan kecerdasan bangsa serta secara gamblang dan lantang Presiden Prabowo Subianto menyerukan rakyat Indonesia harus bebas dari ketakutan, kemiskinan, kelaparan, kebodohan, penindasan dan penderitaan
Tentu dari pidato pertama Presiden Prabowo Subianto tersebut tidak menutup ruang bagi siapapun untuk melibatkan diri dalam memajukan negara dan bangsa. Persatuan di antara pemuda dan mahasiswa secara politik merupakan suatu keharusan agar dapat berkolaborasi dan menjadi mitra kritis pemerintahan Prabowo-Gibran dalam 5 (lima) tahun ke depan demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan serta visi besar menuju Indonesia Emas 2045.
Julfikar Hasan (Wasekjend EN-LMND)


