Pemberantasan Korupsi Perlu Reformasi Birokrasi

Pada tahun 2005, Majelis Umum PBB telah menetapkan 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap korupsi serta peran konvensi dalam memerangi dan mencegahnya.

Dalam dimensi yang luas, persoalan korupsi berkaitan dengan sistem ekonomi, politik, hukum dan budaya. Terkait dengan sistem ekonomi, korupsi dapat dilihat sebagai hasil dari sistem ekonomi tidak produktif yang berdiri sejajar dengan tingginya ‘tuntutan’ konsumsi.

Pada kondisi demikian, sistem politik dan sistem hukum didirikan sesuai ‘tuntutan’ untuk memuluskan atau bahkan mendukung praktek korupsi di berbagai tingkatan pemerintahan. Di sini korupsi menjelma jadi budaya, kemudian terkait dengan persoalan etik dan moral: bagaimana tanpa ‘rasa malu’ para aparatur negara terus mencuri sesuatu yang bukan hasil kerjanya, atau menyelewengkan kekuasaan yang dimandatkan kepadanya untuk kepentingan diri dan kelompok.

Situasi aktual yang terjadi di bangsa ini kurang lebih seperti di atas tadi. Dugaan kasus bisnis tes PCR yang melibatkan dua (2) menteri dalam Kabinet Indonesia Maju adalah cerminan dari gagalnya Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf untuk memberantas korupsi di Indonesia.

Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf gemar mengampanyekan Pemerintahan bersih yang jauh dari korupsi, tetapi pada praktiknya justru menyuburkan korupsi di Indonesia. Itu bisa dibuktikan dengan tidak berkuasanya lembaga-lembaga penegak hukum, sehingga rakyat sendiri yang melibatkan diri untuk memberantas korupsi.

Hal lain yang menyebabkan korupsi kerap terjadi, yakni proses perekrutan ASN yang tidak mempertimbangkan kualitas dan kuantitas sesuai dengan kebutuhan bidang-bidang organisasi yang ada. Selain dari pada itu sistem penggajian yang tidak di rasakan sesuai job description (uraian jabatan) dan job specification (persyaratan jabatan) yang ada.

Untuk melengkapi point di atas pemerintah seharusnya lebih objektif dalam melihat hal-hal substantif seperti jenjang karir para ASN yang seharusnya model penilaiannya berdasar pada objektifitas dan harus dilakukan secara terukur.

Kalau kita pinjam kata Friedrich Carl Von Savigny bahwa Politik yang korup menghasilkan hukum yang korup juga. Sejauh ini antusias masyarakat dalam memerangi korupsi sangat signifikan, salah satunya adalah Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) yang kemudian melaporkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan beserta Menteri BUMN Erick Thohir ke KPK. Ironisnya lembaga hukum yang menjadi harapan rakyat masih diam tertidur. Terlebih Presiden sebagai kepala negara tak bergeming, bagaikan tikus melihat seekor kucing.

Menurut kami, hal yang paling prinsip dalam pemberantasan korupsi adalah upaya pencegahan beserta penindakan, dan itu harus di lakukan dari hulu sampai ke hilir. Namun sejauh ini, upaya yang dilakukan hanya pada lingkup hilir, yakni penindakan. Sementara pencegahan korupsi, masih jauh dari upaya optimal. Sehingga berimplikasi pada lemahnya agenda pemberantasan korupsi.

Sebagai negara darurat korupsi, seyogyanya Indonesia sangat bisa keluar dari situasi tersebut. Optimisme menciptakan pemerintahan bersih harus sejalan beriringan dengan agenda pemberantasan korupsi.

Untuk mewujudkan pemerintahan bersih, ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan. Pertama, Indonesia sangat membutuhkan proses penegakan hukum dan proses pengadilan yang berintegritas dalam menindak pelaku korupsi. Ini merupakan langkah awal yang menjadi penentu untuk langkah berikutnya.

Selanjutnya, dalam pencegahan tindak pidana korupsi yang efektif, harus dilakukan melalui reformasi birokrasi secara fundamental atas Integritas seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN). Proses ini sebagai kunci untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, dimulai dari reformasi birokrasi.

Pada prinsipnya, pemerintahan bersih dapat diciptakan oleh Kepala Negara sebagai komando utama. Maka saat ini dalam momentum Hari Anti Korupsi Sedunia, komitmen menciptakan pemerintahan yang bersih, harus menjadi agenda besar bagi negara Indonesia.

MESAK HABARI, Juru Bicara Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Adil Makmur (DPP PRIMA)

Kredit foto: REUTERS

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid