Pada 18 November 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil verifikasi administrasi perbaikan terhadap lima partai politiknya. Hasilnya: lima parpol itu dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
Lima partai tersebut adalah Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo), Partai Republik, Partai Republiku Indonesia, serta Partai Keadilan dan Persatuan (PKP).
Namun, keputusan KPU yang tertuang dalam pengumuman KPU RI Nomor 12/PL.01.1-Pu/05/2022 itu dipersoalkan oleh PRIMA. Partai yang dipimpin oleh Agus Jabo Priyono ini menuding keputusan KPU bernuansa politik untuk menjegal PRIMA.
“Ini tidak murni persoalan administrasi, tetapi ada faktor-faktor politik yang menentukan keputusan KPU ini. Selain soal penyederhanaan Parpol, PRIMA merupakan ancaman bagi status quo,” kata Wakil Ketua Umum PRIMA, Alif Kamal, kepada berdikarionline.com, Kamis (1/12/2022).
Menurutnya, PRIMA dinyatakan TMS secara nasional karena kekurangan 130 dokumen anggota di enam Kabupaten/kota di provinsi Papua.
“Rinciannya, Deiyai 40 Anggota, Merauke 10 Anggota, Mimika 4 Anggota, Puncak 15 Anggota, Tolikara 53 Anggota dan Yalimo 8 Anggota,” ungkapnya.
Banyak Kejanggalan
Ketua DPW PRIMA Papua, Everistus Kayep, menyebut banyak kejanggalan terkait status TMS di enam kabupaten di Papua.
Menurutnya, berdasarkan komunikasi antara Liaison officer (LO) PRIMA dengan pihak KPU tingkat kabupaten maupun Provinsi, rekap dokumen anggota PRIMA untuk Papua dinyatakan memenuhi syarat (MS).
Dia mencontohkan kasus DPK PRIMA di kabupaten Merauke. Di sana hanya ada 1 orang anggota PRIMA yang dinyatakan ganda eksternal dengan partai lain. Namun, pengurus DPK PRIMA Merauke langsung membuat surat klarifikasi dan di upload di SIPOL.
“Setelah kita klarifikasi, kita dinyatakan MS. Anehnya, dokumen rekapitulasi verifikasi administrasi kabupaten Merauke diserahkan ke KPU provinsi dan KPU nasional, tiba-tiba ada TMS 10 orang,” ungkapnya.
Pada 20 November 2022, dua hari setelah pengumuman hasil verifikasi administrasi perbaikan, DPK PRIMA Merauke kembali mempertanyakan status hasil verifikasi administrasi perbaikan tingkat KPU Merauke.
“Tetapi KPU Merauke bilang, PRIMA berstatus MS di tingkat kabupaten (Merauke),” ungkapnya.
Lebih lanjut, pada 24 November 2022, enam DPK PRIMA di Provinsi Papua serentak menyurat ke KPUD kota/kabupaten masing-masing untuk mempertanyakan hasil verifikasi administrasi perbaikan.
Saat itu, jawaban semua KPUD yang disurati adalah PRIMA berstatus MS. Namun, ketika pengurus PRIMA setempat meminta rekapan hasil verifikasi administrasi perbaikan, pihak KPUD tak bersedia memberikan.
“Mereka jawab itu wewenang KPUD Provinsi dan KPU nasional,” tutur Kayep.
Kayep pun mendesak KPU agar membuka hasil verifikasi administrasi semua partai politik ke publik untuk menepis tudingan bahwa ada partai yang dirugikan dan lainnya diperlakukan khusus.
Membungkam Partisipasi Orang Papua
Sekretaris Jenderal PRIMA Dominggus Oktavianus menyebut penjegalan PRIMA di Papua telah membungkam partisipasi orang asli Papua.
“Di Papua, PRIMA sangat berterima oleh orang asli Papua. Semua pengurusnya, dari DPW (provinsi), DPK (kabupaten/kota), hingga DPKc (kecamatan/distrik), diisi oleh orang asli Papua,” ujarnya.
Karena itu, ada anggapan bahwa PRIMA adalah parpol nasional tetapi rasa lokal. Secara programatik, PRIMA hanya satu-satunya partai yang bersuara soal Papua.
Di dalam program perjuangannya, PRIMA menyuarakan dialog seluas-luasnya sebagai jalan keluar konflik di Papua. Selain itu, PRIMA juga menyodorkan konsep Dewan Rakyat Papua (DRP), sebuah konsep representasi politik yang berusaha mengakomodasi suku-suku/marga, perempuan, gerakan sosial, dan pemuka agama.
Menurut Dominggus, sebagian besar kepengurusan PRIMA di Papua diisi oleh aktivis dan tokoh-tokoh yang selama ini bersuara kritis untuk kemajuan Papua.
“Mereka adalah orang-orang yang selama ini suaranya tak pernah didengar oleh parpol-parpol nasional yang ada. Sekarang mereka bergabung dengan PRIMA,” jelasnya.
Menurut Dominggus, ketika orang Papua punya keinginan untuk menciptakan ruang politik lewat parpol lokal seperti di Aceh, niat itu justru tak mendapat ruang.
“Ini aneh, ketika orang-orang kritis di Papua punya gairah politik baru lewat PRIMA, mereka justru dijegal,” katanya.
Ketua DPW PRIMA Papua, Everistus Kayep, khawatir penjegalan PRIMA untuk ikut serta dalam pemilu 2024 justru akan mempersempit ruang partisipasi dan artikulasi politik di Papua.
“Mereka yang selama ini kecewa dengan parpol nasional tidak akan punya saluran politik. Sikap kritis mereka tidak cocok dengan karakter politik parpol-parpol nasional yang condong dipegang oligarki,” jelasnya.
Kayep menegaskan, banyak kelompok kritis terhadap Jakarta, bahkan kerap dicap simpatisan pro-merdeka, justru bersuka cita mendukung PRIMA.
“Itu kan positif, mereka menemukan ruang politik konstitusional dan dalam bingkai NKRI untuk berpolitik. Kalau PRIMA gagal, itu seperti memberangus ruang politik mereka,” katanya.
Karena itu, Kayep beserta segenap pengurus dan anggota PRIMA di Papua sangat berharap agar partai yang dideklarasikan pada 1 Juni 2021 ini bisa menang di PTUN dan menjadi parpol peserta pemilu 2024.
MAHESA DANU

