Anggota komisi II DPR RI, Muhammad Khozin menyampaikan kepada media, kalau pembahasan revisi undang-undang no. 7 tahun 2017 tentang pemilu, jika tidak ada perubahan baru akan mulai dibahas pada tahun 2026. Artinya bisa kurang dari setahun sebelum tahapan pemilu dimulai, baru ada kepastian soal aturan partai politik dan pemilu.
Waktu pembahasan yang terlalu mepet dengan pelaksanaan pemilu 2029, bukan cuma membuat “gamang” partai-partai non seat dan partai baru untuk mempersiapkan diri mendaftar sebagai peserta pemilu, tapi juga pembahasannya bisa parsial dan kurang aspiratif, karena waktunya yang terbatas.
Revisi undang-undang pemilu ini, bukan hanya untuk merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK), soal presidential treshold dan parlementary treshold, tapi banyak hal lain soal-soal kepartaian dan pemilihan umum yang harusnya bisa diakomodir dan diatur dalam undang-undang yang baru nanti.
Jadi sebaiknya tahapan pembahasan bisa dimulai dari tahun ini dengan melibatkan unsur-unsur partai, yang ada di parlemen, juga masukan dari partai-partai non seat dan pemerhati pemilu. Agar bisa melahirkan undang-undang pemilu yang komperehensif, menjawab semua persoalan-persoalan yang ada dipemilu-pemilu sebelumnya.
Sudah banyak yang mengeluhkan soal pemilu kita terlalu liberal dan high cost, sehingga ada usulan untuk meninjau sistem pemilu kita dan merumuskan yang baru. Juga soal pembiayaan partai politik, bagaiman skemanya agar ada keadilan dan perlakuan yang sama untuk partai peserta pemilu? Harapannya, revisi undang-undang pemilu bisa menjawab.
Penulis menilai banyak pengalaman yang sudah kita lewati dari pemilu ke pemilu dan sama-sama punya catatan poin-poin krusial yang harusnya bisa diakomodir dalam undang-undang pemilu yang baru nanti agar proses demokrasi di negeri ini bisa semakin baik. Karena itu, baiknya pembahasan undang-undang pemilu ini pembahasannya bisa lebih awal dan melibatkan banyak pihak.
Anshar Manrulu
Penulis adalah pengurus harian DPP PRIMA


