Novel Menghadang Kubilai Khan dalam Konteks Politik Identitas, Persatuan Nasional, Kepemimpinan Visioner, dan Tantangan dalam Era Global

Novel Menghadang Kubilai Khan adalah karya fiksi sejarah yang mengangkat kisah perjuangan Kertanegara, raja terakhir dari Kerajaan Singhasari, dalam menghadapi ancaman dari kekuatan Mongol yang dipimpin oleh Kubilai Khan. Melalui kisah ini, penulis mengeksplorasi tema-tema yang relevan dengan politik identitas, persatuan nasional, kepemimpinan visioner, serta tantangan yang dihadapi oleh Nusantara pada masa itu, yang secara simbolis dapat dikaitkan dengan tantangan yang dihadapi Indonesia di era global saat ini. Novel ini menggambarkan kompleksitas dinamika politik dan sosial di Jawa pada abad ke-13, dan bagaimana kepemimpinan Kertanegara berusaha menyatukan wilayah Nusantara untuk menghadapi ancaman asing.

Salah satu tema sentral dalam Menghadang Kubilai Khan adalah bagaimana politik identitas mempengaruhi dinamika internal di Kerajaan Singhasari. Pada masa Kertanegara, Jawa merupakan wilayah yang dipenuhi oleh berbagai agama, budaya, dan kepercayaan, termasuk Hindu, Buddha, serta kepercayaan lokal yang lebih tradisional. Kertanegara sendiri menganut ajaran Buddha Tantrayana, sebuah cabang dari agama Buddha yang penuh dengan ritual esoterik dan pemujaan simbolis. Keputusan Kertanegara untuk mempraktikkan ajaran tersebut menimbulkan pro-kontra di dalam kerajaannya. Sebagian elit dan masyarakat merasa bahwa ajaran Tantrayana tidak sesuai dengan tradisi keagamaan yang telah lama dianut, seperti Siwaisme atau Buddha Mahayana. Perpecahan ideologis ini menjadi simbol dari dinamika politik identitas yang masih relevan hingga kini. Politik identitas sering kali muncul dalam bentuk konflik antar-agama, antar-suku, atau antar-golongan di dalam suatu negara. Di Indonesia, dengan latar belakang multikultural yang kuat, politik identitas sering dieksploitasi oleh berbagai kelompok untuk kepentingan politik. Seperti dalam novel di mana perbedaan identitas keagamaan memicu ketidakstabilan di dalam kerajaan, politik identitas di Indonesia sering kali menjadi alat untuk memecah belah masyarakat, terutama dalam konteks pemilu atau kampanye politik.

Kertanegara, sebagai pemimpin, mencoba merangkul berbagai kelompok melalui kebijakan yang inklusif dan kebijakan luar negeri yang ambisius, seperti Ekspedisi Pamalayu. Namun, upaya ini tidak sepenuhnya berhasil karena konflik internal yang dipicu oleh perbedaan identitas, baik agama maupun budaya. Tantangan serupa dihadapi Indonesia saat ini, di mana politik identitas bisa menjadi ancaman serius bagi persatuan nasional. Dalam menghadapi tantangan global, menjaga harmoni internal dan mengelola politik identitas menjadi sangat penting untuk menjaga kestabilan dan keutuhan bangsa. Kisah Menghadang Kubilai Khan secara kuat menyoroti pentingnya persatuan nasional dalam menghadapi ancaman eksternal. Kertanegara, menyadari ancaman besar yang datang dari kekuatan Mongol di bawah pimpinan Kubilai Khan, berusaha menyatukan kerajaan-kerajaan di Nusantara melalui aliansi politik dan militer. Ekspedisi Pamalayu, yang dikirim untuk menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan di Sumatra, adalah simbol dari upaya Kertanegara untuk memperkuat persatuan Nusantara dalam menghadapi ancaman asing.

Novel ini menunjukkan bahwa tanpa persatuan, wilayah Nusantara akan mudah ditaklukkan oleh kekuatan asing. Hal ini juga berlaku dalam konteks modern Indonesia. Indonesia adalah negara dengan keberagaman suku, agama, dan budaya yang sangat kaya, dan tanpa persatuan yang kuat, negara ini rentan terhadap berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar. Ancaman yang dimaksud tidak hanya berbentuk fisik seperti invasi militer, tetapi juga dalam bentuk pengaruh politik, ekonomi, dan budaya dari luar negeri. Pengalaman Kertanegara dalam novel ini mengajarkan bahwa persatuan nasional harus dibangun melalui aliansi dan kerjasama yang kuat antara berbagai kelompok di dalam negeri. Dalam konteks Indonesia saat ini, menjaga persatuan nasional menjadi semakin penting di tengah tantangan era globalisasi, di mana pengaruh luar dapat masuk melalui berbagai saluran, seperti media, ekonomi, dan teknologi. Globalisasi telah membuka pintu bagi pengaruh asing yang dapat mempengaruhi politik, ekonomi, dan budaya Indonesia. Oleh karena itu, menjaga persatuan nasional adalah kunci untuk mempertahankan kedaulatan dan identitas bangsa di era modern.

Kepemimpinan yang visioner adalah salah satu tema penting yang diangkat dalam Menghadang Kubilai Khan. Kertanegara digambarkan sebagai seorang pemimpin yang memiliki visi besar untuk menyatukan Nusantara dan menahan ekspansi Mongol. Melalui kebijakan ekspansi wilayah dan diplomasi, Kertanegara mencoba menciptakan kekuatan yang cukup besar untuk melindungi Jawa dan wilayah Nusantara dari ancaman luar. Kepemimpinan visioner seperti yang ditunjukkan oleh Kertanegara dalam novel ini relevan dengan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini. Di era globalisasi, di mana perubahan terjadi dengan sangat cepat, dibutuhkan pemimpin yang mampu melihat jauh ke depan dan mengambil langkah-langkah strategis untuk mempersiapkan bangsa menghadapi masa depan. Tantangan global, seperti perubahan iklim, persaingan ekonomi global, dan ketidakstabilan geopolitik, memerlukan visi jangka panjang dan kepemimpinan yang mampu mengantisipasi perubahan.

Kertanegara memahami bahwa tanpa aliansi yang kuat dan persatuan, Nusantara akan rentan terhadap invasi dari kekuatan asing. Oleh karena itu, ia mengambil langkah proaktif untuk membangun aliansi dengan kerajaan-kerajaan lain melalui Ekspedisi Pamalayu. Tindakan ini menunjukkan kepemimpinan yang tidak hanya berfokus pada masalah saat ini, tetapi juga memikirkan masa depan yang lebih besar. Kepemimpinan seperti ini sangat dibutuhkan di Indonesia saat ini, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti digitalisasi, teknologi, dan ketidakpastian ekonomi dunia. Selain itu, novel ini juga menunjukkan bahwa kepemimpinan visioner tidak hanya tentang pengambilan keputusan yang berani, tetapi juga tentang kemampuan untuk menjaga harmoni internal. Kertanegara berusaha merangkul berbagai kelompok di dalam kerajaannya dan menjaga stabilitas politik di tengah perbedaan identitas. Dalam konteks Indonesia, pemimpin yang mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan berbagai kelompok, baik dari segi agama, suku, maupun golongan, akan lebih mampu menjaga persatuan dan kestabilan nasional.

Era globalisasi membawa tantangan yang semakin kompleks bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Novel ini menggambarkan bagaimana ancaman dari kekuatan Mongol mencerminkan tekanan dari kekuatan global terhadap wilayah Nusantara pada masa itu. Kekuatan Mongol, yang dipimpin oleh Kubilai Khan, adalah simbol dari dominasi kekuatan asing yang mencoba memperluas pengaruhnya ke wilayah-wilayah lain. Kertanegara menolak tunduk pada tuntutan Kubilai Khan untuk mengirim upeti, yang menunjukkan perlawanan terhadap kekuasaan asing. Dalam konteks modern, tantangan global yang dihadapi Indonesia tidak selalu datang dalam bentuk invasi militer, tetapi lebih sering dalam bentuk tekanan ekonomi, politik, dan budaya dari kekuatan global. Dominasi ekonomi dari negara-negara besar, ketergantungan pada investasi asing, serta penetrasi budaya global dapat menjadi ancaman bagi kedaulatan Indonesia. Novel ini mengajarkan pentingnya menjaga kedaulatan dan martabat bangsa di tengah tekanan dari kekuatan global yang lebih besar. Namun, globalisasi juga membawa peluang bagi Indonesia. Dalam novel ini, Kertanegara mencoba membangun hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara dan memperkuat aliansi regional. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada ancaman dari luar, kerjasama regional dan diplomasi yang baik dapat menjadi alat yang kuat untuk mempertahankan kedaulatan. Di era globalisasi, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperkuat posisinya di kancah internasional melalui kerjasama regional, seperti ASEAN, serta hubungan diplomatik dengan negara-negara lain di dunia. Tantangan global dalam bentuk persaingan ekonomi juga memerlukan kebijakan yang bijaksana dan terarah. Kertanegara dalam novel ini menunjukkan bahwa persatuan internal dan kekuatan eksternal yang solid adalah kunci untuk menghadapi tantangan dari kekuatan luar. Dalam konteks modern, Indonesia perlu membangun kekuatan ekonomi yang mandiri dan berdaya saing untuk menghadapi tekanan dari negara-negara besar serta memanfaatkan peluang yang ada dalam perdagangan internasional. Novel Menghadang Kubilai Khan memberikan banyak pelajaran penting tentang politik identitas, persatuan nasional, kepemimpinan visioner, dan tantangan dalam era global. Melalui kisah Kertanegara, novel ini menunjukkan bagaimana konflik internal yang disebabkan oleh politik identitas dapat mengancam stabilitas dan persatuan.

Penulis : Dewi Indra Puspitasari

Foto : Diskusi dan Bedah Buku Menghadang Kubilai Khan di Dinas Perpustakaan dan Arsip Pemerintahan Kabupaten Tangerang, Jumat, 13 September 2024

Catatan:
Artikel ini pernah dipresentasikan dalam Bedah Buku Menghadang Kubilai Khan yang diselenggarakan JAKER Kabupaten Tangerang bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Arsip Pemerintahan Kabupaten Tangerang, Jumat, 13 September 2024

[post-views]