Pekanbaru, Berdikari Online – Ribuan massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Lawan Mafia Tanah (GERLAMATA) melakukan aksi unjuk rasa di DLHK hingga ke Kanwil BPN Provinsi Riau (08/08/2023). Terlihat, massa aksi membentangkan spanduk baliho yang bertuliskan “Riau darurat mafia tanah”.
Awalnya, massa aksi berkumpul di Leton 4 Rumbai lalu konvoi hingga kantor DLHK Provinsi Riau.
Dalam orasinya, Antony Fitra selaku Koordinator Lapangan dengan tegas menyampaikan agar
DLHK Provinsi Riau segera melakukan pemutihan di lahan 2.500 ha di Takuana Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
“Kami meminta Kepala DLHK Provinsi Riau untuk segera berkoodinasi dengan pihak KLHK agar segera memberikan pelepasan kawasan atau pemutihan pada lahan 2500 Ha di Kota Garo,” seru Antony Fitra.
Riduan selaku Ketua Umum GERLAMATA menyampaikan bahwa yang diupayakan saat ini semata-mata merupakan hak asasi masyarakat suku asli Suku Sakai Rantau Bertuah dan Masyarakat Desa Kota Garo sebagai orang asli Riau agar suaranya dapat didengar dan masalahnya dapat terselesaikan. Dengan mengembalikan 2500 hektar lahan di Desa Kota Garo agar dapat kembali fungsinya sesuai dengan peruntukkan awal sebagaimana tercantum jelas surat Plt Bupati H.M. Azaly Djohan, S.H. 3 Juni 1996 perihal Persetujuan Pendirian Kelompok Tani yaitu meningkatkan Kesejahteraan dan Pendapatan masyarakat sebanyak 1250 Kepala Keluarga bagi kami adalah perang terhadap Mafia Tanah.
Setelah melakukan orasi, pihak GERLAMATA dimintai 10 orang sebagai perwakilan massa aksi untuk melakukan diskusi, dan diterima langsung oleh perwakilan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Riau, yang akhirnya membuahkan kesepakatan untuk membantu memfasilitasi masyarakat untuk menyelesaikan pemutihan di lahan 2500 ha Kota Garo.
Selanjutnya masa aksi melanjutkan aksi di depan Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau.
“Kami meminta Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjadikan lahan seluas 2500 Hektar di Kota Garo Tapung Hilir Kampar Riau sebagai objek redistribusi tanah setelah pelepasan kawasan hutan” terang Antony Fitra dalam menyampaikan tuntutan aksinya.
Aksi ini juga disambut baik oleh Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau sehingga perwakilan massa aksi diterima masuk untuk melakukan diskusi dan menampung aspirasi masyarakat di antaranya:
- bahwa masyarakat meminta tim Satgas Anti Mafia Tanah mendampingi melakukan upaya hukum terhadap putusan pengadilan di lahan Danau Lancang
- bahwa masyarakat meminta tim Satgas Anti Mafia Tanah melakukan pemeriksaan lapangan terkait objek (salah objek) yang sedang dipermasalahkan
- bahwa masyarakat Kota Garo meminta lahan seluas 2500 ha yang terletak di Kota Garo Kecamatan Tapung Hilir dijadikan sebagai objek reforma agraria
- bahwa masyarakat meminta tim Satgas Anti Mafia Tanah membantu proses pelepasan kawasan hutan.
“Perlu diketahui juga bahwa sebelumnya, Kabiro Hukum Gubernur Riau seluruh pemangku kepentingan Pemerintah mulai dari tingkat Pemkab Kampar hingga Kepala Desa Danau Lancang, Ninik Mamak, Camat Tapung Hulu, beserta Herman Fitrah selaku anak kemanakan penerima hibah dari Ninik Mamak untuk dimintai keterangan. Dari keterangan semua pihak jelas semuanya meyakini dengan berlandaskan bukti-bukti kepemilikan surat tanah yang dimiliki oleh masyarakat bahwa tanah tersebut betul-betul milik masyarakat. Untuk itu ke depannya, kita akan meminta Satgas Anti Mafia Tanah bersama-sama menyelesaikan konflik agraria di Desa Danau Lancang maupun yang ada di Kota Garo” pungkas Riduan.
(Fikzen)


