Jakarta, Berdikari Online– Puluhan petani dan mahasiswa yang tergabung dalam Komite Petani Menuntut Pengembalian Sertifikat (KPMP) dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor pusat Bank Syariah Indonesia (BSI), menuntut pengembalian sertifikat tanah milik petani plasma yang selama bertahun-tahun dijadikan agunan kredit oleh PT. Alamsari Lestari, (30/06/2025).
Aksi ini dilatarbelakangi oleh temuan mencurigakan meskipun utang petani telah dilunasi secara penuh, sertifikat mereka belum dikembalikan dan penagihan masih terus dilakukan oleh BSI. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa telah terjadi pelanggaran berat, termasuk praktik penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Fakta-fakta ini mengarah pada pola penipuan yang sistematis. Kami menduga ada perputaran uang gelap dalam skema kredit ini. Tidak ada transparansi, tidak ada pelaporan kepada petani, dan tidak ada perlindungan hukum bagi pihak ketiga,” tegas Betran Sudani, Koordinator Aksi dan Ketua LMND Wilayah DKI Jakarta.
Betran menyebut bahwa BSI sebagai lembaga keuangan syariah hasil konsolidasi BUMN tidak seharusnya menutup mata terhadap praktik yang mengorbankan rakyat kecil. Ia bahkan menyebut peran bank dalam skema ini sebagai pelindung mafia kredit, bukan institusi keuangan yang berkeadilan.
Dalam orasinya, Pak Samsul, salah satu perwakilan petani, memaparkan bahwa kredit atas nama PT. Alamsari Lestari seharusnya telah selesai sejak Juli 2017. Para petani telah mencicil selama:
- 67 bulan melalui potongan hasil panen oleh PT. Alamsari Lestari sebesar Rp1.530.000/KK/bulan,
- Disusul 48 bulan potongan dengan jumlah yang sama oleh Koperasi Unit Desa (KUD).
“Kalau dihitung, kami telah membayar lebih dari Rp176 juta per kepala keluarga, padahal jumlah utang hanya Rp98 juta. Tetapi sampai hari ini, sertifikat tanah kami belum dikembalikan. Bahkan masih ditagih. Ini bukan kelalaian, ini perampasan,” ujar Samsul tegas.
Massa aksi menilai bahwa ketidakjelasan aliran dana, tidak adanya laporan resmi dari BSI kepada petani, dan keberlanjutan penagihan padahal utang telah lunas, semuanya mengindikasikan penggelapan dan kemungkinan pencucian uang, yang wajib diselidiki oleh lembaga berwenang seperti KPK, OJK, dan PPATK.
Aksi ini diterima langsung oleh Heru Kurniawan, perwakilan dari Divisi Small Medium Enterprise (SME) BSI. Dalam dialog dengan massa, ia berjanji akan mengagendakan audiensi resmi dengan perwakilan petani dalam waktu maksimal satu (1) minggu sejak aksi dilakukan.
Namun, petani menegaskan bahwa jika dalam waktu tersebut tidak ada kepastian hukum dan pengembalian hak, mereka akan melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
(Beto)


