Koperasi Desa Merah Putih, Solusi Kesejahteraan Masyarakat Desa?

Judul di atas merupakan tema diskusi yang diadakan oleh Berdikari Online. Saat diminta jadi salah satu pembicara, saya langsung menjawab tema di atas dengan kata ya, dalam arti bisa dan sepanjang  Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) senapas dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menghendaki Indonesia berdiri di bawah kaki sendiri (Berdikari) di lapangan ekonomi (produksi dan distribusi).  Dalam penjelasan UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah amandemen menyebutkan “sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, sesuai dengan itu ialah Koperasi”.

Kopdes Merah Putih harus senapas pula dengan program lain yang merupakan realisasi  dari Asta Cita, 17 program prioritas, 8 program hasil terbaik cepat (Quick Wins) seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat yang semuanya itu bermuara untuk menghilangkan 24 Juta orang miskin atau setara 8,57 % sesuai Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DT-SEN) yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 Tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) pada 5 Februari 2025, yang harus berkurang di bawah 5 % pada 2029.

Di dalam 24 juta orang miskin itu, ada 3.170.000 orang miskin ekstrem, terdiri dari petani dan non petani, ditegaskan oleh Presiden Prabowo Subianto harus nol persen pada tahun 2026 atau telah lulus dari program pengentasan kemiskinan (Graduasi), meminjam penamaan target pengentasan kemiskinan oleh  Kementerian Sosial Republik Indonesia, berikut tabel komposisi penduduk miskin :

 

Pekerjaan

Kategori
Miskin Ekstrem  

Jumlah (Orang)

  Jumlah ( Persen) Jumlah (Persen)
Petani 8.315.336 ( 39,92) 1.446.442 (46,26) 9.781.778
Non Petani 12.514.664 (60,08) 1.703.558 (53,74) 14.218.222
Total 20.830.000 (100) 3.170.000 (100) 24.000.0000

Sumber : Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DT-SEN) yang disiarkan Wakil Menteri Sosial Republik Indonesia.

Semangat Presiden Prabowo Subianto yang menghendaki hilangnya kemiskinan harus rakyat sambut dengan riang gembira, begitu juga dengan pejabat di setiap kementerian dan lembaga, partai politik anggota koalisi Indonesia maju (KIM) yang sudah menjadi plus. Jika dilihat sekarang ini, belum mampu mengimbangi pemikiran dan langkah-langkah kebijakan yang diambil Presiden  Prabowo Subianto, padahal salah satu tugas mereka itu menyederhanakan bahasa dalam menyampaikan program maupun kebijakan yang diambil pemerintah dengan bahasa yang mudah dipahami rakyat dan menyusun dana menyampaikan apa yang disuarakan rakyat sehingga mudah dipahami oleh pemerintah.

Ungkapan Presiden Prabowo Subianto agar para menteri memperbaiki komunikasi dengan publik dan media di istana merdeka pada Senin 24 Maret 2025 dan maraknya aksi massa yang terjadi akhir-akhir ini, padahal kerja-kerja besar yang dilakukan saat ini dalam usaha menyusun kembali susunan ekonomi nasional yang demokratis, selama ini dikendalikan Oligarki, dengan melibatkan   1). Negara : Kementerian/Lembaga, BUMN, 2). Rakyat : Kopdes Merah Putih dan,  3). Swasta.

Lahirnya Kopdes Merah Putih dialektika dari gagalnya Koperasi Unit Desa (KUD) era orde baru (ORBA) dan program Kredit Usaha Tani (KUT) di era reformasi, begitu juga dengan badan usaha milik desa (BUMDes) dengan anggaran 610 Triliun sejak tahun 2015 sampai tahun 2024 tidak sanggup menghilangkan penduduk miskin secara maksimal, begitu juga dengan kementerian/lembaga lain dengan beraneka ragam program.

Fakta di atas dijadikan basis kritik dan pesimis atas gagasan Kopdes Merah Putih yang jumlahnya mencapai 70.000 unit, yang harus diluncurkan pada Juli 2025 dengan pembiayaan dari pemerintah. Gagalnya KUD saat itu dalam upaya memperluas jangkauan kinerja Koperasi yang belum diikuti dengan keanggotaannya, di mana petani yang menjadi anggota KUD masih relatif kecil. Lebih dari 17,1 juta keluarga terlibat dalam pertanian pangan, perikanan dan peternakan tetapi hanya 1,7 juta ( 10,1 persen) yang menjadi anggota KUD. Di antara yang menjadi anggota, ternyata tidak semua menerima layanan yang sama, bahkan sejumlah besar anggota tidak menerima layanan apapun. Manajemen KUD seringkali berada di tangan pedagang, pengusaha kecil dan petani kaya menyebabkan kecilnya partisipasi petani. Kondisi ini menyebabkan tidak berfungsinya KUD secara benar karena adanya mis- manajemen dan korupsi (pengantar ekonomi pertanian, Rita Hanafie, hal 116).

Kopdes Merah Putih sebagai cerminan ekonomi  nasional  atau Pancasila hanya bisa hidup di bawah pemerintahan yang memiliki dua sisi watak :  1). mempersatukan rakyat yang lemah ekonominya dan ; 2). meningkatkan produktivitasnya, hal ini tercermin dari kebijakan politik luar negeri yang ditempuh Presiden Prabowo Subianto dengan membawa Indonesia dalam barisan Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (BRICS) sebagai cerminan politik bebas aktif yang disandarkan untuk kepentingan nasional sesuai pembukaan UUD 1945.

Selain untuk kepentingan nasional situasi internasional juga jadi pijakan, terutama pasca Donald Trump memenangkan Pilpres Amerika Serikat, yang menggeser arah kebijakan Amerika Serikat itu sendiri ke arah kebangkitan politik nasionalis yang menghendaki lebih hebat lagi, tercermin dari slogan  “jadikan Amerika hebat lagi/Make America Great Again (MAGA)” dan kekecewaan publik terhadap kebijakan Demokrat, di mana Trump memprioritaskan kepentingan nasional Amerika Serikat di atas nilai-nilai universal liberal yang diusung Biden. Donald Trump juga memandang Cina sebagai ancaman utama dan berupaya mendekati Rusia untuk menyeimbangi kekuatan Cina.

Atas situasi di atas, kita harus mampu memahami arah kebijakan pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto yang saat ini sedang menuntun Indonesia menuju jenjang  perekonomian nasional yang demokratis dengan negara mengambil peran komando, sedangkan peran rakyat salah satunya lewat Kopdes Merah Putih dan pihak swasta harus membantu memperkuat ekonomi sektor negara yang sedang digalakkan, mulai dari hilirisasi/industri nasional dengan syarat kepentingan bersama dan sukarela untuk tolong menolong.

Tercermin dengan berbagai kebijakan, mulai dari mengonsolidasikan modal nasional lewat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia, kemudian mewajibkan eksportir menyimpan 100% devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di dalam negeri selama satu tahun dan Mendirikan Badan Penerimaan Negara untuk  meningkatkan rasio penerimaan negara sebagai modal membangun. Tentu langkah mengonsolidasikan modal nasional ini membuat tidak nyaman pihak asing dan kompradornya.

Kopdes Merah Putih akan konkret menyejahterakan rakyat bila menjadi satu gerakan yang mengonsolidasikan mereka yang masuk dalam 24.000.000 penduduk miskin yang kesehariannya sebagai petani dan non petani. Jika mengacu pada rencana pembentukan 70.000 Kopdes Merah Putih, maka di tahun 2026 Graduasi kemiskinan ekstrem yang berjumlah 3.170.000 orang dapat direalisasikan dengan takaran setiap Satu Kopdes Merah Putih beranggotakan 100 orang miskin ekstrem maka dibutuhkan 31.700 Kopdes Merah Putih.

Masih ada sisa 38.300 Kopdes Merah Putih yang dapat dipakai untuk mengonsolidasikan 20.830 penduduk miskin non ekstrem, jadi tidak perlu menyatukan ataupun mengubah gabungan kelompok tani (Gapoktan), BUMdes, Koperasi yang sudah ada, yang menurut Satgas Pembentukan Kopdes Merah Putih wujud dari Koperasi modern yang merupakan gabungan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri dari produsen, konsumen, pekerja, investor ( sumber PPT Kemenko Bidang Pangan RI).

Ingat modern itu bukan pada penggabungan tetapi pada prinsip berkoperasinya antara lain, merupakan perkumpulan orang bukan kapital, satu orang satu suara, masuk dan keluar Koperasi itu secara sukarela dan merupakan tujuan bersama. Lembaga tersebut di atas, biarkan berjalan di bawah koordinasi kementerian terkait, misal Gapoktan di bawah Kementan RI, BUMDes di bawah Kemendes RI, begitu juga dengan Kementerian dan lembaga lainnya, biar nanti bertemunya dalam program Graduasi kemiskinan, sehingga kelihatan kementerian/lembaga mengepung desa-desa yang teridentifikasi sebagai kantong-kantong kemiskinan dengan program pemberdayaan yang dimiliki, sebagai wujud kolaborasi dan inovasinya.

Misalkan dengan program sekolah rakyat, maka yang diutamakan menjadi muridnya adalah mereka yang tergolong miskin ekstrem dan non ekstrem, begitu juga dengan program makan bergizi gratis (MBG), kemudian penyelesaian konflik-konflik agraria oleh Kementerian ATR/BPN RI bersama Kementrian Kehutanan RI, mengingat kemiskinan tidak jarang lahir dari konflik-konflik agraria. Sudah tepat sikap presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 mengatur tentang penertiban kawasan hutan dan peraturan lainnya dan pelibatan swasta dalam Graduasi kemiskinan maupun pembangunan lainnya, selamat Nyepi Caka 1947 dan Idul Fitri 1446 Hijriah, demikian.

 

Ahmad Rifai

Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Tani Nelayan (PP STN)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[post-views]