Pekanbaru, Berdikari Online – Aksi yang dilakukan oleh GERLAMATA (Gerakan Lawan Mafia Tanah), Selasa (8/8/23), ke DLHK hingga ke Kanwil BPN Provinsi Riau, mendapat dukungan dari Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Rakyat Adil Makmur (DPW-PRIMA) Provinsi Riau. Hal ini disampaikan oleh Rinaldi, S.S., S.Sos., C.Me., dalam siaran persnya, (9/8) bahwa konflik yang telah diketahui kronologisnya dari Ketua Umum GERLAMATA, M. Riduan itu mesti mendapat prioritas penyelesaian, mengingat sudah hampir 3 dasawarsa, Masyarakat Sakai di sana belum mendapatkan hak mereka. Apalagi, konon kabarnya, tanah-tanah yang awalnya hendak didistribusikan negara kepada beberapa Kelompok Tani Sakai tersebut, tidak kunjung sampai kepada yang berhak menerimanya.
“Sebelum efektifnya pelaksanaan UUCK akhir 2023 mendatang, walau dengan lantang kami menolak Undang-undang sapujagat ini, kami mendesak Satgas Mafia Tanah Polda Riau untuk segera menyelidiki dugaan tindak pidana penyelewengan, penguasaan dan pengelolaan tanah yang seyogyanya diberikan negara kepada Suku Sakai ini. Identifikasi awalnya sangat sederhana, di 2.500 hektar sekarang yang sedang dituntut oleh GERLAMATA ini, dikuasai dan dikelola oleh siapa, dasar pengelolaan dan penguasaannya apa, dan siapa yang menikmati hasilnya,” terang Rinaldi.
Menurutnya, aturan hukum di Indonesia sangat jelas, jika batas maksimal pengelolaan kebun secara individu adalah 25 hektar. “Pengaturan mengenai batas maksimum khusus tanah pertanian kemudian diatur dalam Undang-Undang Nomor 56/PRP/Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (UU56/1960). Dalam Pasal 1 ayat (2) UU 56 /1960 disebutkan bahwa penetapan luas maksimun tanah pertanian yang dapat dipunyai oleh seseorang atau satu keluarga ditentukan oleh tingkat kepadatan penduduk dan luas suatu daerah, dan rentangnya antara 5 (lima) hektar sampai dengan 15 (lima belas) hektar untuk tanah sawah atau 6 (enam) hektar sampai dengan 20 (dua puluh) hektar untuk tanah kering atau akumulasi keduanya yang seluruhnya tidak melebihi 20 (dua puluh) hektar. Namun demikian dalam Pasal 2 ayat ((1) disebutkan bahwa dengan memperhatikan keadaan yang sangat khusus Menteri dapat menambah luas maksimum tersebut paling banyak menjadi 25 (dua puluh lima) hektar. Keadaan yang sangat khusus tersebut antara lain misalnya tanahnya sangat tandus dan jumlah anggota keluarganya sangat besar,” imbuhnya.
Jadi menurutnya, kebijakan Plt Bupati H.M. Azaly Djohan, S.H. 3 Juni 1996 perihal Persetujuan Pendirian Kelompok Tani guna meningkatkan Kesejahteraan/Pendapatan masyarakat sebanyak 1250 Kepala Keluarga, sudah tepat dan sesuai dengan aturan perundang-undangan saat itu.”Hanya saja, mengapa saat ini dikuasai oleh orang-orang tertentu,” jelasnya lagi.
(Amir)