Presiden SBY tampil sebagai pembicara paling memukau di Konferensi ke-100 Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jenewa, Swiss, kemarin (14/6). Di sanalah, dengan nada pelan dan gerakan tangannya yang biasa, Presiden SBY berbicara panjang lebar tentang masalah perburuhan. Karena pidatonya yang memukau itu, Presiden SBY mendapatkan “standing ovation” (tepuk tangan sambil berdiri).
Pidato Presiden SBY dalam konferensi itu memang sangat memukau bagi para peserta konferensi, tetapi sangat menghina kaum buruh dan rakyat Indonesia. Dalam pidatonya, SBY meminta semua negara dan penyedia lapangan kerja untuk menghindari PHK terhadap buruh. Katanya, dari tujuh prioritas nasional yang dibuat pemerintahannya, tiga diantaranya berkaitan langsung dengan jaminan pekerjaan.
Selain itu, kata Presiden SBY, bekerjasama dengan sejumlah serikat pekerja untuk menjaga sektor-sektor tertentu tetap berjalan dan menghindari pemecatan masal. Hasilnya, sebagaimana diklaim SBY, antara 2008-2009 hanya 0,05 persen dari 116 juta pekerja di Indonesia kehilangan pekerjaan.
Dengan tidak tahu malu, SBY menyebut Indonesia sebagai salah satu negara di Asia dan bagian dunia lainnya yang paling sedikit merasakan dampak buruk krisis.
Tidak hanya itu, Presiden SBY juga berbicara soal buruh migran. Ia meminta semua negara untuk melindungi hak buruh migran yang bekerja di sektor domestik atau rumah tangga. Sebuah seruan yang sangat mulia, tetapi Presiden SBY sendiri terkadang abai dengan nasib dan penderitaan buruh migran Indonesia di luar negeri.
Terdapat perbedaan mencolok antara apa yang disampaikan Presiden dengan kenyataan di dalam negeri. Sebagai missal, ketika berbicara mengenai jaminan atas pekerjaan, SBY telah lupa bahwa sekitar 65% tenaga kerja di Indonesia adalah pekerja kontrak dan outsourcing. Selain itu, menurut data yang disampaikan oleh ILO sendiri, dari 33 juta orang yang disebut pekerja formal di Indonesia, hanya 35% yang mempunyai status tetap.
Lebih miris lagi, sebagaimana yang diungkapkan ILO pada akhir Desember 2010 lalu, hampir 75-80 persen buruh atau pekerja outsorcing kalah dalam kasus ketenagakerjaan. Jika kondisinya sudah jelas demikian, masih pantaskah SBY berbicara dengan pongahnya mengenai kepastian kerja.
SBY juga lupa mempertimbangkan gejolak dalam industri nasional kita. Bukankah dalam sepuluh tahun terakhir jumlah PHK massal meningkat pesat karena gejala de-industrialisasi atau kehancuran industri nasional. Gejala de-industrialisasi ini sebagian besar disebabkan oleh kebijakan ekonomi neoliberal. Harusnya SBY tahu, bahwa akibat dari proses de-industrialisasi tersebut, sebanyak 75% angkatan kerja di Indonesia terlempar ke sektor informal. Bukankah membengkaknya sektor informal menjelaskan bahwa negara gagal membangun industri dan memperluas kesempatan kerja?
Belum lagi, berbagai serikat buruh di Indonesia sedang menghadapi ancaman pemberangusan. Bahkan, ketika SBY sedang berpidato di Jenewa, ratusan buruh PT. Global Packaging Indonesia (GPI) sedang menginap di kantor Komnas HAM. Para buruh itu baru saja di-PHK secara massal dari perusahaannya karena mendirikan serikat buruh.
Begitu pula dengan persoalan buruh migran. Indonesia merupakan salah satu negara pengirim buruh migran terbesar di dunia. Akan tetapi, kendati pemerintah menangguk devisa yang sangat besar karenanya, tetapi pemerintah Indonesia termasuk yang paling abai terhadap kondisi buruh-migrannya di luar negeri. Kasus Sumiati, TKI asal Dompu, NTB, yang disiksa dan digunting mulutnya oleh sang majikan di Arab Saudi, adalah contoh konkret betapa lemahnya perhatian pemerintah Indonesia terhadap TKI di luar negeri.
Adalah memalukan, dan tentu saja tidak dapat dibenarkan, seorang Presiden berbicara bertolak belakang dengan kenyataan. Lebih parah lagi, bahwa hal itu disampaikan dalam sebuah forum internasional dan dihadapan pemimpin dunia dan pejabat lembaga internasional.
sudah bosan…dengar omong kosong SBY….TURUNKAN dia…Penipu di saat rakyarnya kelaparan, di saat tanah nusantara di berikan kepada investor asing….wajarlah SBY menyampaikan hal sedemikian karena Orang INDONESIA ADALAH BURUH DI NEGARANYA SENDIRI dan buruh di luar negri karena dia sudah menjual negri ini beserta aset-aset kekayaan kepada pihak asing….
AYO Turunkan SBY-BUDIYONO kaki tangan IMPEREALIS- BONEKA NEOLIBERAL
benar SBY telah gagal memimpin Indonesia bahkan sejak periode pertama dia berkuasa seperti yg telah saya tulis dalam buku “Kegagalan SBY”. Dalam periode kedua kekuasaan dia ternyata makain parah dan terkuak berbagai kebohongannya. Sosok anomali Pemimpin atas latarbelakangnya sebagai anak tunggal.