FORMALUT Desak Pemerintah Ungkap Tuntas Kasus Penyeludupan 5,3 Juta Ton Biji Nikel Ke China

Jakarta, Berdikari Online – Forum Mahasiswa Maluku Utara (FORMALUT) Sejabotabek melakukan massa aksi ke Direktoral Jenderal Bea Cukai dan Kementerian ESDM Senin (17/7). Aksi unjuk rasa ini menuntut tindaklanjut terkait temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penyeludupan 5,3 ton bijih (ore) nikel ke China.

Ketua Umum PB Formalut, M Reza Syadik menjelaskan kepedulian dari organisasinya terhadap kasus ini antara lain karena Maluku Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi nikel terbesar di Indonesia. “ESDM pernah menyampaikan bahwa 30 persen dari hasil tambang nikel Indonesia berasal dari Maluku Utara”, kata Reza.

Akhir Juni lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan temuan tentang adanya selisih nilai ekspor yang dikeluarkan melalui Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data dari website bea cukai Republik Rakyat Tiongkok (RRT).  Menurut KPK, dari periode 2020 hingga Juni 2022 total terdapat selisih nilai ekspor mencapai 14,5 Triliun.

Padahal, pemerintah sudah memberlakukan pelarangan ekspor ore nikel per 1 Januari 2020 melalui Peraturan Menteri ESDM No.11 tahun 2019. Larangan ini sehubungan dengan kebutuhan bahan baku untuk hilirasasi industri nikel di dalam negeri.

Reza minta KPK harus terus menyelidiki dan mengungkap secara transparan tanpa harus membuat teka-teki misterius. Hal yang sama juga untuk Direktorat Jendral Bea Cukai agar membeberkan masalah kenapa penyelundupan tersebut sampai terjadi.

“Kami wajib bertanya, sebab kami adalah putra Maluku Utara yang tidak ingin hasil bumi kami, bijih nikel turut dirampok. Selain merugikan negara, masyarakat Maluku Utara mengalami kerugian langsung, termasuk yang merasakan dampak lingkungan dari eksploitasi tambang,” lanjut Reza.

Sementara Ubay Daga selaku korlap aksi menyampaikan ekspor ilegal 5,3 juta ton ore nikel ke China merupakan tamparan pada kebijakan larangan ekspor ore pemerintahan Jokowi. Ia melanjutkan bahwa kasus ini adalah kejahatan terstruktur yang diduga melibatkan oknum-oknum mafia tambang nasional dan lokal yang bersekongkol dengan oknum pejabat atau aparat. “Sangatlah mustahil hal ini tidak dapat diidentifikasi melalui bea cukai”, tandas Ubay.

Ubay juga memaparkan bahwa di Provinsi Maluku Utara terdapat empat perusahaan yang memiliki smelter yaitu, PT. IWIP Halmahera Tengah, PT. HARITA GROUP Halmahera Selatan, PT. ANTAM Halmahera Timur dan PT. WANATIARA PERSADA Halmahera Selatan.

Adanya penyeludupan nikel ore ini telah mengkonfirmasi kejahatan di sektor pertambangan yang menjadi polemik sampai hari ini. Formalut juga mendesak Kementrian ESDM dan BKPM segera memanggil dan mengevaluasi seluruh perusahaan nikel yang tidak memiliki smelter di provinsi Maluku Utara. Sementara bagi perusahaan yang memiliki smelter tapi diduga terlibat penyeludupan tersebut agar juga ditindak tegas.

Selain menyasar Bea Cukai dan ESDM, Formalut Se-Jabotabek juga mengingatkan pemerintahan Provinsi Maluku Utara termasuk lembaga legislatifnya. Formalut Se-Jabodetabek berharap pemerintah tidak menutup mata, sebab meskipun Presiden RI pernah mengatakan laju pertumbuhan ekonomi Maluku Utara mencapai 27%, akan tetapi persoalan kemiskinan masih menjadi realitas sosial.

(Julfikar)

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid