Dewi Ratih Di Tempayan

Puisi : Putu Oka Sukanta

Pagi siang tadi dari langit dicurahkan hujan.

I Meme menaruh tempayan di pekarangan

Tertampung air segar memenuhi tempayan.

 

“Nanti malam kita lihat Dewi Ratih ngantih benang,

Sedih tahu akan ditelan Kalarawu.” Kata I Meme.

 

“Lihat di mana Meme?” I Made ingin tahu.

 

” Lihat di tempayan.Dewi Ratih tampak di permukaan danau.”

 

“Di mana ada danau Meme? tanya I Plutut, kakaknya I Made.

 

” Air hujan di tempayan itu, adalah danau mungil, jangan dibuang.

Nanti malam Dewi Ratih muncul di sana.”

 

I Plutut dan I Made beradu pandang,

bola matanya menari riang menantang.

 

Hujan berhenti

Terang langit  menyisakan tirai

Malam turun menyelimuti bumi

Dihantar  angin halus membelai

 

Dua bocah menanti Dewi Ratih

ngantih benang

 

Bulat tembikar gading di puncak kepala

Dua bocah melambaikan tangan ke angkasa

Tangannya pendek walau berjinjit-jinjit

Dewi Ratih pun tidak ditemukannya.

 

“Meme, Meme, di mana Dewi Ratih?

Suara I Made serak karena lehernya ketekuk

Ia mendangak berputar putar di halaman.

 

I Plutut mengusap-usap mata

Sesekali menengadah, berputar- putar ria

Juga tidak bersua

Dewi Ratih entah masih dimana.

 

“Meme, Meme, di mana Dewi Ratih?”

 

“Sedang menghias diri supaya cantik,

menyisir rambutnya mulai ubanan,

Panjang lurus sampai di pergelangan”

 

“Apa Dewi Ratih sudah tua, rambut ubanan”

 

“Masih muda, karena tidak suka sayuran,

Maka rambut ubanan.” I Meme nyahut, sambil meneruskan

Jejahitan bebantenan.

 

Dewi Ratih di balik tirai awan

Mengaca diri cantik rupawan.

 

“Saya mau nyabutin ubannya Dewi Ratih,

Tapi minta upah untuk membeli Belayag” sahut I Made.

” Saya mau nyari kutunya, upahnya untuk beli kelereng.”

 

“Sebentar lagi muncul di danau mungil.

Jangan digoyang air di tempayan”.

 

Kedua bocah beralih dari mengorek langit,

Melotot ke danau tempayan.

Lampu semprong mengukir bayangan.

 

“Nah itu Dia, mulai mengantih”

“Saya tidak melihatnya.”

“Cuma bulan, Dewi Ratih tidak ada.”

“Mata hatimu masih muda,

Belum bisa melihat jauh.”

 

Sepi mencekam.

I Meme melihat Kalarawu mulai muncul

Di belakang punggung Dewi Ratih.

Dewi Ratih melawannya,

Dipukulnya Kalarawu dengan bilah alat menenun,

Sampai patah.Kalarawu sudah menelan kepala,

Rambutnya yang panjang melilit leher Kalarawu,

Tapi tenaganya luar biasa kuat,

Seluruh tubuh Dewi Ratih sudah diuntalnya.

 

Suara ketungan musik penumbuk pagi,

Sahut menyahut seluruh jagat bali,

Bertalu talu, menyoraki Kalawaru,

Minta tolong para Betara agar mengirim api,

Untuk menyalakan energi hidup Dewi Ratih.

 

Para pencinta Dewi Ratih, penabuh musik Ketungan,

Bersimbah keringat, menyambut malam semakin terang,

Dewi Ratih berhasil bertahan, melawan, dan keluar dari perut Kalarawu,

Masih cantik rupawan walau mulai ubanan.

 

“Plutut, Made, sudah melihat Dewi Ratih

ia menang melawan Kalarawu.?”

 

” Mana ada Dewi Ratih di tempayan.

Meme bohong.”

 

Kedua bocah itu menumpahkan air di tempayan.

I Meme komat Kamit mengaturkan harapan,

” Duh Ide Betara, JANGAN SAMPAI ANAKKU SEPERTI I BELOG”.

 

Rmangun,08.09.23.

[post-views]