Chomsky Peringatkan Bahaya Perang Nuklir

Meskipun sudah ada Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir sejak tahun 1968, tetapi ancaman perang nuklir masih terus membayang-bayangi dunia saat ini.

Pengamat Geopolitik yang juga Profesor linguistik dari Institut Teknologi Massachusetts, Amerika Serikat, Noam Chomsky, memperingatakan potensi perang nuklir hari ini lebih besar ketimbang  saat perang dingin. Apalagi, Pentagon telah membangun 800 basis militer di seluruh dunia untuk mengukuhkan dominasinya.

“Ancaman perang nuklir lebih besar hari ini ketimbang saat perang dingin,” kata Chomsky dalam sebuah wawancara dengan media Meksiko, La Jornada, seperti dikutip teleSUR, Minggu (7/2/2016).

Kata dia, resiko perang nuklir terkonsentrasi pada insiden proliferasi yang melibatkan angkatan bersenjata berkekuatan nuklir. Namun, Chomsky mengakui perang nuklir merupakan sesuatu yang irasional, tetapi bisa terjadi karena kecelakaan atau kesalahan manusia.

Lebih lanjut, intelektual progressif Amerika Serikat ini mengatakan, Rusia adalah kerikil utama dalam sepatu hegemoni Pentagon karena memiliki sistim militer yang besar.

“Masalahnya adalah baik Rusia maupun Amerika Serikat terus meningkatkan kekuatan militer mereka dan bertindak seolah-olah perang akan terjadi. Itu adalah kegilaan kolektif,” ujar Chomsky.

Sementara Tiongkok, kata Chomsky, punya kebijakan pertahanan, tetapi tidak memiliki program nuklir. Namun, negeri Tirai Bambu ini akan terus mengembangkan kekuatan militernya seiring meningkatnya ketegangan global.

“Amerika Serikat punya 800 basis militer di seluruh dunia dan belanja militer terbesar di dunia,” ungkapnya.

Kata dia, perang bisa pecah karena berbagai alasan. Dia mencontohkan ketika Presiden AS Ronald Reagen dan Pentagon menempatkan tentara Soviet dalam simulasi perang ketika sedang melawan Uni Soviet.

“Apa yang terjadi adalah Soviet menganggap itu benar-benar serius,” kata Chomsky.

Di tahun 1983, Soviet mengembangkan sistim pertahanan otomatis dan mendeteksi serangan rudal AS.

Belakangan diketahui, alarm yang mendeteksi serangan rudal itu palsu. Dan kata Chomsky, ada puluhan alarm palsu setiap hari.

Saat ini, ujar Chomsky, provokasi yang dilancarkan Amerika Serikat berlangsung terus-menerus. Sementara NATO melakukan manuver militer hanya 200 meter dari perbatasan Rusia-Estonia.

“Jika negara lain bertindak tidak bertanggung-jawab seperti Washington, mungkin perang sudah pecah,” jelasnya.

Chomsky pun mulai menghitung-hitung kekejaman perang dan kemanusiaan yang dilakukan Amerika Serikat. Mulai dari pemusnahan terhadap masyarakat asli Indian hingga kolonialisasi terhadap negara dunia dunia ketiga.

Tahun 1898, Amerika Serikat memulai kebijakan imperialistiknya dengan mengambil Kuba, lalu menginvasi Filipina, dan membunuh beratus-ratus ribu orang di sana.

Chomsky juga mengeritik sistim “satu partai” di negerinya.

“Negara kami hanya punya satu partai politik, yaitu Partai Korporasi dan Bisnis, yang mana mereka terbagi dalam dua faksi: Demokrat dan Republik,” jelasnya.

Chomsky menjelaskan, partai telah kehilangan bentuk dan tradisi aslinya karena mengalami mutasi di zaman neoliberal.

“Di sini Republikan yang modern menyebut diri Demokrat, sementara pendukung Republikan yang tua sepenuhnya sudah dihilangkan, karena keduanya membuat transisi ke kanan di zaman neoliberal, seperti terjadi di Eropa. Hasilnya adalah Demokrat baru yang dipimpin oleh Hillary Clinton mengadopsi program Republik yang lama,” paparnya.

Di akhir wawancara, Chomsky juga menyalahkan Amerika Serikat atas krisis di Timur Tengah.

“Hampir 15 tahun lalu kita tidak melihat konflik jenis ini di Timur Tengah. Konsekuensi serangan Amerika Serikat ke Irak adalah kejahatan paling buruk (ISIS) di Abad ini,” tegasnya.

Raymond Samuel

*) Diolah dari teleSUR

Share your vote!


Apa reaksi Anda atas artikel ini?
  • Fascinated
  • Happy
  • Sad
  • Angry
  • Bored
  • Afraid