Semakin banyak bukti bahwa “berita palsu” yang ramah media telah ikut andil dalam tahun politik menjelang Pemilu. Ini memperkuat keyakinan sementara pihak bahwa etika politik secara unik telah dilanggar.
Jika premis itu benar, di mana letak kesalahannya? Apakah ada harapan untuk memperbaiki kerusakan? Apa yang membuat “berita palsu” begitu menarik bagi sebagian orang, dan adakah orang yang benar-benar kebal?
Identifikasi seseorang dengan partai politik sebenarnya ‘dapat mempengaruhi’ cara otak untuk memproses informasi. Pemahaman yang lebih baik terhadap otak dapat membantu mendorong percakapan politik yang lebih produktif.
Kecenderungan Menolak Fakta Yang Mengancam Rasa Identitas
Ada beberapa hal yang terjadi pada orang-orang dari beberapa kubu — secara sadar memberikan jawaban yang salah untuk memberi sinyal dukungan bagi pihak partisan — yang mengalami kesulitan merekonsiliasi fakta yang tidak mendukung pandangan seseorang saat ini.
Pada saat memilih partai politik tertentu, dan juga kandidat tertentu, seringkali merupakan bagian penting dari bagaimana orang membangun identitasnya, sehingga ancaman terhadap partai politik atau kandidat kadang-kadang dapat dianggap sebagai ancaman terhadap diri sendiri. Ketika kita memiliki komitmen yang sangat kuat untuk suatu kelompok atau kepercayaan dan kita mendapatkan informasi yang bertentangan dengan apa yang sudah kita ketahui, kita membangun cara-cara baru memikirkan informasi itu daripada memperbarui keyakinan kita. Orang cenderung menyelesaikan apa yang oleh psikolog disebut “disonansi kognitif” —kondisi perasaan tidak nyaman dua keyakinan pribadi yang berbeda yang saling bertentangan — dalam semua jenis situasi sehari-hari.
Tribalisme Sudah Tua, Tetapi Media Sosial Adalah Baru
Struktur kognitif yang membuatnya merasa senang menjadi bagian dari “kelompok” – dan rasa menyakitkan dan menakutkan untuk mengubah persekutuan ketika fakta-fakta baru bertentangan dengan keyakinan inti kita – mungkin sama tuanya dengan kemanusiaan itu sendiri.. Kemungkinan kita selalu memiliki kecenderungan untuk merangkul dan berbagi bukti yang memperkuat pandangan kita dan menolak apa yang bertentangan dengannya. Tetapi jika ada sesuatu yang berbeda tentang cara proses itu bekerja sekarang, itu adalah kecepatan di mana “berita palsu”, atau sebaliknya, dapat menyebar.
Fakta bahwa ada hal yang lebih sensasional yang mungkin membuat letupan dalam jejaring sosial, sehingga baik warga biasa atau organisasi berita yang tergantung pada ‘klik’ untuk penghasilannya, memiliki dorongan kuat untuk menonjolkan tajuk berita yang berlebihan.
Psikologi kuno dan teknologi modern telah menciptakan badai yang sempurna untuk “berita palsu” dan hiper-partisan untuk disebarluaskan.
Perbedaan Politik Yang Terprogram
Sementara kita mungkin merasa bahwa kita memilih partai politik atau kandidat berdasarkan prinsip-prinsip yang kita pegang teguh, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa kadang-kadang prosesnya berjalan sebaliknya, atau bahkan kita tidak benar-benar “memilih” sama sekali.
Kita bisa setuju atau tidak setuju dengan kebijakan populis yang diberikan berdasarkan pada apakah itu didukung atau tidak oleh partai yang kita pilih, bukan pada apakah itu sejalan dengan ideologi pribadi kita. Dan yang lebih membingungkan adalah mungkin ada komponen genetik untuk identifikasi politik: Kembar identik telah terbukti jauh lebih mungkin untuk berbagi keyakinan politik daripada kembar tidak identik. Inilah korelasi antara sikap terhadap sistem politik dengan ukuran satu bagian otak, amigdala.
Apakah semua itu berarti mustahil meyakinkan siapa pun tentang apa pun yang belum mereka percayai? Itu mungkin berarti berpikir secara berbeda tentang metode persuasi kita. Jika otak kaum progresif dan konservatif benar-benar berbeda, maka apa yang cocok bagi kita mungkin tidak cocok untuk orang yang kita coba yakinkan.
Ini mungkin berarti bahwa kita harus melakukan pekerjaan yang lebih baik untuk memahami posisi orang lain, dan melihat bagaimana membingkai argumen dengan cara yang menarik bagi orang lain dengan keyakinan itu. Di masa depan mungkin ada banyak penelitian politik yang mengarah pada pemikiran tentang susunan biologis dan orientasi psikologis terhadap keyakinan semacam itu, dan bagaimana menemukan pesan yang menarik bagi berbagai jenis orang berdasarkan alasan itu.
Pintar Saja Tidak Cukup
Setiap orang bisa secara tidak sengaja memposting “berita palsu”. Tetapi sesama rekan akan segera berbincang dengan pertanyaan tentang bukti apakah kita memposting cerita politik atau tentang berita fakta, dan mengajak kita untuk jujur. Kebutuhan untuk diterima oleh kelompok ideologis dapat membuat beberapa orang membagikan “berita palsu”, dan keinginan sosial untuk dihormati oleh komunitas akan mengingatkan kita untuk berhati-hati tentang apa yang kita bagikan.
Sangat beuntung jika orang pintar memiliki komunitas yang benar-benar skeptis, dan karenanya dia menngakui adanya ketidakpastian dan menerima kitik. Ini benar-benar bagian dari identitas kepintaran. Etos ini tentu sangat bermanfaat bagi semua orang.
Mengkritisi Logika “Berita Palsu”
Orang-orang dengan tingkat keingintahuan yang tinggi, yang mengharuskan mereka untuk mengevaluasi bukti secara adil, mungkin kurang rentan terhadap kebutaan partisan – dan lebih mungkin untuk mengubah pikiran mereka ketika dihadapkan dengan fakta baru. Kita yang bekerja di berbagai bidang yang berbeda — dapat sangat membantu menyadarkan orang terhadap godaan berita palsu, dan itu adalah sesuatu yang harus menjadi fokus para pendidik. Setiap orang dapat belajar bagaimana memeriksa fakta dan melihat cerita yang bersumber baik dan yang bersumber buruk.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana menunjukkan lubang pada logika orang lain? Memang rumit, tentu saja, tetapi yang terbaik adalah tidak menyerang, tetapi mengajukan pertanyaan seperti, “Bagaimana kamu tahu itu?”, atau “Mengapa kamu berpikir begitu?”, yang mengarahkan orang untuk menemukan ketidakpastian sendiri pada topik tersebut.
Ketika kita melakukan latihan bertanya tentang premis argumen mereka dan bukti apa yang mereka miliki dengan cara yang tidak membuat mereka defensif, mereka mungkin benar-benar melihat lubang dalam argumen mereka sendiri. Dan dalam prosesnya, kita mungkin menemukan area di mana kita tidak yakin seperti yang kita kira.
Malang Pinggiran – 05.10.23
(RJ. Endradjaja – Pemulung Kata-kata)
Gambar: Shutterstock


