Sofifi-Berdikari Online, P.T. Forward Matrix Indonesia (FMI) adalah salah satu perusahaan pertambangan yang beroperasi di Wasile dan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas konsesi mencapai sekitar 1.720,70 hektar berdasarkan SK Bupati Nomor .188.45/540-183.A/2010 berakhir pada tanggal 10/12/2030. Namun ditinjau dari segi hukum, PT.FMI diduga kuat menabrak aturan karena aktivitas perusahaan keluar dari izin ekspolitasi dan mencemarkan kelestarian lingkungan dan ekologi.
Sandi Naim sebagai anggota Bidang Advokasi dan Lingkungan Hidup Maluku Utara Bersatu (MUB) melalui rilisan, Kamis (12/09/2024) mengatakan, izin seluas 1.720,70 hektar dari PT FMI melanggar Undang-Undang Pertambangan Meneral dan Batubara pasal 39 yang mewajibkan perusahaan memiliki Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (KKLH).
“Dengan terbit izin tanpa pertimbangan kelayakan lingkungan, sangatlah bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945, UU 32/2009 tentangan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan UU No 39/1999 tentang hak asasi manusia,” kata Sandi Naim.
Menurut Sandi Naim, banyak kejanggalan syarat administrasi izin dalam PT FMI, mulai dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pasalnya aktivitas perusahaan selama ini melakukan eksploitasi di wilayah pesisir yang merupakan zona tangkap nelayan masyarakat Haltim yang perlu untuk dijaga kelestariannya. Selain itu, PT FMI melakukan eksploitasi berdekatan dengan pelabuhan umum sekitar 400 meter dan aktivitas PT FMI berdekatan dengan pemukiman masyarakat. Untuk itu, aktivitas tambang PT FMI yang berpotensi merusak lingkungan pesisir harus diberhentikan karena sangat bertentangan dengan UU 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Lain hal masyarakat Haltim memiliki pendapatan melalui hasil pertanian dan perikanan untuk mencukupi biaya kebutuhan bahkan biaya sekolah anak-anak mereka.
“Namun kehadiran perusahaan PT FMI, hal ini yang menjadi kekhawatiran saya yakni dampak pada kehilangan sebagian pendapatan hasil pertaninan serta pendapatan nelayan. Kondisi ini secara struktur akan melahirkan kemiskinan dari tanah kelahiran mereka hingga dalam jangka panjang akan berpotensi menimbulkan kesenjangan masalah sosial baru,”terang Sandi.
“Maka dari pada itu, saya menuntut Forward Matrix Indonesia (FMI) yang beroperasi di Wasile dan Wasile Selatan Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara yang diduga terus-menerus memperparah kerusakan lingkungan agar diberhentikan. Saya juga mendesak agar Kementerian ESDM dan Kementerian KLHK sebagai pemerintah pusat agar memberikan sanksi kepada perusahaan PT FMI yang diduga beroperasi di luar kawasan konsesinya,”tuntut Sandi.
“Sampai saat ini apabila PT FMI masih melakukan aktivitas produksi, saya selaku Anggota Bidang Advokasi dan Lingkungan Hidup MUB akan melakukan konsolidasi akbar kepada seluruh mahasiswa, LSM, dan elemen masyarakat lainnya untuk terlibat dalam aksi massa yang akan kami gelar di waktu dekat,” akunya.
“Tunduk tertindas bangkit melawan sebab mundur adalah penghianatan!” katanya yakin.
(Julfikar)


