Jakarta, Berdikari Online-Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Daerah Khusus Jakarta (LMND DKJ) menggelar deklarasi Posko Pengaduan sebagai bagian dari gerakan nasional bertema “Bersama LMND Lawan Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan, Dukung Sekolah Rakyat, Hilirisasi dan Industrialisasi Nasional untuk Bangsa Berdaulat” yang diusung oleh LMND Eksekutif Nasional (EN).
Acara ini dihadiri oleh sejumlah pengurus penting, antara lain Betran Sulani selaku ketua LMND DKJ, Arif Ramlan sebagai sekretaris wilayah LMND DKJ sekaligus koordinator posko ditingkat wilayah dan jajaran pengurus kota serta komisariat LMND se-wilayah Jakarta. Senin, (12/05/2025).
Saat deklrasi posko pengaduan mahasiswa Arif Ramlan menyampaikan bahwa liberalisasi dan komersialisasi merupakan masalah pokok pendidikan Indonesia hari ini. Tak heran jika perguruan tinggi swasta yang berorientasi pada profit kini semakin mendominasi. Kurikulum pendidikan tinggi hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar, sementara Uang Kuliah Tunggal (UKT) terus naik dan tidak tepat sasaran. Program bantuan seperti KIP juga belum sepenuhnya menjadi solusi bagi semua anak bangsa dalam mengakses pendidikan tinggi. Di sisi lain, ruang demokrasi mahasiswa semakin dikekang oleh pihak kampus, baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta.
Lanjut, ia Juga menyampaikan bentuk pengaduan bukan hanya masalah administrasi serta kendala biaya yang dialami oleh mahasiswa maupun tenaga pengajar dalam hal ini dosen tetapi juga seperti kekerasan seksual dan juga pelecehan terhadap korban. Hal ini merupakan langkah strategis yang diusung oleh LMND khususnya di Wilayah Jakarta untuk menjawab setiap permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa di setiap kampus.
“Kami akan berupaya untuk mendampingi setiap mahasiswa maupun dosen yang melapor ke setiap posko di kampus untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi,” ujar Arif.
Betran Sulani saat menyampaikan arahan politik berharap pembangunan posko sebagai taktik perjuangan mampu memberikan dampak nyata terhadap arah kebijakan pendidikan nasional. Hasil laporan dari setiap kampus nantinya akan dihimpun dan menjadi dasar advokasi publik yang akan dilaporkan kepada EN-LMND dan akan didorong kepada Kementerian pendidikan tinggi, sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) untuk ditindaklanjuti.
“Laporan ini nantinya menjadi data kita untuk mendorong kebijakan yang berpihak kepada mahasiswa yang terdampak,” Harap Betran.
Fenomena ini mencerminkan arah pendidikan nasional yang semakin menjauh dari semangat mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Pendidikan tidak lagi diposisikan sebagai hak dasar warga negara, tetapi telah menjadi komoditas yang hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu. Di sisi lain, minimnya mekanisme pengawasan terhadap penyelenggara pendidikan juga memperburuk kondisi mahasiswa dan tenaga pengajar, baik dalam aspek ekonomi maupun keselamatan sosial. Tutup Betran
(Michael Gono Ate)

