Berharap: Koperasi Desa Merah Putih Menjadi Jalan Keadilan Dan Kemakmuran Bangsa

Presiden RI, Prabowo Subianto, meluncurkan program pembangunan 70 ribu Koperasi Desa Merah Putih. Direncanakan Kopdes Merah Putih akan diluncurkan pada 12 Juli 2025 mendatang. Spirit suci Presiden Prabowo Subianto mendirikan Kopdes Merah Putih ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945  Pasal 33 ayat 1 yang berbunyi: “Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.” Dasar hukumnya jelas: mengacu kepada Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dan Undang-Undang Koperasi Nomor 12 Tahun 1967.

Gebrakan Presiden Prabowo mendirikan Koperasi Desa Merah Putih di 70.000  desa se-Indonesia ini bertujuan mulia yaitu untuk percepatan pengentasan kemiskinan. Menurut Presiden Prabowo seperti disampaikan Menteri Koperasi Budi Arie usai rapat bersama Presiden pada 7 Maret 2025 lalu di Istana Negara,  Koperasi Desa Merah Putih ini dirancang sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan untuk menanggulangi masalah ekonomi masyarakat di desa-desa. Jadi, kehadiran Koperasi Desa Merah Putih ini semata-mata untuk memutus mata rantai kemiskinan dengan cara meningkatkan pendapatan atau penghasilan masyarakat desa melalui koperasi.

Mengapa yang digeber adalah Koperasi Desa? Bukan kota?  Barangkali jawabannya:  kaum miskin atau rakyat miskin di Indonesia lebih banyak berada di desa. Sebanyak  44 persen penduduk Indonesia berada di desa-desa. Masyarakat desa tersebut belum mendapatkan penanganan yang tepat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional bulan September Tahun 2024, jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar, 24,06 juta orang. Angka ini mengalami penurunan dari bulan Maret 2024 sebesar 1,16 juta orang.

BPS Nasional menjelaskan bahwa mayoritas penduduk miskin berada di desa-desa, bukan di wilayah perkotaan. Saat ini, jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan sebesar 11,79% pada Maret 2024. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari penduduk miskin perkotaan sebesar 7,09%. Penyebab kemiskinan pun beragam, salah satunya adalah minimnya peluang pasar dan ketidakmampuan mencari jalan keluar (solusi) karena Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas. Rata-rata penduduk desa mayoritas berpendidikan rendah (putus sekolah atau tidak tamat sekolah dasar).

Menurut Presiden Prabowo, kehadiran Koperasi Desa Merah Putih ini menjadi jalan keluar (solusi) ekonomi untuk menghalau atau memerangi praktek-praktek ekonomi yang merugikan masyarakat desa selama ini. Praktek-praktek tersebut, antara lain rentener, tengkulak, dan maraknya pinjaman online (pinjol) yang menyengsarakan masyarakat desa. Jadi,  salah satu peran dari kehadiran Koperasi Desa Merah Putih  adalah untuk memerangi tengkulak, rentener dan Pinjol tersebut. Presiden Prabowo optimis, dengan adanya modal Rp 5 miliar per desa yang dikelola Koperasi Desa Merah Putih, dapat memberikan akses mudah usaha ekonomi produktif yang lebih efektif, sehat, berkeadilan bagi masyarakat desa. Pemerintah berharap, melalui Koperasi Desa Merah Putih, tidak hanya mendukung program kemandirian pangan, tetapi juga sebagai epicentrum pertumbuhan ekonomi yang mandiri. Terobosan visioner ini patut diapresiasi.

Ketika Pemerintahan Prabowo mengumandangkan rencana berdirinya Koperasi Desa Merah Putih ini, ada begitu banyak rakyat Indonesia memberikan apresiasi positif mendukung penuh program brilian ini. Namun demikian di pihak lain, ada pula yang tiba-tiba menolak hingga mengancam turun berdemontrasi, termasuk Asosiasi Kepala Desa Indonesia (APDESI). Mereka beralasan bahwa Kopdes Merah Putih akan mengganggu Program Dana Desa dan Program Makan Bergisi Gratis (MBG), dan meminta Pemerintah meninjau kembali. Kerisauan dan kecemasan tersebut kemudian diluruskan oleh Pemerintah bahwa Kopdes Merah Putih tidak akan mengganggu. Pemerintah akan membuka diskusi dan dialog seluas-luasnya dengan semua pihak, termasuk APDESI untuk membahas khusus tentang beragam kecemasan tersebut sebelum program ini diluncurkan Juli 2025 mendatang.

Ada pertanyaan menohok yang kemudian mencuat dan menantang kita. Mampukah Koperasi Desa Merah Putih menjadi jalan kemandirian, juga kesejahteraan di tengah terpuruknya citra lembaga koperasi akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), tata kelola dan manajemen serta tingkat kesadaran (berkoperasi sesuai jati diri koperasi) yang masih rendah?  Saat ini, fakta membuktikan bahwa setelah dilakukan verifikasi, kurang lebih sebanyak 82.000 unit koperasi dibubarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) dari total 130.345 unit koperasi  pada tahun 2024. Meskipun jumlah pendirian koperasi terus meningkat, namun di sisi lain ada puluhan ribu yang dibubarkan.  Puluhan ribu koperasi yang dibubarkan tersebut ditengarai bermasalah dalam banyak hal, di antaranya, kurangnya akses terhadap modal, masalah manajemen, rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, kurangnya minat masyarakat pada pemerintah, persaingan usaha  (dengan rentener, tengkulak, Pinjol, Bank Swasta dan Bank Pemerintah), citra koperasi yang makin menurun di mata masyarakat.

Akhirnya, puluhan ribu koperasi hanya menjadi koperasi papan nama semata. Cuma terlihat bangunan kosong dengan papan nama koperasi, tanpa ada aktivitas lagi karena mengalami kegagalan. Masalah lain yang masih aktual pada pemerintahan sebelumnya, yaitu ketidakmampuan koperasi-koperasi yang diberi kepercayaan untuk mengelola dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ada begitu banyak KUR yang macet di tangan lembaga koperasi maupun di tangan anggota yang disebabkan berbagai hal, termasuk pengawasan dan pendampingan dan manajemen SDM yang lemah.

Di sisi lain, meneropong ke masa lalu, kehadiran Koperasi Desa Merah Putih yang digagas Presiden dan dirancang Menteri Koperasi mengingatkan kembali memori kita akan kejayaan Koperasi Unit Desa (KUD) di era kekuasaan Presiden Soeharto. Di saat itu, KUD benar-benar menjadi ikon ekonomi masyarakat desa. KUD yang berdiri di semua desa di Indonesia kala itu mampu menjadi jembatan ekonomi  karena hanya KUD satu-satunya wadah yang membeli hasil produksi komoditi rakyat, memasarkan  komoditi yang dibeli dari rakyat, dan menjual beragam alat-alat pertanian kepada petani. Saat itu, KUD berjaya karena sangat membantu masyarakat petani. Namun, KUD hanya berperan sebagai jembatan (fasilitator), tidak memberikan keuntungan (benefit) dari hasil usaha perdagangan komoditi dan penjualan sarana pertanian. KUD yang menjadi jembatan ekonomi petani ini kemudian babak- belur dan macet akibat wabah korupsi menggerogoti intitusi KUD.

Publik berharap, Koperasi Desa Merah Putih yang menjadi terobosan ber-ekonomi masyarakat desa agar keluar dari belenggu kemiskinan dari Presiden Prabowo ini, benar-benar belajar pada kegagalan masa lalu. Sistem, tata kelola yang transparan, manajemen kelembagaan, SDM yang kapabel dan akuntabel, pendampingan, pengawasan (early warning system), pertanggungjawaban harus dilakukan secara baik dan benar-benar sesuai dengan prinsip dan Undang-Undang Perkoperasian dan berbagai regulasi lainya. Koperasi Desa Merah Putih yang diluncurkan Presiden Prabowo ini harus bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Oleh karena itu, sistem perekrutan para pengurus yang akan mengelola dana APBN sebesar Rp 5 miliar per koperasi per desa,  juga tidak asal-asalan. Dana Rp 5 miliar per desa per tahun ini adalah dana terbesar dalam sejarah Indonesia yang masuk ke desa setelah dana desa per tahun Rp1 miliar.

Jika satu desa mendapat Rp 5 miliar  maka dalam kurun waktu lima tahun,  ada dana sebesar Rp 25 miliar berada di desa. Jika dana Rp 25 miliar ini dikali 70.000  desa se-Indonesia, maka total dana yang dikelola oleh pengurus Koperasi Desa Merah Putih se-Indonesia selama 5 tahun sebesar Rp 1.750 Triliun.  Jika dana sebesar Rp 1.750 Triliun ini, benar-benar dikelola dengan profesional dan terserap secara baik di masyarakat desa melalui usaha-usaha produktif di bidang industri, pertanian, peternakan, perikanan, dan usaha ekonomi lainnya benar-benar berjalan baik,  maka cita-cita besar pemerintah memutus mata rantai kemiskinan dengan melakukan percepatan peningkatan ekonomi akan terjawab. Harapannya, paling tidak di kemudian hari, dengan modal usaha yang diberikan,  Koperasi Desa Merah Putih dapat melahirkan petani, peternak, nelayan, pedagang yang mampu berdiri sendiri (berdikari) secara berkesinambungan di desa-desa.

Namun, jika dengan dana sebesar Rp 1.750 Triliun itu tidak mampu atau gagal dikelola (salah kelola) oleh Koperasi Desa Merah Putih dan malahan terjerembab  dalam jurang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka cita-cita besar membangkitkan ekonomi rakyat,  kemandirian ekonomi bangsa justru akan berbuah malapetaka. Banyak aparatur desa dan pengelola Koperasi Desa Merah Putih pasti akan berurusan dengan hukum, dan bukan tidak mungkin mendekam dalam jeruji besi. Hal ini sangat mungkin terjadi karena dana sebesar ini luar biasa menggiurkan setiap orang. Semua pihak harus banyak belajar dari program Dana Desa yang kini masih berjalan baik, namun tidak sedikit menyeret para Kepala Desa dan aparatnya beristirahat di hotel prodeo akibat salah kelola.

Sejatinya, Koperasi Desa Merah Putih yang akan diluncurkan Presiden Prabowo pada 12 Juli 2025 mendatang, adalah sebuah program ekonomi yang luar biasa, sangat inovatif dan revolusioner dalam sejarah bangsa Indonesia. Program yang langsung menyasar kaum miskin desa ini, sesuai dengan cita-cita bangsa untuk mewujudkan kesejahteraan dengan kemandirian ekonomi. Untuk itu, semua pihak harus mendukung penuh karena ketika program ini berjalan mulus sesuai target maka kemandirian bangsa di bidang ekonomi pasti terwujud. Oleh karena itu, pemerintah harus melibatkan semua pihak secara khusus institusi  hukum seperti aparat POLRI, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan yang ketat agar dana-dana Koperasi Desa Merah Putih tidak diselewengkan.

Dengan begitu kita  berharap Koperasi Desa Merah Putih ini  menjadi titik dan jalan terang  menuju keadilan sosial dan kemakmuran bangsa Indonesia.

[post-views]