Terompet Resiprokal Trump, Perang Dagang Dimulai, Indonesia Sudah Siap?

2 April 2025 menjadi hari bersejarah. Terompet perang dagang berbunyi memecah kebekuan kabut perang dingin ekonomi dunia yang terselubung selama ini. Dunia diguncang terompet keras mengganggu tidur nyenyak para pemimpin dunia. Terompet tersebut ditiup Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mengumumkan kenaikan tarif impor bea masuk timbal balik (resiprokal). Presiden Paman Sam tersebut menetapkan tarif barang-barang impor bagi 180 negara di dunia termasuk Indonesia. Bagi Indonesia yang menjadi salah satu negara terdampak kebijakan tarif resiprokal dikenakan tarif sebesar 32 persen, dua digit lebih kecil dari raksasa ekonomi Cina 34 persen, Malaysia 24 persen, Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Vietnam 46 persen dan Thailand 36 persen.

Menyusul pengumuman tarif resiprokal tersebut, sebagian negara langsung bereaksi. Ada yang langsung akan membangun dialog kembali; ada negara yang menggaungkan perlawanan dan mengancam akan membalas karena menilai Trump menjalankan strategi untuk mengikat dan mengendalikan semua negara agar tunduk di bawah kakinya; ada pula sejumlah negara yang terlihat tenang-tenang saja. Melihat ada reaksi perlawanan, pasca pengumuman Trump, Menteri Keuangan Amerika, Scott Bessent mengirimkan warning agar tidak membalas atau melakukan serangan balik.

Pertanyaan-pertanyaan pun muncul. Apa sikap Indonesia? Akankah bergabung dengan negara-negara yang melakukan pembalasan? Ataukah Indonesia tetap akan membangun diplomasi ekonomi untuk terus melanjutkan hubungan kerja sama ekonomi yang telah berjalan selama ini? Pemerintah Indonesia terlihat tenang meskipun para pengamat ekonomi, politisi dan para pengusaha (importir) terlihat galau. Presiden Prabowo tetap tenang; tidak langsung bereaksi keras seperti yang dilakukan kepala negara lain. Ia menyadari: Indonesia dan Amerika Serikat saling berketergantungan dalam rantai kerja sama di berbagai bidang termasuk kerja sama ekonomi.

Indonesia dan Amerika telah lama membangun kerja sama impor dan ekspor beragam produk untuk memenuhi kebutuhan kedua negara. Barang-barang hasil produksi Indonesia yang diekspor setiap tahun bervariasi sesuai dengan permintaan pasar dan kebijakan perdagangan. Barang-barang yang paling banyak diekspor antara lain: 1) Produk Elektronik berupa komponen elektronik, perangkat telekomunikasi, dan alat-alat elektronik konsumen). 2) Minyak Kelapa Sawit dan produk olahannya, 3) Makanan dan Minuman seperti kopi terutama kopi Arabika, teh, rempah-rempah, kelapa, dan produk olahan makanan lainnya. 4) Karet dan Produk Karet, termasuk ban mobil, alas kaki, dan produk karet lainnya. 5) Barang Elektronik Konsumen, seperti laptop, telepon seluler, dan perangkat lainnya. 6) Kertas dan Produk Kertas, seperti kertas cetak, kemasan, dan produk kertas lainnya. 7) Perikanan, terutama ikan tuna, udang, dan produk perikanan lainnya. 8) Alat Transportasi, seperti sepeda motor, mobil, dan komponen kendaraan.9) Perabotan dan Kerajinan, di antaranya perabotan rumah tangga, dekorasi rumah, dan kerajinan tangan lainnya.

Sementara itu barang-barang impor Amerika ke Indonesia, antara lain: 1) Produk Elektronik, seperti komputer, telepon pintar, perangkat telekomunikasi, dan perangkat elektronik lainnya. 2) Mesin dan Peralatan Industri yang mencakup mesin-mesin untuk berbagai sektor industri, baik itu untuk manufaktur, konstruksi maupun energi. 3) Bahan Bakar dan Energi seperti minyak mentah, gas alam, dan bahan bakar lainnya. 4) Bahan Kimia, termasuk produk kimia untuk industri, seperti bahan kimia untuk petrokimia, pestisida, dan bahan kimia lainnya yang digunakan dalam produksi. 5) Produk Farmasi, yaitu obat-obatan, vaksin, dan produk medis lainnya yang digunakan di sektor kesehatan. 6) Alat Transportasi termasuk kendaraan bermotor, seperti mobil dan truk serta komponen kendaraan. 7) Biji-bijian dan Produk Pertanian seperti jagung, kedelai, dan gandum. 8) Peralatan Pertahanan dan Keamanan, seperti peralatan militer, pesawat terbang, dan teknologi pertahanan. 9) Produk Makanan dan Minuman seperti seperti produk susu, makanan ringan, dan minuman. 10) Teknologi dan Perangkat Lunak, seperti perangkat lunak komputer, aplikasi, dan alat-alat teknologi lainnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia ke AS memang terus menunjukkan grafik meningkat, hampir 48 persen dalam lima tahun terakhir. Pada 2023, ekspor negara tujuan Indonesia terbesar adalah Cina yang mencapai 25,62 persen terhadap total ekspor non migas. Kedua, Amerika dengan total ekspor sebesar US$1,57 miliar; ketiga, India sebesar US$1,54 miliar, dan keempat, Jepang dengan total ekspor sebesar US$1,40 miliar.

Melihat betapa strategisnya hubungan dagang Indonesia – Amerika ini, seharusnya Presiden Trump tidak serta merta mengumumkan pemberlakuan tarif 32 persen bagi Indonesia tanpa membangun komunikasi dialogis sebagai bukti relasi erat dua negara. Ironisnya lagi, Indonesia malah seolah-olah mengalami diskriminasi karena persentase tarif Indonesia malah jauh lebih tinggi dari negara-negara sekutu Amerika di Asia Tenggara, seperti Malaysia yang dikenai tarif 24 persen, Singapura 10 persen, dan Filipina senilai 17 persen jauh lebih rendah dari Indonesia. Fakta ini memicu pertanyaan: ada apa dan mengapa Presiden Trump tiba-tiba saja bersikap tidak fair atau tidak adil terhadap Indonesia yang adalah mitra dagangnya? Apakah ada kesepakatan kerja sama yang dilanggar oleh Indonesia sehingga Trump tidak peduli dan memperlakukan Indonesia seperti itu? Melihat fakta perjalanan kerja sama ekonomi AS – Indonesia yang telah terbangun lama, seharusnya Trump tidak memberlakukan tarif yang terlampau tinggi untuk Indonesia. Menyoroti sikap Presiden Trump yang secara sepihak menaikkan tarif tanpa kompromi, Presiden Prabowo Subianto tidak berniat membalas dengan serangan balik meskipun sebenarnya potensi untuk melakukan balasan itu ada.

Mengapa Presiden Prabowo terlihat tidak cemas dan takut? Karena jauh-jauh hari, Pemerintah Indonesia telah mempunyai langkah-langkah strategis untuk menghadapi perang dagang yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2018 antara Cina vs AS: dua negara mitra dagang terbesarnya. Sebagai seorang Presiden berlatar-belakang militer dan pengusaha (ekonom), Presiden Prabowo telah lama mendeteksi apa yang terjadi saat ini jauh-jauh hari sebelumnya termasuk terpuruknya kondisi ekonomi AS di tengah persaingan global ekonomi melawan Cina. Sebagaimana kita ketahui, barang-barang produk Cina membanjiri pasar Asia, Eropa, Timur Tengah hingga Afrika yang menyingkirkan produk-produk AS. Kondisi pahit ini memicu Presiden Trump memberlakukan tarif resiprokal untuk mengunci laju ekonomi Cina.

Lantas, apa langkah strategis yang telah disiapkan Presiden Prabowo? Pertama, bergabung dalam BRICS. Ketika AS menaikkan tarif tinggi seperti saat ini, bisa diekspor ke negara-negara yang tergabung dalam BRICS. Kedua, efisiensi anggaran belanja negara dan membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (DANANTARA) yang mengonsolidasi dan mengoptimalisasi investasi Pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, meluncurkan Bank Tabungan Emas. Bank Tabungan Emas adalah fasilitas produk layanan bank yang dirancang untuk memberikan akses kepada masyarakat berinvestasi emas secara mudah dan digital. Keempat, program Makan Bergisi Gratis (MBG) yang saat ini sedang berjalan. Kelima, membangun 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih di seluruh Indonesia untuk mendorong kemandirian ekonomi dan memperkuat pasar dalam negeri demi meningkatkan ekonomi rakyat. Keenam, membangun Sekolah Rakyat untuk memutus rantai kemiskinan. Ketujuh, melakukan konsolidasi dengan seluruh pengusaha ekspor-impor Indonesia untuk membangun kerja sama dalam menghadapi perang dagang.

Jadi, Rakyat Indonesia tidak perlu cemas, takut dan khawatir berlebihan kalau-kalau terjadi resesi ekonomi sebagai dampak dari langkah Presiden Trump. Publik harus memberikan apresiasi yang tinggi kepada Presiden Prabowo yang jelas tidak mau mengorbankan rakyat dalam perang dagang ini yang tak lagi bisa dibendung dan dihindari.

Karena itu untuk memperkuat langkah Presiden menghadapi perkembangan dunia, seluruh kementerian, badan, lambaga serta seluruh pimpinan kepala daerah, aparatur pemerintah daerah, dunia usaha dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia harus bersatu, bergotong-royong, bergegas, bergerak dan bekerja keras mendukung seluruh program strategis yang telah ditetapkan dan dijalankan pemerintahan Prabowo-Gibran tersebut.

Seluruh dana melalui berbagai program yang telah disiapkan seperti Koperasi Merah Putih harus sungguh-sungguh digunakan untuk mengolah aset-aset produksi pertanian, peternakan, perikanan, pertambangan, dan kekayaan alam Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan meningkatkan ekonomi rakyat. Masyarakat tidak perlu ragu dan bimbang lagi soal pasar karena Pemerintahan Prabowo-Gibran telah membuka keran kerja sama. Selain kerja sama ekspor-impor dengan negara-negara selain AS, juga pemerintah mendorong kerja sama pemasaran dalam negeri antar kabupaten dan antar provinsi yang selama ini sangat jarang bahkan mungkin belum pernah dilakukan.

Apalagi yang ditunggu? Jangan sampai terlambat. “Bung, Ayo Bung!”.

[post-views]