Satu minggu yang lalu, kita saksikan pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tidak berselang lama waktunya, kita juga sudah tahu komposisi pimpinan DPR hasil Pemilu 2024 walaupun sejak awal pasca Pileg sudah bisa memprediksi dari unsur Parpol mana saja yang akan menduduki unsur pimpinan DPR. Puan Maharani dari PDI Perjuangan menduduki posisi sebagai Ketua, kemudian wakil dari Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Banyak respon atas pelantikan DPR tersebut, mulai dari harapan dan juga sikap pesimis karena menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) ada 60 persen atau 354 anggota DPR yang dilantik kemarin terafiliasi dengan bisnis.
Telepas dari kenyataan-kenyataan yang terjadi dan merupakan bagian dari prediksi, harapan khalayak di atas, ada situasi yang harus kita lihat sebagai basis mengambil kebijakan untuk memakmurkan rakyat Indonesia ke depan. Pertama: adanya pelambatan ekonomi global pasca pandemi Covid-19, sementara tensi geopolitik semakin memanas yang membuat perencanaan keuangan setiap negara semakin rumit. Kedua: masalah-masalah internal Indonesia sendiri yang perlu untuk menavigasi setiap risiko terutama dalam urusan pendapatan dan pajak negara (fiskal).
Indonesia, menurut data BPS, mengalami deflasi sejak Mei 2024 sebesar 0,03 persen dan September menjadi 0,12. Hal ini berdampak pada pendapatan negara yakni pajak karena para produsen barang dan jasa mengalami kerugian dan secara otomatis tidak bisa membayar pajak sebagaimana saat kondisi normal. Ingat: posisi fiskal yang kuat dan cara pengelolaan kas publik yang efisien berperan penting dalam mendorong kemampuan beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit (resiliensi) ekonomi.
“Bersetuju dengan jalan damai” di lapangan legislatif diharapkan, DPR yang dipimpin Puan Maharani dapat sejalan dalam merealisasikan program unggulan Prabowo-Gibran yang butuh anggaran bukan main banyaknya. Tepat, jalan yang akan ditempuh Prabowo-Gibran dengan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai kas besar dalam mengelola anggaran negara (publik) yang bersumber dari pajak dan non pajak; selain akan melanjutkan program hilirisasi (baca: industrialisasi nasional) sebagai jalan membuka lapangan kerja sebagai jawaban atas bertambahnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mencapai 6.753 orang di September 2024.
Optimisme rakyat agar DPR mampu menjaga integritas seperti tidak korupsi, menepati janji, rupanya dapat dibuktikan dengan turunnya jumlah kasus korupsi yang menyeret anggota DPR: menjadi dua kasus pada periode 2020-2024 dari 40 kasus pada 2014-2019. Selain itu, harapan rakyat kepada DPR agar benar-benar menjalankan peran legislasinya dengan menerbitkan undang-undang yang pro rakyat, catatan kita bersama bahwa DPR 2019-2024 hanya mampu menuntaskan 13 persen atau 26 RUU dari 198 dari Prolegnas. Sementara itu ada beberapa RUU yang mangkrak. Salah satunya: RUU Perampasan Aset (PA); sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak periode tahun 2005-2009. RUU PA dihajatkan untuk mampu mengonsolidasikan pendapatan negara menjadi lebih besar jika disahkan menjadi undang-undang.
RUU PA yang dipandang sebelah mata itu, ke depan harus disahkan menjadi undang-undang. Hal ini akan menjadi batu uji bagi DPR hasil Pileg 2024: sejauh mana komitmen menciptakan undang-undang pro rakyat. Sebagaimana kita ketahui, RUU PA, di dalamnya, mengatur tentang perampasan atau penyitaan berbagai aset yang dimiliki oleh pelaku tindak pidana secara ilegal.
Selanjutnya, kita berharap seperti RUU Masyarakat Adat dan RUU lainya yang menopang produktifitas rakyat dan Bangsa Indonesia segera disahkan.
Foto : Sejumlah anggota DPR, DPD, dan MPR menunggu upacara pelantikan masa bakti 2024-2029 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024).(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)


